Fundamentalist Church of Jesus Christ of Latter Day Saints (FLDS) merupakan komunitas gereja Mormon yang mengindahkan poligami, atau mereka lebih memilih untuk menyebut sebagai ‘pernikahan plural’. Komunitas ini dimulai oleh seorang yang diklaim sebagai ‘nabi’ bernama Rulon Jeffs. Setelah meninggal pada 2002, Jeffs Warren, anak laki-laki Rulon menunjukan dominasi dan mengklaim dirinya sebagai ‘nabi’ pengganti sang ayah.
Ketika kita mengira praktek poligami dan eksploitasi perempuan di FLDS tidak bisa lebih buruk lagi, Jeffs Warren membawa era baru dalam komunitas yang semakin kacau dan menarik lebih banyak korban perempuan di bawah umur.
“Keep Sweet: Pray & Obey” merupakan limited docuseries yang akan memberikan kita informasi seputar FLDS dalam empat bagian. Mulai dari gambaran umum sistem dalam komunitas, proses hukum yang pada akhirnya diterima oleh Jeffs Warren, dan cerita personal dari para mantan anggota komunitas FLDS.
FLDS Menganut Kepercayaan Bahwa Poligami Merupakan Kunci Menuju Surga
Rulon Jeffs menjadi bapak dari gereja FLDS yang memulai komunitas besar ini dengan kepercayaan bahwa; seorang pria setidaknya harus memiliki tiga istri untuk bisa masuk dalam kerajaan Tuhan. Beristri dan memiliki melahirkan banyak, menjadi kunci mengapa komunitas FLDS memiliki banyak sumber daya manusia di dalamnya. Tumbuh besar dengan doktrin agama yang kuat, Ia bahkan tak mengenal presiden mereka sendiri. Yang mereka tahu, ‘nabi’ atau pemimpin gereja ‘lah yang menjadi perantara Tuhan dan harus mereka patuhi.
‘Keep Sweet’ menjadi dokumentasi yang memberikan informasi pada penonton, bagaimana sistem komunitas FLDS secara lengkap. Mulai dari aturan berpakaian, praktek poligami, bagaimana mereka menjalani hari-hari, hingga alasan mengapa doktrin yang dianut komunitas ini sangat menindas kaum perempuan. Dibagi menjadi empat episode, pada episode pertama kita akan mengenal masa kepemimpinan Rulon Jeffs, kemudian Warren Jeffs pada episode kedua.
Menuju dua episode terakhir, “Keep Sweet: Pray & Obey” akan mempresentasikan dokumentasi yang semakin mengerikan, lebih dari sekadar praktek poligami. Dokumenter ini mungkin akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi penonton yang sensitif terhadap isu kekerasan pada perempuan, pelecehan seksual, dan tidak tercelah pada perempuan di bawah umur.
Eksploitasi Perempuan Sistematis yang Sulit untuk Diakhiri
Ada masa dimana keberadaan FLDS tidak mengusik warga sekitar, beranggapan bahwa tidak sepatutnya media mengusik cara hidup mereka. Dalam dokumenter ini, kita akan mendengar penjelasan pula dari jurnalis, pengacara, hingga staff departemen hukum di wilayah bersangkutan. Mereka ‘lah yang menjadi pihak-pihak eksternal pertama dalam mengusahakan anomali di FLDS untuk mendapatkan keadilan secara hukum. Menyelamatkan wanita dan anak-anak yang tidak tahu bahwa mereka sebetulnya adalah korban.
Meski Warren Jeffs telah divonis sebagai kriminal dan menerima hukuman penjara, FDLS masih ada hingga saat ini. Setelah memahami seberapa terorganisirnya sistem yang dijalankan oleh Jeffs dalam memanipulasi massa sebanyak itu, kita pun akan paham, tak mudah untuk meratakan komunitas ini menjadi tanah kosong. Tak mudah menyelamatkan orang korban yang tak menyadari bahwa mereka adalah korban.
Pada akhirnya, tujuan dari dokumenter ini juga cukup membingungkan untuk dibawa kemana. Jika dunia mulai peka dengan kehadiran komunitas seperti ini, lantas apa yang bisa kita lakukan? Setidaknya ada semangat dari para survivor mantan anggota FLDS yang bisa kita jadikan pelajaran. Bahwa ketika kita merasa ada sistem yang salah, mau mengatasnamakan agama atau otoritas tertentu, kita harus berani mengambil sikap untuk mengakhirinya. Jika tidak untuk keselamatan banyak orang, setidaknya untuk kedamaian batin kita sendiri.
Dokumentasi yang Kegiatan FLDS dan Mantan Anggota Komunitas
Ada pilihan yang cukup kontroversi diambil oleh dokumenter ini, yaitu menjadikan pria pelaku poligami juga sebagai narasumber. Sebagai orang-orang yang tumbuh besar di komunitas tersebut sejak lahir, beberapa dari kita mungkin bisa memaklumi situasi mereka. Namun, isu tersebut tidak terlalu dikupas secara mendalam dari sisi narasumber tertentu.
Ada satu narasumber pria tua yang mengaku memiliki dua istri, namun Ia sudah tidak lagi menjadi anggota FLDS dan kita juga bisa melihat bahwa Ia kini hanya bersama istri pertamanya. Kita hanya tahu itu, kita jadi bertanya-tanya tentang tabir dari para pria yang pada akhirnya juga menjadi korban.
Ada banyak penonton nitpicky yang sulit bersimpati pada krisis kemanusian belakangan ini. Mereka bahkan bisa menghakimi subyek yang jelas-jelas menjadi korban. Dokumenter ini terasa berat sebelah karena memberi porsi yang lebih banyak bagi korban perempuan untuk menyampaikan ceritanya.
Selain dokumentasi wawancara narasumber, ‘Keep Sweet’ menampilkan banyak dokumentasi otentik dari komunitas FLDS. Mulai dari foto hingga dokumentasi video amatir yang direkam sendiri oleh anggota FLDS. Materi tersebut menjadi pendukung nilai kredibilitas dari serial dokumenter ini.
“Keep Sweet: Pray & Obey” menjadi satu lagi serial dokumentasi kriminal yang memberikan informasi baru bagi kita. Mengandung konten yang cukup membuat penontonnya tidak nyaman, komunitas FLDS mungkin patut untuk dimunculkan lagi di media sebagai pengingat bagi masyarakat sekitar dan dunia.