‘Punisher’ merupakan album sophomore Phoebe Bridgers pada 2020 lalu. Musisi Amerika ini sempat masuk dalam tiga nominasi Grammy 2021, untuk Best Alternative Music Album, serta Best Rock Performance dan Best Rock Song untuk lagu ‘Kyoto’.
Masih membawakan materi musik dalam spektrum indie rock dengan konten yang suram, Bridgers tak sekadar main aman. Tetap ada kualitas dan intisari baru yang disampaikan melalui album keduanya ini.
Pada 2017, Phoebe Bridgers debut dengan ‘Stranger in the Alps’ yang mengangkat tema seputar trauma. ‘Punisher’ seakan menjadi atribut baru bagi Bridgers untuk menghadapi berbagai permasalahan internal maupun eksternal yang dialaminya.
‘Punisher’ diproduksi bersama Tony Berg dan Ethan yang juga membantu Bridgers pada album debutnya tiga tahun sebelumnya. Ia juga berkolaborasi dengan Julien Baker, Lucy Dacus, Christian Lee Huston, Jim Keltner, Blake Mills, dan Conor Oberst.
The Gist: Dikutip dari The New Yorker, Phoebe Bridgers memikirkan Joan Didion, penulis asal California, selama menulis ‘Punisher’. Sama seperti Didion, Bridgers menyikapi kehidupan dengan senyuman sinis dan kemuraman dalam albumnya kali ini.
Materi musik yang suram, sedih, dan gelap masih menjadi zona nyaman dimana Bridgers bereksplorasi. Namun, selalu ada berbagai sikap yang ditunjukan seseorang dalam menghadapi kehidupan dengan pesimisme sekaligus merasakan “kenyamanan” dalam situasi tersebut. ‘Punisher’ menjadi wadah dimana mengekspresikan perasaan frustasi akan kehidupan yang tak mampu diucapkan dengan bahasa umum dan air mata biasa.
‘Punisher’ adalah “tangisan” dan manifestasi dari mati rasa, sesuai pernyataan Phoebe Bridgers dalam rilisan press-nya. Secara gambaran besarnya, album ini berisi lagu-lagu dengan lirik seputar disosiasi, konflik internal dan eksternal, serta melihat kehidupan sebagai perjalanan menuju akhir dari segalanya. Materi demikian semakin dilontarkan dengan berani oleh musisi-musisi masa kini, salah satunya Phoebe Bridgers. Bagaimana topik yang suram tentang kehidupan disikapi dengan kesinisan serta kepasrahan.
Dalam single ‘Kyoto’, Bridgers bercerita tentang pengalaman disosiasi ketika tour di Jepang. Kunjungan ke Jepang merupakan impian terbesar Bridgers, namun ia justru mengalami kesulitan untuk menikmati semuanya selama berada di sana. ‘Moon Song’, ‘Savior Complex’, dan ‘Gracetoo Land’, menjadi trilogy track dengan satu kisah yang sama; yaitu perjuangan sulit ketika jatuh cinta dengan orang yang membenci dirinya sendiri.
Dalam ‘Chinese Satelite’ ia bicara tentang kepercayaan, ‘I See you’ menjadi syair kisah patah hati di masa lalu. Bridgers juga menulis lagu tribute untuk idolanya, Elliott Smith, kemudian ‘I Know the End’ menjadi track penutup tentang akhir dunia.
Sound Vibes: Bicara tentang produksi musik dan kualitas vokal, Phoebe Bridgers jelas mengalami akselerasi yang patut dipuji dalam ‘Punisher’. Album ini bisa dikategorikan dalam genre indie rock, emo-folk, dan indie folk. Track seperti ‘Garden Song’ dan ‘Halloween’ menjadi lagu dengan aransemen folk yang khas dengan petikan gitar akustik lembut. Begitu pula dengan tiga track yang saling berkaitan, ‘Moon Song’, ‘Savior Complex’, dan ‘Gracetoo Land’.
Awalnya ‘Kyoto’ ingin diproduksi sebagai musik ballad, namun pada titik tersebut, Bridgers mengaku ia mulai muak menulis lagu lembut. ‘Chinese Satellite’ dan ‘I See You’ juga menjadi track-track yang memberikan sedikit percikan alternative dengan gitar elektrik yang upbeat dalam ‘Punisher’.
‘I Know the End’ menjadi penutup album ‘Punisher’ yang tidak akan dilupakan oleh pendengarnya. Phoebe Bridgers mengaku bahwa ia terinspirasi dengan ‘Welcome to the Black Parade’ dari My Chemical Romance dalam menentukan aransemen musik untuk lagu ini. Ia ingin menyajikan genre dan komposisi yang mengalami transisi tiba-tiba dalam musiknya. Berawal dari lagu yang terdengar ballad, ‘I Know the End’ diakhiri dengan full band, brass, dan teriakan yang hiruk pikuk.
‘Punisher’ juga memiliki versi ‘Copycat Killer’ dengan empat track pilihan yang diaransemen dengan musik orkestra bersama Rob Moose. Empat track tersebut adalah ‘Kyoto’, ‘Chinese Satellite’, ‘Punisher’, dan ‘Savior Complex’.
Best Tracks:
‘Kyoto’ menjadi breakthrough track yang sukses dari Phoebe Bridgers. Karena akhirnya ia mencoba untuk memproduksi musik yang sedikit upbeat, meski liriknya masih memiliki tema yang suram. Bisa dibilang lebih sesuai dengan konsep album ini dengan sikap sinisnya pada topik-topik yang suram.
‘Savior Complex’ juga menjadi lagu ballad terbaik dari trilogy track dalam album ini. Tak hanya memiliki lirik yang menggambarkan isu ‘savior complex’ dengan menawan, dengan alunan musik folk yang berpadu dengan string instrumen yang lembut.
‘Punisher’ juga menjadi track tribute terbaik, dengan alunan musiknya yang dreamy dan liriknya yang personal. Kemudian ‘I Know the End’ juga patut diapresiasi sebagai track terbaik dalam album ‘Punisher’. Berhasil menutup album dengan klimaks yang berkesan. Jika Phoebe Bridgers akhirnya diperhitungkan sebagai salah satu musisi terbaik era ini, hal tersebut karena apa yang ia ciptakan dalam album ‘Punisher’.