Connect with us
Nasty Cherry: The Movie EP Album ReviewNasty Cherry: The Movie EP Album Review
Photo Credit: Georgia Mitropoulos

Music

Nasty Cherry: The Movie EP Album Review

Menyingkirkan faux-punk dan mengadopsi irama alt-pop, Nasty Cherry kembali dengan ‘The Movie.’

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

‘The Movie’ menjadi mini album penerus kesuksesan ‘Season 1’ dan ‘Season 2’. Tidak itu saja, Nasty Cherry mengadopsi suara baru untuk mini album ini; memperlihatkan dedikasi mereka pada musik alt-pop yang sebelumnya hanya ada di latar belakang.

Tahun 2018 lalu, Charli XCX membuat gebrakan dengan memilih secara langsung 4 member untuk membentuk badass band. Mereka, yang saat itu asing satu sama lain, ditempatkan di rumah yang sama dengan kru kamera. Kemudian ditampilkan dalam Netflix docuseries ‘I’m With The Band’.

Pendekatan yang tidak biasa ini rupanya berhasil. Band yang terdiri atas gitaris Chloe Chaidez, Gabbriette Bechtel sebagai vokalis, bassist Georgia Somary, dan drummer Debbie Knox-Hewson tidak saja menunjukkan chemistry solid. Mereka pun membuktikan sanggup menelurkan karya dengan musikalitas jauh dari kata mengecewakan.

‘Season 1’ dan ‘Season 2’ menjadi dua EP pertama yang dirilis masing-masing pada 2019 dan 2020. Nasty Cherry menyuntikkan irama faux-punk berpadu semangat sassy Girls Aloud dan anthem ala Sky Ferreira. Bops seperti “Brain Soup” dan “I Am King” membuktikan Nasty Cherry sanggup menjadi coolest girls at the party dalam konteks girl band punk.

Hampir satu tahun setelah perilisan ‘Season 2’, Nasty Cherry kembali bertemu di studio rekaman bersama sang mentor, Charli XCX. Mereka meramu single “Her Body”, yang akhirnya berkembang menjadi EP dengan tambahan 4 track lain.

Dalam pernyataannya, Nasty Cherry menyebut ‘The Movie’ sebagai album mengenai cinta dan persahabatan. Tema yang memang tidak asing lagi untuk diangkat oleh pop-rock band; dan memang, untuk album ini Nasty Cherry meninggalkan irama faux punk yang mendominasi diskografi mereka sebelumnya. Mengganti sisi badass dengan gebukan drum dan synth bass dalam genre pop-rock yang lebih dinamis.

Upaya yang terbukti berhasil dilakukan. ‘The Movie’ mewujud dalam album pop-rock dengan elemen musik rock lebih tegas. Meski Gabbriette Bechtel dan kawan-kawan rupanya tidak mau terpaku dalam kotak-kotak genre tersebut, dan menyertakan alternatif musikalitas lain dalam album ini.

Distorted riff mengiringi track pertama, “Six Six Six”. Melodi gitar dan vokal seolah berserakan tidak pada tempatnya. Namun justru membuat track pembuka ini terdengar begitu charming. “Six Six Six” mengusung irama alt-pop dengan semangat free spirit yang sangat khas Nasty Cherry. Lirik “Drag me to hell/ drag me to heaven” yang diulang-ulang menunjukan bagaimana band ini cukup memiliki percaya diri untuk menjadi representasi musik alt-pop di era modern.

Track yang ditulis bersama Charli tersebut mengambil inspirasi dari The Cure dan Jessica Simpson—satu kejutan tidak terduga dari balik layar proses kreatif lagu ini.

“What’s The Deal” menginjeksikan permainan melodi dengan synth lebih padat. Sedangkan gitar solo menjadi klimaks memuaskan.

Diantara 5 lagu dalam tracklist ‘The Movie,’ “What’s The Deal” menjadi salah satu paling smooth. “I know you get annoyed when I cry and now I’m calling for the hundredth time” raung Bechtel dalam iringan breezy gitar. Instrumen di latar belakang mencuri spotlight sang vokalis dan dengan mudah menjadi earworm bagi pendengarnya.

Satu lagi track catchy dan menarik dari ‘The Movie’: “Her Body.” Dirilis sebagai single awalnya, “Her Body” digarap oleh Nasty Cherry bersama Charli. Track lofi-jam ini menarasikan mengenai balas dendam kepada sang kekasih yang berkhianat. Nasty Cherry juga menggambarkan dengan tepat bagaimana perasaan terkhianati.

Kekecewaan, sejuta pertanyaan, penyangkalan, hingga rasa tidak percaya dinarasikan secara apik melalui vokalisasi Bechel: “How’s that working out for you? / Jumping between two bedrooms?”

Nasty Cherry menyertakan berbagai elemen berbeda dalam “Her Body.” Irama lofi, yang sepertinya akan segera menjadi tren, berpadu hazy synths nan menggoda.

Penulisan lirik apik diperlihatkan pula melalui track berikutnya: “All In My Head”. Kali ini Nasty Cherry menarasikan kerinduan masa-masa di awal hubungan. Sebelum percintaan menjadi dingin dan bara asmara memadam: “Hands on my waist and fingers running through hair / Yeah, I know that it’s all in my head.”

Setelah dua track sebelumnya, “All In My Head” memang seolah kehilangan klimaks. Meski masih layak didengarkan dan jauh dari sisi skippable.

“Lucky” merupakan sisi friendship dari tema relationship dan friendship yang diangkat ‘The Movie.’ Kulikan instrumen gitar nan manis dengan ketukan drum yang memburu mengiringi lagu mengenai persahabatan dan sisterhood. “Even if burned at the stake / We’re holding hands through the flames” menjadi mantra yang menjanjikan hubungan mendalam serta koneksi antar member band di Nasty Cherry.

Bila ‘Season 2’ masih memiliki signature suara dan musikalitas Charli XCX sebagai mentor; ‘The Movie’ mulai memperlihatkan identitas Nasty Cherry. Tidak saja dengan diadopsinya genre pop-rock, yang awalnya hanya menjadi lapisan pada album faux-punk ‘Season 1.’ Ditambah penulisan rangkaian lirik yang semakin terdengar raw dan jujur.

Nasty Cherry memang masih jauh dari membuat gebrakan di panggung musik pop-rock maupun di scene alt-pop. Band dengan 4 personil ini pun masih satu langkah menuju radio-mainstream. Walau begitu, melalui ‘The Movie’ Nasty Cherry berhasil membuktikan kualitas dan karakter musik yang dimiliki.

Green Day: Saviors Album Review

Music

The Smile: Wall of Eyes The Smile: Wall of Eyes

The Smile: Wall of Eyes Album Review

Music

The Last Dinner Party: Prelude to Ecstasy The Last Dinner Party: Prelude to Ecstasy

The Last Dinner Party: Prelude to Ecstasy Album Review

Music

Zara Larsson: Venus Zara Larsson: Venus

Zara Larsson: Venus Album Review

Music

Connect