Connect with us
Fever Dream
Netflix

Film

Fever Dream Review: Rasa Khawatir Seorang Ibu akan Anaknya sebagai Materi Misteri

Film misteri bernuansa art house yang menuntut kesabaran dan pemahaman penonton.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“Fever Dream” merupakan film Spanyol yang diadaptasi dari novel berjudul “Distancia de Rescate”, yang jika diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebetulnya memiliki arti ‘Rescue Distance’.

Di dalam filmnya, kita akan melihat Amanda (Maria Valverde) menyebutkan frasa tersebut, untuk mengungkapkan kegelisahannya dalam melihat anaknya, Nina, dari kejauhan. Ia merasa bahwa anaknya bisa saja dalam bahaya setiap saat dan Ia harus selalu siap untuk menyelamatkan. Begitu pula yang dirasakan oleh kebanyakan orang tua, terutama seorang ibu.

Dibalut dengan sentuhan misteri dan supranatural, “Fever Dream” hendak mengangkat materi ‘kekhawatiran seorang ibu anaknya’ sebagai ketakutan yang bersifat horor, sama seperti dengan novelnya.

Diceritakan Amanda bersama Nina adalah orang kota yang sedang berlibur di sebuah desa. Ia bertemu dengan Carola (Dolores Fonzi), sesama ibu yang sayangnya tidak lagi mencintai anak laki-lakinya, David (Emilio Vodanovich).

Fever Dream

Kisah Amanda dan David yang Jauh dari Dugaan Awal Penonton

“Fever Dream” disajikan dengan plot maju mundur, kemudian diiringi dengan voice over percakapan antara Amanda dan David sebagai narasi. Sekilas, penonton setidaknya langsung bisa menarik kesimpulan sementara tentang plot dari film ini.

Tak sedikit dari kita dijamin langsung mengira bahwa David melakukan sesuatu yang buruk terhadap Amanda, seperti bagaimana Carola selama ini menganggap bahwa anaknya adalah seorang monster. Namun, kita akan dituntut untuk bersabar, menyimak cerita dengan baik, dan melihat kebenarannya hingga akhir film.

Apa yang kita kira adalah ancaman utama dalam film ini, pada akhirnya akan membawa kita pada kebenaran yang lain. Sesuatu yang mungkin tidak akan penonton duga, karena “Fever Dream” bukan tipe film yang akan memberikan penjelasan secara eksplisit.

Jangan juga terlalu cepat menarik kesimpulan dan menyimpan kecurigaan pada karakter tertentu. “Fever Dream” akan memberikan gambaran jelas tentang kisah Amanda dan David hanya jika kita menonton sampai akhir.

Pertahankan Konsep Adaptasi Novel dengan Gaya Produksi Art House Film

“Fever Dream” merupakan film adaptasi novel yang tampaknya berusaha untuk menghargai sumber materinya. Film adaptasi ini sangat kental dengan nuansa produksi ala art house yang kerap didefinisikan sebagai sesuatu yang abstrak, surreal, dan tidak terikat dengan pola naskah maupun plotting seperti film kronologis pada umumnya.

Eksekusi film ini cukup serupa dengan film adaptasi novel lainnya seperti “Shirley” (2020) dan “I’m Thinking of Ending Things” (2020). Namun tenang saja, film ini tidak sekompleks film karya Charlie Kaufman tersebut.

Dengan plotting maju mundur, dicampur dengan beberapa potongan mimpi yang abstrak, “Fever Dream” mungkin akan tampak membingungkan pada awalnya. Terutama karena masalah utama dari kisah Amanda dan David tidak jelas wujudnya hampir sepanjang film sebelum babak terakhir.

Hampir terasa kosong, kita mulai merasa hanya mengikuti liburan payah dari seorang wanita dengan anaknya, dalam rasa terisolasi dan pernikahan yang mungkin sedang diujung tanduk.

Tidak Ditujukan untuk Pasar Komersial, Film Ini Bisa Terasa Membosankan

Kebanyakan film art house memang tidak menargetkan untuk diterima oleh segmentasi komersial. Film seperti ini bukan film yang ingin kita tonton bersama teman-teman di bioskop. Bagi penonton yang tidak terlalu menyukai film bergaya art house, bisa dipastikan tidak akan puas setelah menonton “Fever Dream”.

Pertama, penonton akan mudah merasa bosan dan frustasi tanpa mengetahui apa yang sebetulnya sedang terjadi. Kedua, film seperti ini juga tidak pernah memberikan akhir yang final dan memberikan kejelasan akan nasib dari protagonisnya. Film dengan durasi satu setengah jam ini bisa terasa seperti 2 jam jika kita sedang tidak mood menonton.

“Fever Dream” pada dasarnya adalah “We Need to Talk About Kevin” namun dengan twist dan eksekusi art house film yang lebih serupa dengan “Shirley”. Bukan sesuatu yang buruk, film seperti ini hanya memiliki segmentasi yang sangat khusus.

Semakin jarang film dengan eksekusi seperti ini muncul di Netflix maupun platform film lainnya. “Fever Dream” memiliki kualitas yang cukup untuk memenuhi permintaan penggemar dalam segmentasi ini.

24 Jam Bersama Gaspar 24 Jam Bersama Gaspar

24 Jam Bersama Gaspar Review: Petualangan di Negeri Distopia Suram

Film

Damsel Damsel

Damsel Review: Aksi Menegangkan Millie Bobby Brown Melawan Naga

Film

House of Ninjas House of Ninjas

House of Ninjas Review: Laga Ninja Berlatar Thriller Spionase Modern

TV

American Fiction Review American Fiction Review

American Fiction Review: Film Satir Sajikan Prespektif Baru dari Black Culture

Film

Connect