Sejak akhir tahun lalu, mata dunia telah dialihkan perhatiannya oleh virus corona. Tiada hari tanpa memberitakan virus ini. Penyebarannya yang cepat sanggup membuat banyak negara terpaksa melakukan lockdown. Namun karena ada banyak istilah mengenai penyakit ini membuat sebagian orang merasa bingung.
Berikut ini adalah rangkuman pertanyaan-pertanyaan dan istilah mengenai virus corona yang menyebabkan penyakit COVID-19.
Apa itu Virus Corona?
Virus corona adalah nama dari keluarga besar virus yang dapat menyerang manusia maupun hewan. Perbedaan virus corona pada manusia dan pada hewan terletak pada genusnya. Virus corona pada hewan memiliki nama genus alfacoronavirus. Pada anjing, virus ini menyebabkan penyakit gastroentritis. Dampaknya anjing menjadi diare dan muntah.
Sementara pada kucing virus ini menyebabkan penyakit FIP (Feline Infectious Peritonitis). Dampaknya adalah pembengkakan perut akibat terisi cairan. Baik virus corona pada anjing maupun pada kucing tidak menulari manusia. Penyakit yang ditimbulkan pun berbeda. Virus corona pada anjing maupun kucing menyasar organ pencernaan sementara pada manusia menyasar organ pernapasan.
Manusia juga tidak bisa menularkan virus ini kepada hewan peliharaannya. Nama genus virus corona pada manusia adalah betacoronavirus. Sampai saat ini setidaknya ada lima jenis virus corona yang diidentifikasi pada manusia. Tiga yang paling terkenal menyebabkan penyakit SARS, MERS, dan COVID-19. Virus ini disebut corona yang dalam Bahasa Latin memiliki arti mahkota. Ini karena bila dilihat menggunakan mikroskop, virusnya seperti dilingkari mahkota.
Apa itu COVID-19?
COVID-19 adalah nama penyakit yang disebabkan oleh jenis virus corona yang paling baru. Virus dan penyakit ini pertama kali ditemukan di Wuhan, China. Diduga virus ini muncul pada November 2019 dan menyerang seorang lelaki usia paruh baya. Umumnya penderita akan mengalami gejala seperti demam, kelelahan, dan batuk kering alias tidak menghasilkan dahak.
Di luar tiga gejala umum tersebut, ada pula penderita yang mengeluhkan nyeri, hidung tersumbat, pilek, sakit tenggorokan, maupun diare.
Sekitar 80% dari penderita Covid-19 hanya mengalami sakit yang ringan hingga sedang dan dapat sembuh tanpa perlu perawatan khusus. Namun 1 dari 6 penderita mengalami sesak napas. Covid-19 bukan penyakit berbahaya kecuali untuk lansia dan orang-orang yang rentan karena memiliki imunitas rendah atau penyakit penyerta.
Bagaimana COVID-19 menyebar?
Covid-19 ditularkan dari seseorang yang sedang batuk atau membuang napas. Tetesan cairan dari hidung atau mulut penderita Covid-19 inilah yang mengandung virus dan dapat menulari orang lain. Bila seseorang yang sehat menyentuh wajahnya seperti mata, hidung, ataupun mulut maka virus ini dapat masuk. Inilah mengapa untuk menghindari penularan Covid-19 kita didorong untuk rajin mencuci tangan dan tidak menyentuh wajah (terutama mata, hidung, mulut). Tetesan cairan yang mengandung virus tersebut bisa saja berada di benda-benda sekitar kita sehingga dapat tersentuh oleh jari.
Para ahli juga mendorong orang-orang untuk menjaga jarak minimal 1 meter demi menghindari penyebaran virus. Ketika seseorang batuk dengan keras, tetesan cairannya (droplet) dapat “melompat” jauh sehingga terkena orang lain. Dengan menjaga jarak minimal 1 meter kita menghindari tetesan cairan dari hidung ataupun mulut orang lain. Tentu saja tetap ada risiko penularan lain misalnya melalui udara (airborne). Hal ini telah diketahui oleh WHO.
Berdasarkan penelitian terbaru dalam sebuah jurnal, virus SARS-COV-2 alias virus penyebab penyakit Covid-19 dapat bertahan di udara selama 3 jam. Selain itu virus ini terdeteksi masih berada di atas permukaan plastik maupun stainless steel 72 jam kemudian meski jumlahnya berkurang. Sementara pada permukaan tembaga, virus dapat bertahan kurang dari 4 jam. Pada kertas sendiri dapat bertahan hingga 24 jam.
Menurut dokter bedah dari Inggris, Joshua Wolrich, komunitas medis sejak awal telah menduga hal ini. Sebab virus corona yang menyebabkan Covid-19 ini masih satu keluarga dengan virus yang menyebabkan penyakit SARS. Penyakit SARS sendiri diketahui memang dapat menular melalui udara. Namun tidak perlu panik. Menjaga jarak minimal satu meter, batuk atau bersin dengan tissue, ataupun mengisolasi diri sudah cukup untuk menghindari penyebaran penyakit Covid-19.
Mengapa kita dilarang untuk berjabat tangan bila virusnya menular lewat seseorang ketika batuk?
Ini karena seseorang bisa saja batuk tanpa menutup mulutnya dengan tissue atau tekuk siku. Seseorang bisa saja batuk dan justru menutup mulut dengan tangan kosong. Ketika ia tidak mencuci tangannya, maka tetesan cairan dari mulutnya yang mengandung virus dapat tertinggal. Tanpa sadar orang ini akan menyentuh barang-barang maupun orang lain sehingga membuat virusnya tersebar ke mana-mana.
Mengapa kita harus rajin mencuci tangan?
Karena bisa saja virus ini menempel pada benda-benda yang kita sentuh dan banyak disentuh orang lain. Misalnya kenop pintu, tombol lift, tombol lampu, pegangan pada troli belanja, atau eskalator.
Saat virus ini menempel di tangan, kita akan lebih mudah tertular penyakit bila tanpa sengaja menyentuh wajah. Dengan menjaga tangan tetap bersih dan mencucinya selama 20 detik minimal satu jam sekali, kita telah mengurangi risiko penyebaran penyakit.
Apa itu social distancing?
Social distancing bila diartikan ke dalam Bahasa Indonesia adalah jarak sosial. Sebenarnya social distancing alias menjaga jarak secara sosial dilakukan sebagai solidaritas kita terhadap masyarakat. Walaupun sebanyak 80% penderita Covid-19 hanya mengalami gejala ringan hingga sedang dan tak perlu perawatan serius, beberapa pasien lainnya dapat mencapai tahap kritis. Dengan menjaga jarak secara sosial kita membantu lansia dan orang-orang yang memiliki kondisi tubuh rentan untuk tidak tertular penyakit ini.
Social distancing bukan berarti kita tidak boleh keluar rumah sama sekali. Dengan melakukan social distancing kita diharapkan mengisolasi diri dari dunia luar dan tidak berkontak dengan orang lain. Namun kita masih dapat bepergian misalnya membeli bahan makanan ke supermarket atau membeli makanan di restoran secara takeaway. Sebisa mungkin, kita tidak menerima tamu atau bertamu ke rumah orang lain.
Pada periode social distancing kita juga diharapkan untuk menjaga jarak dari lansia dan orang-orang yang memiliki kondisi tubuh rentan. Sebab dikhawatirkan kita sendiri telah membawa virusnya tetapi tidak menyadarinya. Beberapa orang dapat menderita Covid-19 tanpa gejala. Saat ia bepergian dan bertemu orang lain, tanpa sengaja ia menularkan penyakitnya. Inilah yang harus menjadi perhatian kita untuk dihindari.
Anak-anak juga harus melakukan social distancing. Menurut sebuah studi, 13% dari anak-anak yang positif mengidap Covid-19 diketahui tidak memiliki gejala. Ini membuat anak-anak menjadi carrier (pembawa) bagi virus tersebut. Karena itu pada negara seperti Italia, selama wabah Covid-19 berlangsung maka anak-anak dilarang mengunjungi nenek atau kakeknya.
Bagaimana caranya menjaga jarak minimal 1 meter di tempat umum apalagi di dalam kendaraan umum?
Dengan menjauhi keramaian seperti tidak pergi ke mall, restoran, kantor, atau taman kota. Untuk menghindari penyebaran virus, kita perlu menghindari kondisi di mana kita harus berdesak-desakkan.
Pemerintah di beberapa negara mengurangi kapasitas angkutan umum yang beroperasi sehingga hanya boleh terisi sepertiganya saja. Selain itu kita dapat mengganti penggunaan angkutan umum massal dengan naik kendaraan pribadi atau berjalan kaki. Bila tidak memungkinkan juga, sebaiknya menghindari naik angkutan umum di jam-jam sibuk.
Perlukah memakai masker?
Menurut konsultan paru sub infeksi RSUP Persahabatan, dr Erlina Burhan, orang sehat pakai masker kalau berada di keramaian. Tetapi kalau di rumah atau jalanan yang tidak ramai, tidak perlu. Masker digunakan apabila kita sedang sakit, agar tidak menularkan virus ke orang sekitar kita.
Masker merupakan salah satu cara mengantisipasi terkena droplet dari orang lain misalnya saat batuk atau bersin. Droplet ini bisa saja mengandung virus termasuk COVID-2019 atau bakteri.
Ketimbang hanya memusingkan urusan masker, mencegah terkena virus corona yang utama adalah menjaga sistem kekebalan tubuh dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang, cukup istirahat, aktivitas fisik rutin.
Apa itu Lockdown?
Lockdown dapat diartikan sebagai terkunci atau kuncitara. Artinya ini adalah kondisi ketika sebuah negara menutup dirinya sehingga tidak ada orang yang bisa keluar ataupun masuk.
Bila melakukan lockdown, semua fasilitas umum yang ada harus ditutup. Kecuali fasilitas yang harus tetap buka demi kebutuhan primer masyarakat seperti supermarket, apotik, dan rumah sakit. Namun aturan lockdown sendiri berbeda-beda dari tiap negara.
Misalnya Italia melakukan lockdown dengan sangat ketat sehingga orang yang melanggar dan pergi keluar rumah didenda oleh negara. Sementara di Irak, mereka tidak menggunakan kata lockdown tapi memberlakukan jam malam. Beberapa negara di Afrika menutup perbatasannya dan tidak menerima turis dari negara lain. Belanda melakukan lockdown tapi mengizinkan warganya untuk keluar rumah membeli ganja selama dibeli secara takeaway. Di beberapa negara lockdown artinya orang-orang tetap bekerja tapi tidak bisa mampir ke mall ketika pulang.
Apa itu ODP, PDP, dan Suspect?
PDP: Pasien Dalam Pengawasan adalah orang yang mengalami infeksi saluran pernapasan akut dengan demam di atas 38 derajat, batuk, sesak napas, sakit tenggorokan, pilek, dan pneumonia. Selain itu orang tersebut memiliki riwayat perjalanan dari luar negeri atau kontak dengan pasien positif Covid-19.
ODP: Orang Dalam Pemantauan adalah seseorang yang memiliki riwayat perjalanan dari luar negeri tapi tidak memiliki tanda-tanda sakit.
Seseorang akan disebut sebagai Suspect bila ia diduga kuat menderita Covid-19. Misalnya memiliki gejala-gejala penyakit Covid-19 dan ada riwayat kontak dengan pasien positif. Riwayat kontak ini minimal berjarak dua meter.
Apa itu karantina mandiri?
Karantina mandiri adalah tindakan mengisolasi diri terhadap orang lain dan bukan dilakukan di bawah pengawasan rumah sakit ataupun negara. Orang-orang yang baru saja pulang dari wilayah yang mengalami wabah Covid-19 didorong untuk melakukan karantina pada dirinya sendiri minimal selama 14 hari. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah dirinya terpapar virus atau tidak. Waktu 14 hari adalah masa inkubasi rata-rata virus tersebut sebelum orang yang terpapar menunjukkan gejala sakit.
Apa perbedaan endemi, wabah, epidemi, dan pandemi?
Endemi adalah penyakit yang menyerang orang-orang di suatu daerah. Cakupannya cukup kecil. Misalnya endemi demam berdarah dengue di Kota Bogor.
Sementara wabah adalah penyakit yang tingkat penyebarannya ke beberapa kota hingga meluas di sebuah negara. Misalnya wabah flu di musim pancaroba.
Epidemi artinya penyakit di tingkat antarnegara. Pada awal kemunculan Covid-19, ia masih berada dalam tahap epidemi. Karena saat itu negara-negara yang mengalami Covid-19 adalah China, Korea, dan Jepang.
Ketika sudah meluas hingga ke benua lain bahkan seluruh dunia, penyakit ini disebut sebagai pandemi. Pusat penyebaran penyakit ini disebut episentrum. Karena itulah WHO menyebut Eropa sebagai episentrum pandemi Covid-19.
Bagaimana cara menjaga kebersihan dan kesehatan agar tidak tertular?
Pertama adalah rajin mencuci tangan minimal satu jam sekali selama 20 detik dengan sabun. Tujuannya adalah mematikan virus maupun bakteri yang ada di tangan. Bila perlu, kita dapat mandi lebih sering. Apalagi ketika baru sampai di rumah setelah beraktivitas di luar maka kita harus mandi. Pakaian yang sudah digunakan pun harus dicuci dan tidak boleh digunakan kembali. Barang-barang yang kita gunakan di luar rumah perlu rajin dibersihkan. Misalnya ponsel, dompet, dan kartu kredit.
Untuk membersihkan barang-barang yang berukuran kecil seperti dompet, kita dapat menggunakan alcohol swab. Bila barang tersebut besar seperti tas maka kita dapat mencucinya dengan detergen. Ponsel dapat dibersihkan dengan kain lembut dan sabun mandi ataupun sabun cuci tangan. Hati-hati ketika membersihkan agar tidak terjadi korslet. Kita juga perlu menjaga kesehatan dengan makan makanan bergizi.
Menjaga imunitas tubuh boleh-boleh saja dilakukan dengan berbagai cara seperti mengonsumsi rempah-rempah ataupun madu. Namun perlu diperhatikan kembali bahwa kita tidak bisa mencukupi kebutuhan gizi tubuh hanya dengan satu dua bahan makanan saja.
Kita harus mencukupi nutrisi baik itu dari segi karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral secara seimbang. Berjemur di bawah matahari pagi dan berolah raga ringan juga akan sangat membantu tubuh tetap dalam kondisi prima.
Rekomendasi dosis Vitamin C
Rekomendasi dosis bervariasi dengan tingkat keparahan penyakit, mulai dari 50-200 miligram per kilogram berat badan per hari.
Misalnya: Berat badan 60 kg x 50 mg (dosis terendah) = konsumsi minimal Vitamin C per hari 3000 mg = 3 botol You-C 1000
Perlukah membuat hand sanitizer sendiri?
Tidak perlu karena sabun lebih efektif dalam membersihkan tangan dari virus maupun bakteri. Hand sanitizer hanya menjadi pertolongan ketika berada di luar rumah dan tidak bisa mengakses air maupun sabun. Namun jangan asal meracik dengan mengikuti resep yang tidak jelas kredibilitasnya di internet.
Pastikan bahwa resep hand sanitizer yang kita ikuti berasal dari pihak yang dapat dipercaya seperti WHO, BPOM, dan LIPI. Jangan menambah-nambahkan resep dengan produk yang tidak perlu atau tidak terjamin secara ilmiah seperti minyak essensial.
Benarkah kita tidak akan tertular COVID-19 di musim kemarau atau di daerah yang temperaturnya lebih tinggi?
Jawabannya adalah tidak. Tidak ada bukti yang menunjukkan penyebaran atau penularan Covid-19 berkaitan dengan cuaca, suhu, maupun musim. Baik di negara-negara dengan empat musim maupun dua musim seperti di Indonesia seseorang bisa tertular Covid-19.
SARS, penyakit lain yang berasal dari keluarga virus corona, juga tidak menghilang di musim panas. SARS menghilang karena intervensi medis yang intens. Pada masa SARS mewabah, pasien diisolasi dan publik diminta melakukan social distancing.
Benarkah kita tidak akan tertular COVID-19 bila mengonsumsi rempah-rempah?
Belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan hal ini sehingga jawabannya adalah tidak. Selama seseorang berkontak dengan pasien positif covid-19 dan mendapat tetesan cairan dari batuk atau napas yang dibuang maka orang tersebut dapat tertular. Namun dampak dari penularannya berbeda-beda tergantung daya tahan tubuh seseorang.
Apakah kita bisa tertular COVID-19 dari hubungan badan?
Kita tidak akan tertular selama tidak mencium pasangan atau menyentuh wajahnya. Belum ada penelitian yang membuktikan bahwa Covid-19 ditularkan cari cairan tubuh kecuali yang keluar dari mulut ataupun hidung (saluran pernapasan).
Apakah kita bisa tertular COVID-19 dari kotoran manusia?
Belum ada penelitian yang dapat membuktikan hal ini meski pada beberapa sampel kotoran manusia ditemukan virus corona di dalamnya. Sampai saat ini WHO masih menekankan kita untuk rajin mencuci tangan, tidak menyentuh muka, dan menutup mulut dengan tissue ketika batuk untuk menghindari penularan Covid-19.
Apakah aman bila menerima paket dari wilayah yang terkena wabah COVID-19?
Aman tetapi pastikan untuk membersihkan bungkus paket dengan lap atau desinfektan. Jangan lupa untuk mencuci tangan dengan sabun setelah membongkar paket.
Bagaimana cara membersihkan perabotan di rumah?
Selain rajin menyapu dan mengepel, kita bisa membuat cairan desinfektan sendiri untuk membersihkan perabotan. Menurut dokter Nahla Shihab, kita dapat mencampurkan 95ml Bayclin dengan 905ml air.
Jangan mencampurkannya dengan bahan lain karena dapat menimbulkan gas berbahaya. Hanya gunakan cairan desinfektan ini di ruangan dengan ventilasi yang baik. Bila memiliki kulit yang sensitif, bersihkan perabotan menggunakan sarung tangan.
Apakah seseorang yang pernah terjangkit virus corona dapat kembali sakit untuk kedua kalinya?
Bisa karena ada laporan bahwa pasien yang telah sembuh di Jepang dan China kembali masuk rumah sakit karena hasil tesnya positif. Namun para peneliti belum mampu menyimpulkan mengapa seseorang bisa terjangkit virus corona hingga dua kali. Awalnya, seseorang dianggap tidak akan terjangkit kembali bila pernah mengidap Covid-19. Peneliti berasumsi tubuh akan membangun kekebalan terhadap virus tersebut sehingga seseorang tidak akan terjangkit kembali. Sayangnya masih banyak hal yang tidak kita ketahui tentang virus ini sehingga kesimpulan sulit ditarik.
Ada dugaan bahwa bisa saja hasil tes tersebut salah sehingga orang yang keluar dari rumah sakit belum benar-benar sembuh dari Covid-19. Para peneliti juga tidak tahu apakah ini mungkin sifat dari Covid-19 itu sendiri. Atau mungkin tubuh pasien yang telah sembuh tersebut tidak mampu membangun kekebalan yang dibutuhan sehingga ia positif Covid-19 untuk kedua kalinya.