Pada tanggal 21 April setiap tahunnya, Bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai bentuk penghormatan pada sosok pahlawan nasional yang dikenal karena jasanya memperjuangkan hak-hak kaum perempuan.
Dalam perjalanan hidupnya, Raden Ajeng Kartini tidak hanya fokus pada upaya mensetarakan hak perempuan agar sejajar dengan laki-laki, namun banyak sekali gagasan cemerlang yang dimilikinya. Ideologi dan cara berpikir R.A Kartini tertuang dalam berbagai macam tulisan baik karya pribadinya maupun dari penulis lain yang merangkum kisah hidup dan perjuangannya.
Berikut adalah buku-buku yang mengisahkan upaya R.A Kartini untuk mewujudkan kesetaran para perempuan agar dipandang setara dengan kaum laki-laki, juga peranannya menentang tindakan kesewenang-wenangan sistem feodal.
Habis Gelap Terbitlah Terang – R.A Kartini
R.A Kartini adalah seorang anak yang lahir dari kalangan priyayi Jawa. Pada masanya, Ayah Kartini adalah seorang patih yang juga Bupati Jepara, Jawa Tengah. Kartini memiliki keberuntungan karena bisa mempelajari bahasa Belanda di Europeesche Lagere School (ELS) hal tersebut yang mengantarkan Kartini pada kecintaannya pada dunia literasi.
Pola pikir Kartini tentang pentingnya kesetaraan bagi kaum perempuan terbentuk dan ditulis dalam surat-surat yang menjadi permulaan lahirnya buku berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Pada september 1904, di tahun ketujuh setelah kepergian Kartini, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda, Mr. J.H Abendanon yang juga merupakan sahabat karib Kartini menerbitkan surat-surat Kartini menjadi sebuah buku berjudul “Door Duisternis tot Licht” yang memiliki arti “Dari Kegelapan menuju Cahaya”.
Hingga pada tahun 1922 Balai Pustaka menerbitkan buku kumpulan surat Kartini tersebut dalam Bahasa Melayu dan diberi judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku tentang buah pikir Kartini kemudian bisa dibaca dan menginspirasi banyak perempuan di Indonesia dan dunia.
Panggil Aku Kartini Saja – Pramoedya Ananta Toer
Penulis asal Blora yang terkenal lewat tetralogi pulau buruh, Pramoedya Ananta Toer pernah menerbitkan buku berjudul “Panggil Aku Kartini Saja”. Buku yang terbit dalam dua jilid tersebut pernah menjadi bahan rampasan saat zaman orde baru. Mengisahkan tentang sejarah perempuan di Indonesia yang lahir dan besar melalui pola pikir progresif R.A Kartini.
Buku “Panggil Aku Kartini Saja” ditulis oleh Pramoedya sebagai bahan kajian bahwa pandangan progresif Kartini tentang kesetaraan gender bukan hanya didapat dari pertukaran ide dan gagasan dengan teman-teman Eropa-nya saja, melainkan hasil manifestasi dan respon Kartini terhadap lingkungan diskriminatif yang ada di sekitarnya.
Fakta-fakta tentang Kartini yang lahir dari istri kedua seorang Bupati dan tinggal terpisah dari kediaman sang ayah, hal tersebut menuntun Kartini pada kerinduannya atas dunia ideal dimana kedudukan semua orang adalah setara. Dalam buku ini, Pramoedya menegaskan bahwa Kartini melebihi seorang pejuang perempuan, melainkan sebagai seorang pejuang nasionalisme dan penentang paham feodalisme.
Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904 – R.A Kartini
“Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904” merupakan sebuah buku yang merangkum surat-surat yang ditulis oleh R.A Kartini dalam kurun waktu lima tahun masa hidupnya (1879-1904). Buku ini sangat mengesankan karena menggambarkan kecerdasan seorang perempuan Indonesia pada masa peralihan abad ke-20 yang bisa memiliki gagasan begitu besar tentang issu poligami, tekanan pernikahan, dan keterbukaan pikiran serta pendidikan kaum perempuan.
Pemikiran Kartini dalam buku “Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904” masih sangat relevan dengan keadaan sosial di Indonesia sampai sekarang, tidak heran jika orang-orang meyebut Kartini sebagai perempuan muda yang memiliki pemikiran yang progresif.
Kartini, Kisah yang Tersembunyi – Aguk Irawan
Aguk Irawan membawa kisah R.A Kartini dalam sebuah biografi yang disajikan dalam bentuk cerita. Dengan detail-detail ilustrasi perbincangan dan suasana yang terjadi pada masa lampau “Kartini, Kisah yang Tersembunyi” bisa membawa para pembaca hanyut dalam kisah hidup seorang Kartini.
Dalam buku ini, Aguk Irawan memunculkan cara berpikir Kartini melalui perjuangan-perjuangannya sebagai seorang perempuan yang hidup di lingkungan feodal dan patriaki. Kartini berjuang melawan ketidakadilan yang dialami para perempuan dengan menggunakan senjata surat-surat yang ditulisnya sehingga bisa menginspirasi dunia melalui cara pandangnya tentang kesetaraan gender.
Tidak hanya mengulas tentang kisah perjuangan Kartini, di buku ini juga diceritakan bagaimana akhirnya Kartini bisa berakhir menerima sebuah poligami. “Kartini, Kisah yang Tersembunyi” bisa membawa para pembaca untuk menganalisa pemikiran kritis seorang perempuan muda bernama Kartini.
Pada akhirnya dari bait lagu yang bertajuk “Ibu Kita Kartini” yang berbunyi:
Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendekar Kaumnya
Untuk Merdeka
Sebagai bangsa yang besar atas jasa pahlawan, kita bisa menghargai perjuangan Kartini bukan hanya sebatas mengagumi buah pikirannya tentang kesetaraan perempuan, namun lebih jauh dari itu, Kartini adalah sosok yang mengajak semua orang untuk merdeka dari segala hal yang tidak adil dan semua hal yang memiliki unsur penindasan, seperti kesewenang-wenangan dan ketidaksetaraan yang dialami oleh sebagian orang.