Connect with us
alexandra savior
Photo by Zane Roessell

Music

Alexandra Savior: The Archer Album Review

Luapan hati dan ekspresi jati diri Alexandra Savior.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“The Archer” merupakan studio album kedua dari Alexandra Savior yang akhirnya rilis pada 9 Januari 2020. Dengan bantuan Sam Cohen sebagai produser dan dibawah naungan label baru Danger Mouse’s 30th Century Records, musisi 24 tahun ini akhirnya bisa menulis dan menciptakan lagu sesuai dengan jati diri dan suara hatinya sendiri.

Melalui wawancaranya dengan Billboard, Alexandra mengungkapkan bahwa dirinya masih cukup muda ketika pertama kali terjun ke industri musik. Sebelumnya ia sempat merilis album pertama pada tahun 2017 bertajuk “Belladonna of Sadness” yang diproduseri oleh Alex Turner dari Arctic Monkeys.

Pada awal karirnya, ia merasa orang-orang disekitarnya tidak membiarkan dirinya menciptakan sesuai dengan jati dirinya, melainkan “diarahkan” untuk menjadi sesuatu yang orang lain pikir akan sesuai dengan dirinya sebagai seorang penyanyi.

“The Archer” merupakan manifestasi dari segala pengalamannya beberapa tahun belakangan ini. Album ini mengandung kegelisahan, kesedihan, kemarahan, akan karirnya sebagai musisi dan sebagai wanita yang pernah mengalami hubungan tidak sehat. Alexandra Savior mengakui bahwa album ini mengandung banyak konten feminisme yang mungkin pernah dialami oleh wanita lain.

Melalui penampilan debutnya yang garang, album ini akan memperlihatkan pada kita sisi lembut dan anggun dari musisi Amerika ini.

Album dibuka dengan lagu ballad yang lembut bertajuk “Soft Currents”. Lagu ini didominasi oleh aransemen piano yang sendu dan menenangkan. Track yang sederhana ini juga menonjolkan kualitas vokal Alexandra dengan auto-tune yang minim.

Track berikutnya adalah single yang telah dirilis tahun lalu yaitu “Saving Grace” dan “Crying All The Time”. Kedua single ini memiliki nuansa dessert rock dengan nuansa lirik yang melankolis. Kedua lagu ini memiliki kesamaan dalam riff gitar dan dentum drum dengan tempo medium yang mendayu-dayu dipadukan dengan vokal Alexandra Savior yang sesuai dengan warna-warna musik seperti ini.

Track berikutnya adalah “Howl” yang juga menjadi salah satu single dari album “The Archer”. Lagu ini memiliki lirik tentang seorang perempuan yang merasa bingung dengan dirinya sendiri karena telah dimanipulasi dalam sebuah hubungan yang tidak sehat.

Lagu ini memiliki aransemen musik pop yang dipadukan dengan baroque modern yang catchy untuk didengar.

Alexandra Savior mulai terdengar “garang” track-track berikutnya; “Send Her Back”, “Can’t Help Myself”, dan “The Phantom”. Terutama pad track “The Phantom” yang memiliki aransemen rock dan blues dengan dominasi bass, menjadikan track ini cukup menonjol dibandingkan dengan track-track lembut lainnya.

Tempo lagu mulai melambat lagi pada track “Bad Disease”. Masih dengan sentuhan rock dengan blues dipadukan dengan suara candu Alexandra, track satu ini terdengar lebih santai cenderung sensual dengan riff gitar dan bass yang “menggoda”.

“The Archer” merupakan awal baru bagi Alexandra Savior dalam membawa dirinya sebagai musisi di industri musik. Ia benar-benar telah melontarkan anak panah yang berani dengan lagu-lagu yang melankolis dengan cynical-attitude yang telah menjadi ciri khas dari awal kemunculannya.

Green Day: Saviors Album Review

Music

The Smile: Wall of Eyes The Smile: Wall of Eyes

The Smile: Wall of Eyes Album Review

Music

The Last Dinner Party: Prelude to Ecstasy The Last Dinner Party: Prelude to Ecstasy

The Last Dinner Party: Prelude to Ecstasy Album Review

Music

Zara Larsson: Venus Zara Larsson: Venus

Zara Larsson: Venus Album Review

Music

Connect