The Call merupakan film Korea bergenre thriller terbaru di Netflix. Sudah bisa ditonton sejak 27 November kemarin, film ini disutradarai oleh Lee Chung Hyeon, dibintangi oleh Park Shinhye dan Jeon Jongseo.
Bercerita tentang Seoyeon, seorang perempuan yang kembali ke rumah karena ibunya sedang sakit. Hubungan keduanya tidak terlalu baik semenjak sang ayah meninggal. Saat sedang singgah di rumah lamanya, Seoyeon mendapat telefon dari seorang perempuan bernama Youngsook. Youngsook ternyata hidup di tahun 1999, di rumah yang sama. Ketika keduanya mulai “mempermainkan” waktu, ada konsekuensi besar yang harus dihadapi Seoyeon.
Tema Cerita Time-Bending dengan Genre Thriller yang Meneror
Film The Call memiliki premis dan konsep film bertema time-bending yang sudah tidak asing lagi. Kisah tentang dua orang yang berkomunikasi dari dua latar waktu berbeda sebelumnya sudah pernah ditampilkan dalam film drama romantis Korea, Ditto (2000) dan Il Mare (2000). Sementara konsep hukum waktu yang diterapkan dalam kisah ini akan mengingatkan kita pada film The Butterfly Effect (2004). Namun The Call menggunakan kerangka dari film-film tersebut dan mengisinya dengan cerita thriller berdarah yang tragis sekaligus meneror. Menciptakan film dengan cerita original dengan akhir yang susah untuk ditebak.
Dengan begini The Call juga bisa dimasukan sebagai film dengan materi fiksi ilmiah. Ketika menulis kisah fiksi ilmiah, dalam hal ini hukum ruang dan waktu yang menjadi objek utamanya, penulis naskah harus mampu mengarang cara kerja hukum waktu dan menampilkan eksekusi kisah yang konsisten. Hal ini untuk menghindari perkembangan cerita yang tidak masuk akal dan susah diterima oleh nalar penonton. Lee Chung Hyeon yang juga menjadi penulis naskah telah berhasil menyajikan cerita dengan cara kerja yang konsisten.
Kemudian konten thriller dan suspense yang dimasukan juga berhasil menimbulkan ketegangan pada penonton setelah memasuki babak baru perkembangan karakter Youngsook. Teror yang dihadirkan dari karakter tersebut akan terus mengikuti kita hingga akhir film, bahkan saat credit film sudah muncul.
Sayangnya, akhir cerita yang dipilih terasa dipaksa dan menimbulkan kebingungan pada penonton. Film Korea pada umumnya selalu memiliki akhir bahagia agar tidak menyiksa penontonnya, hal itu sudah seperti permohonan pasar di industri film negara tersebut. Namun, The Call memiliki akhir yang rasanya seperti mengkhianati penonton. Antara ingin memberikan apa yang diharapkan penonton, kemudian dicampur dengan idealis penulis yang nanggung.
Dua Karakter Kunci dengan Penampilan Akting Maksimal
Seoyeon dan Youngsook adalah dua karakter kunci dalam cerita ini. Komunikasi keduanya melalui sebuah telefon menjadi penentu kelanjutan plot. Dua karakter utama ini memiliki penokohan yang cukup kuat, terutama Youngsook. Penokohan Youngsook memberikan kesempatan lebih besar pada aktris Jeon Jongseo untuk menampilkan akting terbaiknya.
Sebagai karakter yang lebih sial dalam dalam kisah ini, Jongseo berhasil menghidupkan karakter dengan mental tidak stabil yang mengerikan. Melalui sorot mata dan ekspresi wajah yang khas, memberikan statement kuat pada karakter yang Ia mainkan. Akan terlambat bagi kita untuk menyadari betapa mengerikan karakter satu ini bisa berkembang.
Sementara Seoyeon merupakan karakter yang lebih standar; emosional dan sedikit ceroboh. Namun memiliki latar belakang yang memberikan alasan masuk akal betapa nelangsanya dia hingga terjebak dalam situasi ini. Kedua karakter utama memiliki perkembangan interaksi yang menarik untuk diikuti. Mulai dari komunikasi polos sesama perempuan yang kesepian, hingga menjadi pertarungan yang mengancam nyawa masing-masing.
Sinematografi dengan Permainan Warna yang Menyesuaikan Emosi
The Call memiliki editing dan sinematografi yang terkonsep dengan baik. Mulai dari efek CGI hingga editing yang dieksekusi sehalus mungkin transisinya. Permainan warna dan filter pada setiap frame menjadi salah satu unsur yang perlu digaris bawahi dalam produksi film ini. Tak sekadar memikirkan estetika, setiap frame memiliki warna yang merepresentasikan mood yang hendak mempengaruhi penonton.
Dalam frame Youngsook dari masa lalu, warna kekuningan yang suram akan menimbulkan perasaan tidak nyaman dan gelisah. Dalam beberapa adegan warna kuning yang berpadu dengan darah merah memiliki sifat warna panas yang menimbulkan perasaan ngeri. Warna-warna seperti ini seringkali kita temukan pada film-film bergenre gore. Warna ini juga mendekati warna sepia yang biasanya digunakan untuk highlight waktu dari masa lalu.
Sementara frame Seoyeon lebih dominan dengan warna kelabu. Sama-sama memberikan vibe yang suram, namun jenis suram yang berbeda. Warna kelabu di dunia Seoyeon lebih terasa dingin, hampa, dan sepi. Sesuai dengan perasaan Seoyeon yang masih merasa kehilangan ayahnya. Warna abu-abu juga lebih sesuai mempresentasikan dunia modern dengan warna monochrome seperti hitam, putih, dan abu-abu.
Ada juga beberapa adegan lainnya yang menunjukan pencahayaan dan warna berbeda untuk menimbulkan emosi tertentu pada penonton. Begitu juga kekontrasan emosi dan dunia pada kedua karakter dalam kisah ini.
Secara keseluruhan, The Call merupakan film terbaru bergenre thriller yang highly recommended. Meski memiliki kejanggalan pada akhir ceritanya, interaksi antara Seoyeon dan Youngsook menyajikan kisah menegangkan yang sayang untuk dilewatkan.