Connect with us
When Marnie Was There

Film

When Marnie Was There Review

Memiliki segmentasi yang lebih universal.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Studio Ghibli merupakan studio animasi Jepang dengan sederet karya yang memiliki ciri khas kuat; baik dalam segi visual maupun genre drama fantasinya yang penuh keajaiban.

Namun, studio besutan Hayao Miyazaki ini juga memiliki beberapa koleksi film animasi yang terkadang keluar dari karakteristik Ghibli secara umum. Contohnya seperti “Ocean Waves” (1993), “The Tale of Princess Kaguya” (2013), dan yang akan kita bahas kali ini, “When Marnie Was There” (2014). Film animasi drama tersebut disutradarai oleh Hiromasa Yonebayashi, diangkat dari novel karya Joan G. Robinson dengan judul serupa pada 1967.

Dengan sedikit penyesuaian latar belakang dan lokasi dari materi sumbernya, “When Marnie Was There” bercerita tentang seorang gadis yang sakit-sakitan, Anna. Ia mengalami kesulitan dalam mempercayai ibu angkatnya dan menerima keberadaannya di dunia ini dengan segala latar belakangnya yang tragis.

Ketika menghabiskan liburan musim panas di pinggiran Hokkaido, Anna bertemu dengan gadis pirang misterius, Marnie. Sebelum Anna sadari, ada hikmah besar yang Ia dapatkan dengan kemunculan Marnie.

When Marnie Was There

Film Ghibli Adaptasi Novel yang Lebih Kental dengan Nuansa Melodrama

Diangkat dari novel klasik Inggris, “When Marnie Was There” masih sangat terasa nuansa kebarat-baratannya meski telah dimodifikasi. Gaya cerita film animasi ini terasa seperti kisah-kisah dengan niche anak perempuan seperti “Little Women”, “Little House of on the Prairie”, dan kisah-kisah klasik barat serupa lainnya.

Namun, daripada kisah slice of life yang ringan, “When Marnie Was There” memiliki plot dengan objektif jelas, fokus pada protagonis, Anna, dan bagaimana Marnie muncul ketika dibutuhkan untuk menyelamatkan pandangan Anna tentang kehidupan.

Ada cukup banyak sentuhan tragedi atau kisah bitter-sweet dalam judul-judul animasi Ghibli, termasuk film yang satu ini. Kita akan menyimak kisah Anna dan Marnie dengan kemalangannya masing-masing. Meski dengan masa lalu yang tidak meninggalkan memori yang patut dikenang, cerita yang disajikan tetap berakhir dengan pesan atau hikmah yang bisa kita ambil sebagai pembelajaran, atau sekadar mendapatkan akhirnya melegakan ketika menonton sebuah film.

When Marnie Was There

Untuk Kita yang Belum Bisa Menerima Diri Sendiri dan Mengalami Krisis Keberadaan

Lebih dari sekadar film animasi fantasi yang ajaib, film Ghibli ini menyajikan naskah drama yang mendalam. Anna, protagonis kita dalam kisah ini mengalami krisis keberadaan dengan latar belakangnya yang malang. Ia memiliki pemikiran yang sangat negatif terhadap kehidupan, hingga buta dengan berbagai hal yang seharusnya bisa Ia syukuri. Merasa terisolasi dengan dunia sekitar dan tidak berada dimana seharusnya Ia berada, Marnie muncul untuk mengisi kesepian yang dialami Anna.

“When Marnie Was There” bisa dibilang merupakan kisah tentang berdamai dengan kemalangan dan melanjutkan kehidupan yang lebih optimis. Bagi kita yang tidak merasa relevan dengan Anna, pasti akan melihat karakter ini terlalu pesimis. Seperti melihat orang sengsara di dalam gelembungnya sendiri, kita yang memiliki kehidupan lebih beruntung sudah bisa melihat mengapa Anna sangat buta dengan segala hal yang Ia miliki.

Namun menariknya, kisah ini mungkin bisa menyadarkan kita yang mengalami dilema seperti Anna. Secara bertahap, kita akan diajak memahami bagaimana sebuah kemalangan terkadang di luar kendali kita, namun selalu ada pilihan untuk melanjutkan hidup dan merangkai masa depan yang lebih baik.

Tidak Seunik Judul Ikonik Ghibli Lainnya, Namun Terbuka untuk Segmentasi yang Lebih Luas

“When Marnie Was There” memang bukan film yang merepresentasikan Studio Ghibli. Meski memiliki elemen fantasi dan supranatural, namun bukan elemen dengan gaya Ghibli yang lebih oriental, original, dan dekat dengan kebudayaan Jepang. Jadi, jika kita memiliki ekspektasi film seperti “Spirited Away” atau “My Neighbor Totoro”, film animasi ini tidak menyajikan vibe yang sama.

Salah satu hal yang membuat film animasi terasa ‘Ghibli’ adalah gaya animasinya yang sudah tidak perlu ditanya lagi kualitasnya. Begitu juga perpaduan antara musik latar untuk mengiringi adegan-adegan emosional untuk memanipulasi perasaan penonton.

Meski bukan rekomendasi utama untuk memulai petualangan dalam filmografi Studio Ghibli, “When Marnie Was There” pada akhirnya memiliki segmentasi yang lebih universal.

Film ini masuk dalam nominasi Best Animated Feature pada Oscar 2016. Namun dikalahkan oleh “Inside Out” yang keluar sebagai pemenang. Bagi kita yang tidak terlalu menyukai tema heavy-fantasy, “When Marnie Was There” menyajikan kisah drama yang lebih ringan dengan elemen fantasi yang masih dekat dengan kenyataan, ditambah dengan makna dan elemen melodrama yang bisa diterapkan dalam kehidupan. Film animasi ini telah ditambahkan dalam katalog Studio Ghibli di Netflix.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect