Connect with us
Texas Chainsaw Massacre Netflix
Legendary Pictures / Netflix

Film

Texas Chainsaw Massacre Review

Kembalinya Leatherface yang akan segera dilupakan lagi.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“The Texas Chain Saw Massacre” (TCM) merupakan franchise slasher yang cukup populer. Pertama kali rilis pada 1974, Leatherface menjadi sosok pembunuh ikonik dalam budaya pop dengan gergaji mensinnya. Meski telah merilis banyak sekuel sebelumnya, “Texas Chainsaw Massacre” versi 2022 menjadi sekuel ke-9 dari franchise TCM dengan skenario kelanjutan dari versi 1974. 

Pada bagian prolog, kita akan kembali menyimak kisah Sally Hardesty, satu-satunya remaja yang berhasil lolos dari teror Leatherface di Harlow, Texas, 50 tahun yang lalu. Kini Harlow telah menjadi ‘kota hantu’, bersiap untuk terlahir kembali ketika para entrepreneur muda memiliki rencana pengembangan properti di kota tersebut. Ketika kehidupannya terusik, Leatherface tak tinggal diam dan kembali melancarkan pembantaian dengan gergaji mesinnya.

Texas Chainsaw Massacre

Perkembangan Plot yang Tak Sabar Menuju Sekuen Pembantaian

Hal pertama yang langsung membuat kita meragukan “Texas Chainsaw Massacre” adalah latar cerita yang sudah terasa berbahaya sejak awal. Sudah menjadi peraturan pertama yang selalu dilanggar oleh sekelompok anak muda dalam film horor slasher ; menerobos properti terpencil yang menjadi sarang pembunuh sadis.

Diceritakan, Melody (Sarah Yarkin) bersama teman-temannya hendak menjalankan bisnis pembangunan properti di kota Harlow. Ia mengajak adiknya, Lila (Elsie Fisher), yang memiliki trauma masa lalu sebagai korban penembakan massal di sekolah. 

Ide bahwa Melody berpikir sebuah kota terbengkalai (dengan sejarah pembunuhan brutal Leatherface) memiliki potensi untuk berkembang sebagai komunitas yang aman dan menyenangkan saja sudah tidak masuk akal. Seakan tak ada skenario lebih baik yang diusahakan oleh penulis naskah dalam menjebak Melody dan Lila ke sarang Leatherface. 

“Texas Chainsaw Massacre” juga melupakan elemen horor dengan penulisan naskah yang slow burn. Kita tidak akan merasakan transisi dari keadaan mental yang tenang hingga akhirnya menuju adrenalin yang membuat jantung berdegup kencang. Jantung kita akan langsung dipompa pada menit-menit pertama film. Membuat sekuen kebrutalan yang ditampilkan terasa terlalu cepat. Membuat film ini memiliki plot yang cukup melelahkan untuk kita ikuti.

Texas Chainsaw Massacre

Sederet Karakter Baru yang Terlupakan dan Pengobat Rindu yang Tanggung

Satu lagi yang menjadi elemen penting dari film slasher adalah lineup karakternya. Setiap karakter biasanya dibekali stereotip tertentu, kemudian memengaruhi cara mereka menghadapi pembunuh dan bagaimana kelanjutan kisah dari usaha bertahan hidup mereka.

Jajaran karakter dalam “Texas Chainsaw Massacre” seakan hadir asal berlalu hanya sebagai materi pembunuhan Leatherface. Banyak karakter mati terlalu cepat tanpa kita sempat mengenali mereka. Kemudian ada satu anti-hero yang awalnya tampak mencolok sebagai karakter, namun pada akhirnya tidak memberikan pengaruh atau variasi signifikan dalam cerita. 

Dengan durasi kurang lebih satu setengah jam saja, sepertinya sutradara film memang tidak berniat untuk memberikan pengalaman teror yang maksimal. Mereka tak sabar saja membawa kita ke hidangan utama, Leatherface dengan gergaji mesinnya. Sekuen pembunuhan yang dihadirkan pun tidak dirancang untuk menjadi adegan yang meninggalkan kesan. 

Terlalu banyak pengulangan dari berbagai film sadis yang sudah pernah ada, dicampur menjadi satu dalam satu adegan cepat yang tanggung. Sisanya, hanya sekuen pengulangan demi pengulangan yang akan membuat kita semakin kesal. 

Pendekatan Sekuel seperti “Halloween” yang Tidak Lebih Baik

Dengan hadirnya Sally yang sudah tua (Olwen Fouéré), TCM memiliki pendekatan naskah ala reuni korban dengan pembunuhnya seperti “Halloween” pada 2018. Sally diberikan perkembangan karakter sebagai sosok ‘pemburu’ Leatherface yang menyimpan dendam atas kematian teman-temannya di masa lalu.

Berbeda dengan Laurie Strode dan Michael Meyers yang terlihat memiliki ikatan spesial, Sally pada akhirnya juga tidak memberikan variasi plot yang signifikan pada Leatherface dalam sekuel ini. Pada akhirnya, Leatherface hanya pembunuh dengan gergaji mesin, tidak akan pernah ada yang berkembang dari penokohan tersebut. 

Bagi penggemar franchise TCM, “Texas Chainsaw Massacre” bisa menjadi tontonan yang cukup mengobati rindu meski tidak secara maksimal. Ada berbagai sekuen pembunuhan sadis dengan gergaji mesin dan kembalinya Sally, jika hal tersebut saja cukup memuaskan. Namun, bagi para penonton baru, “Texas Chainsaw Massacre” tak lebih dari film slasher level B dalam katalog Netflix yang akan segera kita lupakan.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect