Surrogate mother merupakan metode yang biasa diambil oleh seorang pasangan yang kesulitan untuk memiliki anak dengan cara natural. Sederhananya, seorang surrogate mother menjadi pihak yang meminjamkan rahimnya (bisa juga memberikan sel telurnya) bagi pasangan lain untuk memiliki anak. Proses pembuahan dilakukan dengan metode inseminasi buatan, tanpa ada hubungan emosional antara pria dan wanita yang bersangkutan.
Namun, Matt (Ed Helms) dan Anna (Patti Harrison) memiliki situasi yang tidak biasa dalam “Together Together”. Matt adalah pria yang masih melajang hingga usia 40-an. Sementara Anna perempuan 26 tahun yang bersedia meminjamkan rahimnya untuk memenuhi impian Matt; menjadi seorang ayah dan memiliki keluarga kecilnya sendiri. Keduanya menjalin hubungan yang tak terhindarkan selama masa kehamilan, dengan status keduanya sebagai orang-orang kesepian.
Daripada film drama komedi, “Together Together” merupakan tipikal film drama kehidupan dengan naskah natural, sederhana, namun memberikan dampak pada penontonnya. Baik pemahaman baru akan topik yang diangkat, atau sekadar informasi baru yang menarik untuk ditemukan. Mengingat surrogate mother bukan tren yang biasa bagi kita masyarakat Indonesia.
Kehamilan Bisa Menjadi Anugerah atau Aib Bagi Seorang Perempuan
Ada adegan satu adegan menarik dalam “Together Together”, yaitu ketika Matt dan Anna ingin membeli tempat tidur bayi. Dimana staf toko mengekspresikan kemalangan ketika mengira Anna akan menjadi single mother. Namun ketika mengetahui bahwa Matt yang akan menjadi single father, staf toko mengungkapkan rasa kagum. Hal tersebut langsung dikonfrontasi oleh Anna, namun kita tak pernah mendapat balasannya. Mungkin adegan tersebut ingin dimaknai sebagai skit komedi, namun sesungguhnya stigma tersebut nyata di masyarakat kita.
Ketika seorang perempuan hamil, hal tersebut bisa menjadi anugerah yang membawa kebahagian, atau menjadi insiden yang mencoreng harga dirinya. Anna menjadi pihak yang merasakan kekalutan batin dengan masa lalu dan dimana Ia berada sekarang, menjadi perempuan yang hamil untuk orang lain. Lepas dari fakta bahwa sederhananya kehamilan tak lebih dari sekedar fenomena biologis pada manusia. Bagaimana kehamilan bisa dimaknai sebagai sesuatu yang tidak emosional dalam skenario Anna sebagai surrogate mother.
“Together Together” menunjukan sebuah ide dimana kehamilan bisa dimaknai sebagai sesuatu yang baru, dalam situasi yang baru di era modern. Namun, film ini juga menunjukan bagaimana lingkungan dimana kita hidup, bahkan di negara barat sekalipun, masih belum menjadi ekosistem ideal untuk menerapkan skenario seperti kisah Anna dan Matt.
Kisah Cinta Platonik antara Matt dan Anna
Tumbuhnya benih cinta yang bersifat romantis antara Matt dan Anna akan membuat “Together Together” menjadi film romcom yang generik. Untungnya, hubungan spesial yang terjalin di antara keduanya murni cinta yang platonik. Kita akan melihat keduanya memulai dari segala hal yang penuh batasan, hingga pada akhirnya menyadari bahwa mereka saling membutuhkan dalam situasi ini. Keduanya berusaha menghargai privasi satu sama lain, namun juga bekerja sama dan saling mendukung. Melalui segala hal bersama, mungkin lebih baik dari beberapa pasangan pada umumnya.
Memang bukan hubungan yang bisa dipahami oleh banyak orang, namun melalui film ini kita bisa menyadari; mengapa tidak? Anna tidak tampil sebagai karakter perempuan single yang kesepian dan menyebalkan (seperti kebanyakan karakter perempuan dalam film Amerika). Begitu juga dengan Matt yang tidak terlalu diagung-agungkan sebagai pria manis berhati lembut yang ingin memiliki anak. Keduanya merupakan karakter dengan penokohan yang sangat neutral. Naskah lebih menggaris bawahi interaksi seperti apa yang bisa terjadi di antara dua karakter dalam situasi yang tidak biasa.
Motivasi Personal Kedua Karakter Utama yang Kurang Dieksplorasi
Salah satu kekurangan dari film ini adalah penokohan Anna dan Matt yang kurang dieksplorasi. Kita bahkan tidak diberitahu apa yang menjadi motivasi Anna sebagai surrogate mother. Apa karena ia membutuhkan uang? Karena Ia juga tidak diperlihatkan mengalami krisis finansial. Kita juga tidak diberi kesempatan untuk memahami, bagaimana sesungguhnya keadaan psikis Anna sebagai surrogate mother untuk anak Matt? Ada cukup banyak pernyataan personal yang tidak terjawab dari Anna.
Begitu pula dengan Matt, apa alasan kuat dirinya membuat keputusan sebesar itu, untuk menjadi single parent di usia 40-an. Kita bisa berasumsi bahwa Matt merasakan kehampaan sebagai pria lajang. Anna mengalami krisis di akhir usia 20-an, sementara Matt mengalami mid-life crisis. Alasan mengapa kita mendapati kedua karakter sampai pada titik ini, membuat kesepakatan yang tidak biasa.
“Together Together” tampaknya hanya ingin fokus pada apa yang sedang terjadi ‘sekarang’. Naskahnya tidak ingin mengungkit masa lalu dan masa depan kedua karakter. Film ini bisa menimbulkan cukup banyak pernyataan dan memiliki akhir yang kurang memuaskan bagi beberapa penonton. Tapi bagi penggemar film drama kehidupan yang tenang namun berkesan, “Together Together” masih layak menjadi tontonan drama yang memberi pemahaman baru pada penontonnya.