Connect with us
bartleby the scrivener herman melville
Photo via kldrepro.agency

Books

Herman Melville: Bartleby Si Juru Tulis – Sebuah Cerita dari Wall Street

Cerita untuk seluruh kaum pekerja sedunia.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“Bartleby Si Juru Tulis” (judul asli: Bartleby The Scrivener) adalah salah satu karya Herman Melville yang dialih bahasakan oleh Widya Mahardika Putra dan diterbitkan pada 2017 lalu oleh Penerbit Oak. Cerita pendek yang ditulis Melville ini pertama terbit pada tahun 1856, dan terangkum dalam karya prosa terakhirnya yang berjudul “Piazza Tales”.

Herman Melville sendiri merupakan seorang penulis hebat yang lahir di New York pada tahun 1819, Ia terkenal sebagai penulis yang tidak pernah di apresiasi pada zamannya. Diantara karya-karyanya, “Bartleby Si Juru Tulis” mencuri perhatian karena bercerita tentang seorang pekerja yang selalu menolak perintah atasannya.

bartleby the scrivener herman melville

Herman Melville (Photo: Bettmann)

Aku, Kalkun, Catut, Biskuit Jahe, dan Bartleby

Sejak awal cerita “Bartleby Si Juru Tulis” menarik pembacanya dengan penamaan tokoh yang unik dan tidak lazim. Cerita dibawakan oleh seorang narator yang menyebut dirinya sebagai “Aku” seorang pengacara yang memiliki kantor biro hukum di lantai atas gedung No._ di Wall Street. Narator yang tidak mau berhenti bercerita ini adalah tipe pangacara malas yang tidak pernah bicara di depan hakim dan seseorang yang memiliki sifat cenderung mencari aman saja.

Di kantornya, Ia mempekerjakan dua orang juru tulis bernama Kalkun, dan Catut. Kalkun adalah seorang pria berbadan pendek dan gemuk berusia enam puluh tahun,Ia adalah representasi pekerja senior yang walaupun membuat kesalahan, pasti akan tetap minta dimaklumi “Usia tua itu, meski ia menodai carik kertas, kita tetap terhormat” begitu menurut Kalkun.

Sedangkan Catut adalah seorang juru tulis berusia dua puluh lima tahun yang berjanggut, pucat, dan secara keseluruhan lebih mirip seorang bajak laut. Catur mencerminkan pemuda pekerja yang terlalu ambisius, dan suka cari perhatian, walaupun begitu ia bisa diandalkan dalam pekerjaannya.

Biskuit Jahe diperkenalkan sebagai seorang pemuda rajin si pesuruh kantor yang dititipkan ayahnya untuk belajar hukum, akan tetapi Biskuit Jahe berakhir menjadi seorang juru masak yang menghasilkan kue apel untuk para pekerja lainnya.

Dan Bartleby, Seorang juru tulis baru. Ia datang dengan penampilan rapi tapi pucat, pantas namun mengundang iba, dan terlihat begitu sedih. Pada awalnya dengan semangat menggebu, Ia mengerjakan seluruh pekerjaan dengan baik tanpa henti siang ataupun malam. Akan tetapi, pada suatu hari Bartleby selalu menolak untuk mengerjakan sesuatu yang diperintahkan atasannya dengan alasan “Aku tidak mau”.

“I Would Prefer Not to”- Bartleby

“Bartleby Si Juru Tulis” pada dasarnya menceritakan seorang pekerja yang selalu menolak untuk melakukan sesuatu, di cerita ini Bartleby selalu menggunakan kalimat “aku tidak mau” pada setiap perintah yang diberikan si Aku, atasannya.

Sebenarnya kalimat “aku tidak mau” tampak kurang cocok jika dibanding dengan kalimat pada naskah aslinya “Bartleby The Scrivener” yang menggunakan kalimat “I would prefer not to”, kalimat tersebut tampak lebih menegaskan bahwa Bartleby sebenarnya mampu mengerjakan semua tugas yang diberikan atasannya, akan tetapi dia lebih memilih untuk tidak mengerjakannya karena tidak ingin.

Bartleby Si Juru Tulis

Bartleby dan Paradoks Nihilisme

Beberapa pendapat menerjemahkan kalimat ajaib Bartleby “I would prefer not to” adalah sebuah kritik pada budaya kerja yang terlalu mengekploitasi pekerjanya. Latar tempat pada cerita ini adalah Wall Street yang merepresentasikan bursa perdagangan dan finansial dunia berputar, dimana para pekerja kerah putih bekerja sepanjang hari untuk mencari penghidupan.

Bartleby hadir sebagai antitesis budaya kerja yang serba cepat, penuh ambisi, dan memprioritaskan pencapaian-pencapaian tinggi. Ia percaya nihilisme, bahwa hidup tidak memiliki nilai objektif, universal, dan inhern, dan sebagai konsekuensi langsung akan membawa kita melihat realitas yang apa adanya: keberadaan acak, irasional, dan kacau, dan menyadari peran kita hanya sangat kecil.

Pengakuan kekosongan Bartleby dalam kalimat “I would prefer not to”, menjadi teramat bermakna, seperti menegaskan bahwa pengakuan atas kekosongan, kehampaan adalah sesuatu yang benar-benar mengerikan dan seolah-olah menjelaskan bahwa “Saya lebih suka untuk tidak melakukannya, tapi saya akan melakukannya jika Anda bisa meyakinkan saya, karena itu tidak masalah”.

Bartleby adalah orang yang menjengkelkan tetapi tampak begitu murung dan pantas dikasihani. Si narator sempat berkata “Saya bisa memberi sedekah untuk tubuhnya, tapi tubuhnya tidak sakit, jiwanya sakit, dan aku tidak bisa menjangkau jiwanya.”

Bagaimana Bartleby Hidup dalam Jiwa Para Pekerja Sampai Saat Ini

Cerita pendek sepanjang 78 halaman ini ditulis lebih dari 150 tahun yang lalu. Tetapi, Representasi bartleby sebagai pekerja yang bingung mengenai “hal apa yang sebenarnya saya kerjakan?” atau “Apakah kamu dipaksa untuk melakukan sesuatu, atau memilih menentukan nasibmu sendiri?”. Bartleby sebenarnya adalah kita yang kebingungan, Bartleby adalah manusia pada umumnya.

Bartleby adalah dasar dari dunia yang ideal, dan yang setiap manusia harus lakukan. Pendapat mengenai “jika setiap orang bermeditasi, maka dunia akan menjadi tempat yang lebih baik”. Begitu pula pada dunia kerja, Bartleby akan mengingatkan kita bahwa dalam bekerja kita juga memiliki cinta kasih, martabat, dan kedamaian.

Secara keseluruhan “Bartleby Si Juru Tulis” karya Herman Melville ini berhasil dalam usahanya mengangkat satir dunia kerja yang hectic, juga pandai mengolok-ngolok kaum pekerja kerah putih dengan gaya yang menjengkelkan tetapi memikat.

Ernest Hemingway Ernest Hemingway

Ernest Hemingway: The Old Man and the Sea Review

Books

Buku Memperingati Hari Kartini Buku Memperingati Hari Kartini

Mengenal Sosok Kartini dari Sederet Bacaan yang Mengisahkan Pejuangan Hidupnya

Books

Han Kang: Human Acts Han Kang: Human Acts

Han Kang: Human Acts Review

Books

24 Jam Bersama Gaspar, Sabda Armandio 24 Jam Bersama Gaspar, Sabda Armandio

Sabda Armandio: 24 Jam Bersama Gaspar

Books

Connect