Quantcast
The Last Emperor: Indah, Emosional dan Intelektual - Cultura
Connect with us
Late Spring Movie
The Last Emperor

Film

The Last Emperor: Indah, Emosional dan Intelektual

Potret megah dan tragis seorang Kaisar yang terjebak di antara tradisi dan modernitas.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

‘The Last Emperor’ (1987) adalah salah satu film biopik epik paling berpengaruh dalam sejarah perfilman, disutradarai oleh Bernardo Bertolucci. Film ini mengisahkan perjalanan hidup Puyi, kaisar terakhir Dinasti Qing yang naik tahta sejak usia tiga tahun hingga akhirnya kehilangan tahtanya dan hidup sebagai rakyat biasa di bawah pemerintahan komunis.

Dengan skala produksi yang megah, film ini berhasil menyapu bersih sembilan kategori Academy Awards, termasuk Best Picture dan Best Director, menjadikannya salah satu karya sinema paling monumental.

Cerita dalam ‘The Last Emperor’ dibangun dengan alur non-linear. Penonton dibawa melintasi waktu, dari masa kecil Puyi yang dikelilingi oleh kemewahan dan keterasingan di dalam Kota Terlarang, hingga masa tuanya ketika ia direhabilitasi sebagai tahanan politik.

The Last Emperor

Script karya Mark Peploe dan Bernardo Bertolucci sendiri terasa padat dan penuh detail historis, namun tetap menjaga sisi personal dengan menyoroti dilema batin seorang anak yang dipaksa menjadi simbol negara tanpa memahami arti kekuasaan. Script ini menghindari glorifikasi berlebihan, justru menampilkan sisi rapuh Puyi sebagai manusia yang kehilangan identitasnya.

Plot film ini mengalir dengan tempo lambat namun meditatif. Bertolucci dengan sengaja menempatkan penonton dalam atmosfer penuh kesunyian dan kemegahan, menggambarkan kontras antara kejayaan dinasti yang sedang runtuh dan perubahan sosial-politik yang berlangsung di Cina. Beberapa penonton mungkin akan menganggapnya terlalu panjang dengan durasi hampir tiga jam, tetapi bagi mereka yang sabar, plot ini menghadirkan kedalaman emosional yang jarang ditemui dalam film biopik lainnya.

Sinematografi oleh Vittorio Storaro menjadi salah satu kekuatan utama film ini. Setiap adegan di Kota Terlarang dipenuhi komposisi visual yang megah, penggunaan warna merah dan emas mendominasi untuk melambangkan kekuasaan sekaligus keterkungkungan. Kontras dengan itu, ketika Puyi masuk ke dalam tahanan, palet warna berubah menjadi dingin dan suram, menegaskan kehilangan identitas serta kekosongan yang dialami tokoh utama. Storaro dengan brilian menyeimbangkan antara keindahan estetis dan makna simbolis.

The Last Emperor

Dari segi akting, John Lone sebagai Puyi menampilkan performa luar biasa. Ia berhasil menampilkan perjalanan kompleks sang kaisar, dari seorang anak penuh rasa ingin tahu, seorang penguasa yang kebingungan, hingga seorang pria tua yang penuh penyesalan. Penampilan Joan Chen sebagai permaisuri Wanrong juga patut dipuji, karena memberikan dimensi emosional yang memperlihatkan penderitaan pribadi di balik intrik politik dan kemewahan istana. Dukungan aktor Peter O’Toole sebagai Reginald Johnston, tutor Barat Puyi, menambahkan lapisan penting dalam cerita dengan memperlihatkan benturan budaya Timur dan Barat.

Screenplay film ini tidak hanya menyajikan narasi sejarah, tetapi juga refleksi filosofis mengenai makna kebebasan, identitas, dan harga sebuah kekuasaan. Dialog-dialognya ringkas namun penuh bobot, sering kali mengandung ironi pahit dari kehidupan seorang kaisar yang “berkuasa” namun tidak pernah benar-benar memiliki kendali atas nasibnya sendiri.

‘The Last Emperor’ adalah film yang tak hanya indah secara visual, tetapi juga emosional dan intelektual. Ia memadukan sejarah, politik, dan drama personal dalam satu bingkai epik. Tidak heran film ini dianggap sebagai salah satu karya perfilman dunia yang abadi.

Sebuah epik sejarah dengan sinematografi menakjubkan dan narasi mendalam, meski tempo lambatnya bisa menjadi tantangan bagi sebagian penonton.

por thozhil 2023 por thozhil 2023

Por Thozhil: Sekolah Pemburu di Jalanan Ngeri

Film

The Frozen Ground: Memburu Sang Pemburu di Tanah Beku

Film

The Next Three Days The Next Three Days

The Next Three Days: Saat Hati Melawan Sistem

Film

Linda Linda Linda: Ode Masa Muda, Persahabatan, dan Musik yang Menyatukan Perbedaan

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect