Ernest Hemingway adalah novelis Amerika yang dikenal sebagai salah satu penulis yang banyak menebar inspirasi bagi banyak penulis dunia lainnya. Gabriel Garcia Marquez, novelis “Love in the Time of Cholera” sempat berseloroh bahwa, Hemingway merupakan seorang maestro dalam dunia kepenulisan.
Melalui karya fenomenalnya, ‘The Old Man in the Sea” Hemingway menciptakan teknik menulis yang bisa mendorong kemampuan penulis lain dalam menghasilkan karya-karya besar berikutnya.
Sebuah Karya yang Melambungkan Nama Hemingway
‘The Old Man and the Sea” adalah satu dari sekian banyak karya Hemingway yang menjadi perhatian dunia. Banyak nilai-nilai kehidupan tersebar disepanjang cerita, Hemingway membuat simbol melalui kisah perjuangan seorang lelaki tua yang mencari ikan di laut lepas.
Karya ini kemudian mengantarkan Ernest Hemingway memenangkan penghargaan Pulitzer pada tahun 1953. Di tahun yang sama, Hemingway juga mendapat Award of Merit Medal untuk novelnya dalam American Academy of Letter. Dan puncaknya adalah penghargaan Nobel Sastra di tahun 1954.
Bercerita tentang Manusia yang Berhasil Mengatasi Penderitaannya
Lelaki tua bernama Santiago berlayar ke laut selama 84 hari walaupun selalu gagal mendapatkan ikan. Di hari ke-85, perjalanan Santiago masih penuh harapan untuk keberuntungan-keberuntungan yang hanya ada dalam angan banyak orang.
“Delapan puluh lima adalah angka keberuntungan, kamu akan merasa senang jika melihatku berhasil membawa pulang seekor ikan dengan berat lebih dari seribu pound” Ujar Santiago kepada Manolin, sahabatnya.
Santiago adalah orang terakhir yang mempercayai bahwa kuatnya perjuangan, akan berbanding lurus dengan hasil yang didapatkan. Sebelum mengarungi lautan seorang diri, di empat puluh hari pertama Santiago sebenarnya selalu pergi berdua dengan Manolin, bocah yang selalu menemani Santiago berbicara tentang baseball. Namun, karena selalu gagal mendapatkan ikan, orang tua Manolin mencegahnya berlayar kembali dengan Santiago.
‘The Old Man and the Sea” merangkum penderitaan Santiago berjuang seorang diri di laut lepas menghadapi seekor ikan besar. Kisah ini adalah gambaran tentang bagaimana ia bertahan, menyerah, gagal, memulai harapan lagi, dipatahkan oleh takdir, dan mencoba mengatasi penderitaannya dengan lapang dada.
Banyak simbolisme tentang arti hidup yang tersebar di seluruh halaman buku ini. Pada intinya, kisah si tua Santiago bukan hanya tentang seorang lelaki tua yang menghadapi seekor ikan besar dan laut saja, tapi mengarah ke semesta persoalan hidup manusia pada umumnya.
Kisah dengan Penggambaran Situasi yang Sempurna
‘The Old Man and the Sea” ditulis dengan narasi deskriptif yang mendetail, Hemingway mampu menenun banyak kejadian-kejadian kecil sebagai dasar pembuatan skenario sederhana namun menarik, ia bisa menggambarkan situasi yang mampu membangun imajinasi pembaca langsung pada potongan adegan dalam buku.
Seperti bagaimana saat Santiago merasakan kram di tengah laut atau ketika ia harus mengarungi lautan selama empat hari ditengah cuaca yang buruk. Semua kalimat yang digunakan, baik dalam bentuk pengulangan atau improvisasi artistik benar-benar mencakup informasi tentang perjuangan manusia yang lebih besar. Situasi yang ditampilkan dalam potongan-potongan kejadian yang dialami Santiago di tengah laut adalah realitas kekacauan yang memang terjadi di kehidupan manusia.
Dikotomi atas Perasaan Bersalah dan Sebuah Tugas yang Harus Dijalani
Beberapa pandangan Santiago tentang kemanusiaan juga diperlihatkan secara eksplisit melalui percakapan-percakapan unik dengan diri sendiri atau semua elemen yang berada di dekatnya, misalnya Santiago akan mengutuk tangannya sendiri yang terluka dan kram saat sedang berada di keadaan genting “tangan macam apa itu? Silakan kram semaumu”. Namun setelah itu ia kembali menyadari bahwa dirinyalah yang terlalu memaksakan tangan bekerja lebih keras pada malam hari.
Pembaca juga akan diperlihatkan sisi lain dari seorang manusia, pelaut yang pekerjaannya menangkap ikan secara kontras bisa mengaduk-aduk perasaan sentimentil seperti rasa bersalahnya pada seekor ikan.
“Aku lelaki tua yang lelah, tetapi aku telah membunuh ikan ini yang juga saudaraku, dan sekarang aku akan melakukan pembantaian”
”The Old Man and the Sea” banyak menebar rasa kesepian melalui simbol percakapan-percakapan Santiago dengan seekor ikan, kekesalannya dengan keadaan tangan atau sebuah nasehat kepada seekor burung.
“istirahatlah burung mungil, lalu lanjutkan perjalananmu dan ambil kesempatan dalam hidup seperti yang dilakukan oleh manusia atau burung atau ikan di manapun”.
Rasa kesepian Santiago ditengah laut mencapai puncaknya ketika ia pada akhirnya merindukan sosok sahabatnya, Manolin.
Kisah Hidup Ernest Hemingway
Selain mendapatkan julukan maestro dari Gabriel Garcia Marquez, Ernest Hemingway juga dijadikan idola oleh J.D Salinger penulis novel “The Catcher in the Rye”. Banyak juga penulis lokal yang terinspirasi dengan gaya kepenulisan Hemingway, misalnya A.S Laksana atau Mochtar Lubis.
Ernest Hemingway lahir di Oak Park Illinois, United States pada tanggal 21 Juli 1899, ia menjalani masa kecil yang sulit karena harus berhadapan dengan seorang ayah yang kasar dan seorang ibu yang sering mendandaninya seperti seorang perempuan.
Semasa hidupnya, Hemingway sudah menghasilkan tujuh buah novel, enam kumpulan cerpen, dan dua karya non fiksi. Selain ”The Old Man and the Sea” Hemingway juga dikenal karena karyanya yang berjudul “The Sun Also Rises”.
Akhir hidup Hemingway direnggut oleh diri sendiri dengan sebuah pelatuk yang ditembakkan ke kepala. Ia menutup usia pada umur ke-62 meninggalkan warisan karya-karya yang menjadi budaya sastra dunia.
Pada akhirnya, kisah Ernest Hemingway dan ”The Old Man in the Sea” bisa menjadi bahan renungan untuk umat manusia, banyak hal baik yang ditinggalkan disamping kematiannya yang kontroversial.