Connect with us

TV

A Town Without Seasons Review: Suka Duka Warga Hunian Sementara yang Eksentrik

Slice of life Jepang dengan gaya humor offbeat serta drama kehidupan otentik menyentuh hati.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“A Town Without Seasons” merupakan drama kehidupan Jepang terbaru di Disney+ Hotstar. Diciptakan oleh Kankuro Kudo, drama komedi ini mungkin bukan yang mencolok di katalog platform-nya, namun sangat sayang untuk dilewatkan buat kita penggemar slice of life Jepang.

Mengikuti kisah unik ini melalui sudut pandang Shinsuke Tanaka (Sosuke Ikematsu), ia adalah penulis sekaligus narator yang akan menemani kita sepanjang 10 episode serial. Suatu hari Tanaka pindah ke area hunian sementara yang telah berdiri selama 12 tahun setelah bencana yang disebut sebagai ‘Nani’, bencana yang tampaknya sengaja dibiarkan misterius dalam kisah ini.

Tugas Tanaka cukup sederhana, ia hanya perlu memperhatikan apapun yang terjadi di tempat tinggal barunya tersebut. Menulis cerita, kemudian mengirimkannya pada orang yang mempekerjakaannya, dimana setiap cerita menghasilkan uang yang cukup banyak.

Setelah terlena dengan pekerjaannya tersebut, Tanaka mulai menyadari peran sesungguhnya dengan pekerjaan tersebut dan bagaimana kehadiriannya mampu memberikan perubahan besar pada hunian sementara dengan warga yang sudah terlanjur nyaman tinggal di sana.

Ragam Kisah Karakter yang Otentik Sekaligus Eksentrik

Selain fokus pada Tanaka sebagai protagonis dan narator, “A Town Without Seasons” terbentuk dari potongan kisah kehidupan setiap karakter di lokasi tersebut. Mulai dari Tatsuya (Taiga Nakano) yang merasa bekerja terlalu keras untuk ibu yang lebih mencintai kakaknya yang parasit.

Kemudian ada Okabe (Daichi Watanabe) yang naksir dengan gadis pendiam (Toko Miura), hingga pria disable yang setiap hari keliling pemukiman sebagai masinis kereta api (Gaku Hamada), dan masih banyak lagi kisah-kisah warga yang unik. Mulai dari kisah yang lucu, hingga yang cukup serius, suram, dan mengharukan. Kita tidak pernah siap dengan kemana cerita akan membawa kita; rahasia gelap yang disturbing, tragedi yang mematahkan hati, atau sekadar cerita sepele yang jenaka.

Setiap cerita disampaikan oleh Tanaka sebagai narator dengan bahasa penulisan novel yang deskriptif, serta memberikan penjelasan pada fenomena yang sulit dimengerti tanpa imajinasi sang penulis. Seaneh-anehnya cerita yang disampaikan dalam setiap episode, secara bersamaan ada nilai original dan keotentikan khas slice of life Jepang.

Serial ini memiliki cita rasa yang benar-benar niche, mungkin sulit untuk bisa mencuri penonton mainstream. Namun, buat kita yang kurang lebih paham dan sudah terbiasa dengan pesona slice of life dan gaya humor Jepang, “A Town Without Seasons” bisa menjadi hidden gems yang kita syukuri untuk ditonton.

Presentasi Naskah Komedi Kehidupan yang Kreatif

Meski drama kehidupan Jepang sangat menjunjung tinggi realism dan nilai otentik, “A Town Without Seasons” menemukan formula kreatif dalam presentasinya. Kembali mengingat bahwa konsep narasi dari serial ini adalah Tanaka sebagai pembawa cerita. Penulis memiliki kecenderungan menyampaikan kisahnya melalui gambaran yang imajinatif dan stylish.

Serial ini berani mengaplikasikan elemen pendukung yang eksentrik untuk memberikan cita rasa komedi pada serial ini. Contohnya saja sudut pandang pria dengan imajinasinya sebagai masinis, adegannya kerap diaplikasikan dengan suara-suara kereta imajinatif yang sinkron dengan visualnya.

Yang paling lucu dan mengejutkan adalah aplikasi imajinatif Tora, kucing Tanaka yang hobi keliling kompleks untuk mencari makanan. Pada beberapa adegan Tora digambarkan sebagai pria buncit yang jauh dari citra Tora si kucing gendut yang lucu. Namun seiring berjalanannya episode, kita akan selalu menanti kehadiran Tora dengan persona manusianya yang konyol tersebut.

Beberapa kasus cerita juga tidak selalu serius. “A Town Without Seasons” memiliki beberapa cerita yang terlihat absurd dan terlalu konyol untuk dinalar. Namun pada akhirnya tetap berhasil menjadi sajian unik yang mampu membuat penonton mengelus dada sekaligus tertawa dengan ketidak-warasan yang disajikan.

Aplikasi cerita unik selalu didukung dengan aset atau presentasi visual yang secara menandai kisah eksentrik yang sedang kita simak. Meski berusaha menampilkan kisah yang dekat dengan realita, serial ini tidak takut untuk menerobos batasan dalam konsep desain produksinya.

Perpaduan Antara Komedi, Tragedi, dan Drama Menyentuh Hati yang Seimbang

“A Town Without Seasons” merupakan kumpulan cerita dari setiap warga dengan kisah unik. Kemudian dinaungi dengan plot latar yang lebih besar, yaitu eksistensi dari kompleks hunian sementara tersebut.

Kadang kita dibuat tertawa, mungkin sebagaian besar dari kita juga memiliki ekspektasi untuk tertawa melihat presentasi jenaka dari serial ini. Mulai dari arahan visual hingga theme song-nya. Hingga akhirnya kita menemukan berbagai kisah tragedi hingga drama keluarga yang heartwarming. Namun semuanya tetap dikemas dengan nuansa dan cita rasa khas “A Town Without Seasons” yang kuat. Mencangkup berbagai cerita dengan nuansa berbeda, semuanya tetap terasa setema dalam satu naungan produksi; jenaka, chaotic,  dan sentimental.

Secara keseluruhan, “A Town Without Seasons” masih tergolong sebagai tontonan yang ringan. Gaya penceritaan Tanaka tidak dramatis. Membuat tone dari setiap cerita terasa sama, keluar dari mulut Tanaka. Karena Tanaka sendiri tidak digambarkan sebagai pemuda cenderung netral dan plegmatis. Namun ternyata juga memiliki idealismenya sendiri serta sentimen pada orang-orang baik yang berinteraksinya dengannya.

Meski bukan latar lokasi paling indah, bahkan lebih menunjukan kelusuhan dan kekumuhan, latar cerita secara berangsur-angsur akan hidup dalam hati penonton. Karena dari awal kita menyimak cerita dari sudut pandang Tanaka, kita juga mulai merasakan sentimen pada ‘utopia’ yang diyakini olehnya. Sebelum kita menyadari, setiap momen dan kumpulan kisah warga dalam setting tersebut telah membuat kita menganggap lokasi tersebut sebagai rumah kita juga.

The Penguin The Penguin

The Penguin Season 1 Review

TV

House of the Dragon Season 2 House of the Dragon Season 2

House of the Dragon Season 2 Review: Filler Season yang Bikin Frustrasi

TV

The Boys Season 3 The Boys Season 3

The Boys Season 4 Review: Bukan Season Terkuat dari Serial Superhero Terbaik Saat Ini

TV

The First Omen The First Omen

The First Omen Review: Prekuel Horor Religi Lebih Sinematik

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect