Diadaptasi dari “A Murderer’s Guide to Memorization” karya penulis Kim Young Ha, “Memoir of A Murderer” merupakan film drama thriller dari sutradara Won Shin Yun. Dibintangi oleh Sol Kyung Gu sebagai Byung Soo, seorang ayah dengan masa lalu kelam yang mengidap Alzheimer.
Dengan instingnya sebagai mantan pembunuh berantai, Ia berusaha melindungi anak perempuannya (Kim Seol Hyun) dari kekasih barunya yang misterius (Kim Nam Gil).
“Memoir of A Murderer” kurang lebih memiliki konsep suspense dan twist ala “Memento” (2001) atau “Shutter Island” (2010), dimana kita bermain dengan keadaan mental protagonis yang cukup tricky dan bisa berkembang menjadi berbagai kemungkinan.
Konsep Penokohan Protagonis dan Metode Pembunuhan yang Menarik
Film drama thriller ini akan membawa kita menyimak memoar Byung Soo yang tumbuh menjadi pembunuh berantai. Tidak sekadar membunuh karena kecenderungan psikopat, ada latar belakang masa kecil dan motivasi yang cukup untuk membuat penonton berpihak pada Byung Soo sebagai protagonis.
Dibekali dengan penyakit Alzheimer, menjadi unsur yang menarik dan membantu keseluruhan plot berkembang menjadi sesuatu yang ambigu. Memberikan tantangan pada penonton untuk memercayai insting protagonis sebagai “kapten” dalam kisah ini.
Karena diangkat dari sebuah novel, dari adegan pembuka narasi langsung terasa berbobot. Pemilihan kata dan frasa yang digunakan memberikan narasi yang puitis dengan voice over dari aktor utama.
Sol Kyung Gu sebagai aktor utama mampu memberikan penampilan akting yang maksimal. Berbeda dengan karakter dengan riwayat membunuh pada skenario lain, Byung Soo merupakan tipe karakter yang memiliki dua sisi; yaitu sebagai seorang pelindung sekaligus pembunuh yang tega.
Mewujudkan karakter pembunuh yang telah menua dan mengalami Alzheimer dalam film ini menampilkan sebuah statement yang menarik sebagai kalimat kunci; rutinitas bisa dilupakan, namun kebiasaan tidak mudah untuk dihilangkan. Hanya dengan statement ini, hati penonton akan dipermainkan sepanjang film.
Sentuhan Drama yang Tak Pernah Ketinggal dalam Film Korea
Bagi kita penggemar film maupun serial Korea, pastinya setuju industri hiburan satu ini tidak pernah lupa memberikan sentuhan drama yang melankolis. Bahkan pada film bergenre horror maupun thriller misteri. Begitu juga pada “Memoir of A Murderer” yang memiliki plot melankolis, yaitu hubungan ayah dan anak. Sudah bukan tema yang asing di berbagai industri perfilman dunia.
Film ini masih bisa dibilang tipikal Korea drama dengan air mata dan motivasi yang sentimental. Pada akhirnya memberikan akhir cerita yang terasa cenderung ‘drama’ daripada psychological thriller. Meski ada epilog yang disematkan untuk memberikan kesan suspense, namun tidak terlalu menarik perhatian penonton untuk peduli.
Plot Twist Berlapis, Seharusnya Bisa Dipersingkat
“Memoir of A Murderer” tampak sekali berusaha keras untuk merealisasikan genre psychological thriller dengan misteri berlapis yang mempermainkan persepsi penonton.
Penokohan protagonis sudah menjadi modal yang bagus, dilengkapi dengan latar belakang dan karakter penanding yang menimbulkan ekspektasi tinggi pada penonton. Namun, usaha yang terlalu keras malah membuat plot memiliki twist berlapis dengan ritme yang kurang nyaman.
Penggemar film genre seperti ini mengharapkan cerita yang padat deskripsi, kronologis, dan fokus. Memang memberikan adrenalin dan cukup menguras hati, namun tidak terlalu menyenangkan untuk pikiran.
(Slight Spoiler)
Jika hendak mengkambing-hitamkan karakter lain, penokohan karakter tersebut harus diperhatikan dengan detail juga. Tae Ju sebagai pembunuh sandingan dalam kisah ini dari awal langsung tampil sebagai karakter yang mencurigakan. Motivasi psikotik akan membuat penonton tidak berpihak padanya.
Pada sesi ‘pemutaran fakta’ pertama kalinya, kita akan memiliki persepsi tertentu pada jalannya cerita. Namun, ketika fakta diputar lagi kedua kalinya, kita sudah tidak merasa terkejut lagi.
“Memoir of A Murderer” merupakan film thriller dengan misteri berlapis dan sentuhan drama yang khas film Korea. Konsep mind-bending yang menjadi visi dalam naskah sebetulnya sudah sangat menarik. Namun, plot twist yang lebih dari satu kali seharusnya bisa dipangkas untuk membuat film psychological thriller ini terasa lebih elegan dan fokus.
