Connect with us
Pulp Fiction

Film

Pulp Fiction Review: Sekuen Kekerasan dan Penebusan di Dunia Kriminal

Alasan Pulp Fiction adalah cult classic terbaik Quentin Tarantino.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“Pulp Fiction” (1994) terkenal sebagai film terbaik dari sutradara Quentin Tarantino. Berlatar di dunia kriminal di Los Angeles; mulai dari seorang mafia dengan istrinya, duo pembunuh bayaran, pasangan perampok, hingga petinju dengan kekasihnya. Setiap karakter terjalin dalam satu sekuen kisah tentang kekerasan, balas dendam, hingga penebusan.

Film ini juga bertabur oleh bintang-bintang ikonik dari a-list klasik. Mulai dari John Travolta, Samuel L. Jackson, Uma Thurman, Bruce Willis, Ving Rhames, Tim Roth, Christopher Walken, dan Quentin Tarantino yang juga berakting dalam filmnya sendiri.

Pada titik ini, mungkin banyak dari kita melihat “Pulp Fiction” sebagai must watch classic yang overrated, bahkan sebelum menonton. Padahal film Tarantino satu ini memang memiliki banyak aspek terbaik sebagai film laga klasik terbaik. “Pulp Fiction” akhirnya juga tersedia di Netflix untuk di-streaming. Ini saat yang tepat untuk menonton “Pulp Fiction” buat kita yang mengaku penikmat film sejati.

Pulp Fiction

Mengapa Plot Pulp Fiction Tidak Kronologis?

Presentasi plot yang tidak kronologis menjadi salah satu yang ikonik dari “Pulp Fiction”. Film ini terdiri dari beberapa bagian cerita yang disajikan secara tidak urut, ditambah dengan prolog dan epilog. Bukan sekadar keren-kerenan atau berusaha terlalu keras untuk tampil unik, Tarantino memiliki alasan kuat untuk presentasi plot demikian.

“Pulp Fiction” bukan kisah yang menarik jika disajikan secara linear, karena setiap karakter dalam film ini hendak dipresentasikan sebagai karakter yang seimbang secara moral dan status di mata penonton. Tidak ada protagonis yang selalu jadi pahlawan yang dijagokan.

Tidak semua antagonis adalah penjahat tanpa ampun, ada saatnya mereka juga tampil sebagai korban yang dipermalukan. Ini menjadi salah satu daya tarik besar dari “Pulp Fiction”. Karena alasan tersebut, eksekusi plot yang tidak urut dalam “Pulp Fiction” menjadi pilihan yang tepat.

Tujuan film laga komedi ini tidak untuk menyajikan perkembangan cerita atau mengejutkan penonton dengan plot twist. Namun bagaimana kita mengenal dan mengamati setiap karakter dalam kisah masing-masing.

Pulp Fiction

Penampilan Akor Terbaik dan Penulisan Naskah Cerdas

Naskah “Pulp Fiction” tak akan berhasil tanpa penampilan akting setiap karakter yang on point. Salah satu kunci kesuksesan pada film ini adalah level penampilan setiap aktor yang sama rata. Baik ketika melihat Samuel L. Jackson atau Bruce Willis, keduanya tampil dengan baik sesuai dengan porsi karakter mereka.

Begitu juga dengan aktor/aktris lainnya yang memiliki peran penting dalam setiap bagian cerita. Baik sebagai karakter utama atau pendukung. Karena tanpa kualitas yang sama rata, kembali lagi penonton hanya akan berpihak pada satu karakter yang paling menonjol.

“Pulp Fiction” bisa dikategorikan sebagai salah satu film laga dengan porsi dialog yang padat. Setiap dialog yang dilontarkan karakter hingga perbincangan biasa di antara mereka sangat menarik untuk disimak. Baik perbincangan serius tentang moral, atau sekadar lelucon dan omong kosong yang mereka lontarkan. Kita juga bisa memperhatikan intisari cerita tentang kekerasan dan penebusan ini melalui setiap dialog dari karakter.

Drama Laga Tentang Kejahatan Sekaligus Penebusan

Yang membuat “Pulp Fiction” menjadi film drama laga bermakna adalah intisarinya; kejahatan dan penebusan. Film Quentin Tarantino terkenal dengan konten kekerasannya yang brutal serta dialognya dengan sumpah serapa yang kasar.

Menonton film laga seperti ini identik dengan keseruan melihat hal-hal tidak bermoral dalam semesta fiksi sebagai pelampiasan. Namun ada yang berbeda dari film Tarantino satu ini. Meski masih mengandung berbagai adegan tidak bermoral yang brutal, kita sebagai penonton akan melihat bagaimana cara kerja moralitas bahkan di dunia kriminal.

Bahwa ada pengampunan bahkan dalam kegelapan, serta ada karma bagi mereka yang tidak pernah puas. Meski materi mendalam tersebut tidak dijelaskan secara eksplisit, keseruaan justru pada bagaimana kita sebagai penonton mengamati dan menarik kesimpulan setelah menonton “Pulp Fiction”.

Masih banyak detail-detail menarik dalam naskah “Pulp Fiction” yang sangat menarik untuk dianalisa. Itu mengapa “Pulp Fiction” adalah cult classic yang masih tidak akan pernah ada habisnya bagi para penikmat film klasik.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect