“Gadis Kretek” merupakan serial period drama Indonesia paling antisipatif 2023. Serial nomor satu di Netflix Indonesia satu ini merupakan adaptasi dari novel Ratih Kumala pada 2012, disutradarai oleh Kamila Andini dan Ifa Isfansyah. Selain promosinya yang niat sebagai serial lokal, “Gadis Kretek” juga tayang perdana di Busan International Film Festival pada Oktober kemarin.
Mengawali episode di Jakarta pada tahun 2000an, Lebas (Arya Saloka) ditugaskan oleh ayahnya yang sedang sakit keras untuk menemukan wanita bernama Jeng Yah. Melalukan penelusuran hingga ke Museum Kretek di Jawa, Lebas bertemu dengan Arum (Putri Marino).
Setelah melihat ada hubungan yang terjalin di antara keluarga mereka di masa lalu, mereka pun melakukan penelusuran bersama untuk mengungkap kisah di antara Soeraja (Ario Bayu), ayah Lebas dan Dasiyah, perempuan yang memiliki bakat spesial dalam meracik kretek.
Kisah Cinta, Sejarah Tragis, dan Rahasia Kretek Terbaik
“Gadis Kretek” merupakan serial dengan total 5 episode saja. Dengan plot maju-mundur antara investigasi Lebas dan Arum di tahun 2000an, dengan kisah Dasiyah dan Soeraja di era 1960an. Narasi ini dipertemukan melalui buku harian dan surat-surat dari masa lalu yang ditemukan oleh Lebas dan Arumi. Dengan estimasi durasi episode 40-70 menit, serial ini memiliki pacing yang sudah tepat. Tidak ada episode filler, padat narasi, editing antar adegan flashback-nya juga sudah rapi.
Setiap elemen genre yang ada dalam “Gadis Kretek” juga dipresentasikan dengan pemahaman maksimal. Mulai dari latar sejarah dengan gejolak politik di Indonesia pada masa tersebut, percintaan antara Dasiyah dan Soeraja, hingga eksplorasi dunia bisnis kretek pada masanya.
Dasiyah sebagai karakter titular juga memiliki penokohan dan kisah yang sangat berkesan. Ia adalah perempuan berbeda dari perempuan pada umumnya di era tersebut. Dasiyah memiliki minat dan bakat dalam proses pembuatan Kretek karena dari kecil sudah tertarik dengan bisnis kretek ayahnya. Ia ingin menjadi peracik saus kretek terbaik. Namun pada masanya, profesi tersebut dilarang keras untuk perempuan.
Kisah cinta Dasiyah dan Soeraja bukan tipikal drama periode yang mengumbar mesra. Ada pesona melihat Soeraja mencintai Dasiyah dengan kepribadian dan mimpinya yang berbeda dari perempuan pada masa tersebut. Plot persaingan bisnis kretek antara Idroes (Rukman Rosadi), ayah Dasiyah, dengan Soedjagad (Verdi Solaiman) juga menjadi kisah penuh intrik yang tak kalah menarik.
Kalau sudah berlatar di era 1960an, cukup banyak drama Indonesia akan berujung pada peristiwa G30S PKI. Meski pada serial ini dipresentasikan secara implisit, penonton Indonesia pasti langsung paham peristiwa bersejarah tersebut yang sedang terjadi.
Produksi Latar Indonesia Era 60an dan 2000an yang Otentik
Novel “Gadis Kretek” populer karena kualitas riset sejarahnya, semangat tersebut dilanjutkan oleh serial adaptasinya ini. Menonton serial ini benar-benar membangkitan nostalgia dari era-era yang telah berlalu di Indonesia. Mulai dari era 2000an, detail seperti ponsel, pager, transportasi, hingga layout Jakarta pada era tersebut bisa kita rasa kembali di layar.
Jangankan era 2000an, yang lebih sulit pastinya membangkitkan latar era 1960an. Disini baru kita bisa melihat produksi yang lebih detail dan terlihat mahal. Mulai dari pilihan busananya, pada era inilah tata busana dalam “Gadis Kretek” paling memukau.
Kita akan melihat Dasiyah yang statusnya dari keluarga terhormat, tampil dalam batulan kebaya hitam sederhana, namun sangat cantik dengan aksen-aksen emas yang menjadi ciri khasnya sepanjang episode. Ibunya, Roemaisa (Ine Febriyanti) juga selalu memiliki penampilan on point sebagai istri pengusaha kretek sukses dengan perhiasannya.
Kemudian menghadirkan properti dan aset untuk pabrik kretek, semuanya terlihat detail dan otentik. Kita belum pernah melihat serial Indonesia dikerjakan dengan level desain produksi sebagus ini sebelumnya. Sedikit kekurangan, namun tidak cukup mencolok untuk mengganggu adalah pilihan soundtrack-nya. Banyak yang berhasil mendukung adegan, namun masih ada beberapa yang terlalu modern, sedikit merusakan suasana pada adegan tertentu khususnya pada adegan era 1960an.
Penampilan Aktor-Aktor Papan Atas Indonesia yang Berkesan
Naskah sudah bagus, produksinya juga mantap, semuanya tidak akan sempurna tanpa penampilan aktor-aktor yang profesional. Putri Marino sebagai karakter berasal dari Jawa aksen medoknya sangat luwes. Ini penampilan yang benar-benar beda dari sang aktris. Chemistry-nya dengan Arya Saloka dengan Lebas juga memikat untuk diikuti. Meski kita selalu tak sabar melanjutkan kisah Dasiyah dan Soeraja, adegan-adegan Lebas dan Arum berhasil menjadi semacam pengantar cerita bagi penonton. Hubungan platonik mereka tetap berkesan meski tanpa sentuhan romansa. Lelucon sebagai variasi dalam interkasi mereka juga diselipkan dengan pas.
Dian Satrowardoyo pastinya menjadi primadona dalam “Gadis Kretek”. Dasiyah memiliki segalanya untuk menjadi karakter perempuan yang menarik dalam latar ceritanya. Ini bukan pertama kalinya Dian Sastro memerankan sosok wanita yang berusaha menentang adat. Sebelumnya ia juga sukses memerankan R. A. Kartini dalam biopik “Kartini” (2017). Jadi, memang terbukti kualitas aktris ini dalam karakter-karakter perempuan Indonesia yang ikonik.
Dian Sastro juga berhasil bekerja sama dengan Ario Bayu untuk melahirkan chemistry antara Dasiyah dan Soeraja. Secara keseluruhan aktor-aktor yang terlibat dalam “Gadis Kretek” menampilkan akting yang berkualitas.
“Gadis Kretek” patut dinobatkan sebagai serial terbaik Indonesia 2023. Ini juga telah menciptakan standar baru dalam produksi serial Indonesia, bahwa kita bisa membuat serial yang terlihat mahal dan pastinya setara dengan kualitas ceritanya.
Romansa dan latar sejarah negara memiliki potensi besar, tidak kalah dengan produksi-produksi period drama dari barat. “Gadis Kretek” telah menjadi buktinya. Kini tinggal menanti produser-produser lokal yang benar-benar niat mendukung perkembangan hiburan dengan tema ini.