Dinarasikan oleh anak perempuan paling kecil dari JP Morgan, Anne Morgan, Tesla dimulai sebagai suatu cara unik dalam menceritakan kembali sebuah kisah biografis.
Film ini memadukan ide untuk memasukkan pikiran Tesla yang selalu mengarah ke masa depan ke dalam keadaan saat ini. Seperti sang penemu sendiri, film ini memiliki ambisi dan visi yang luar biasa untuk dicapai pada akhirnya. Akan tetapi, pengisahan yang sepintas lalu dapat membingungkan penonton mengenai intisari dari cerita ini.
Nikola Tesla telah sering kali dibuat menjadi sebuah karakter yang berkompetisi dengan Thomas Edison, keduanya adalah pelopor dalam bidang teknik elektro. Edison tidak percaya bahwa arus bolak balik dapat menjadi lebih disukai dan lebih mempermudah manusia dibanding arus langsung yang ia kembangkan, tetapi Tesla berusaha untuk membuktikannya salah. Tesla pun berhenti bekerja untuk Edison setelah 6 bulan dan mencari jalannya sendiri untuk menemukan seseorang yang rela berinvestasi untuknya. Dalam perjalanannya, Tesla bertemu orang-orang dan perempuan-perempuan baru, serta kehilangan kolega dan kawan lama. Tesla berkisah tentang perjalanan panjang dalam kehidupan dan kesulitan sang penemu yang sering kali hidup di bayang-bayang Edison.
Film ini terlihat menggunakan banyak efek distorsi, membuatnya terlihat seperti sebuah produksi dengan anggaran rendah yang bertumpu pada latar belakang hijau dan gaya sinematografi yang ketinggalan jaman. Acap kali, hal ini dapat terasa membingungkan untuk para penonton, tetapi, dilihat secara keseluruhan, hal ini juga bisa dilihat sebagai sebuah upaya dalam gaya pengarahan surealis. Namun tujuan ini tidak dipenuhi sepenuhnya dan dapat membuat penonton tersesat di tengah-tengah suntingannya yang berantakan.
Meski begitu, di antara seluruh kekacauan tersebut, Tesla menang dalam hal transisi antar adegan. Setiap transisi dibuat secara indah dan menyambungkan satu sama lain tanpa celah sambil tetap menjaga titik absurdnya. Sepertinya kekurangan Tesla dalam gaya grafisnya juga menjadi kelebihan Tesla dalam transisi grafisnya.
Bagian yang sungguh menjadi kekurangan Tesla adalah pengisahannya. Tesla menggunakan dua cara pengisahan, sebagian dalam sebuah monolog yang dilakukan oleh Anne Morgan (dengan cara yang mirip dengan Eliza Hamilton mengisahkan cerita suaminya dalam film Hamilton (2020), dan sebagian dalam sebuah pemeragaan kembali kisah yang berpusat pada Tesla di tangan Ethan Hawke. Memiliki dua alat untuk menceritakan kisah seorang pria seharusnya sudah cukup untuk dapat mengirimkan pesannya dengan baik, tetapi hal tersebut tidak terjadi dalam Tesla.
Sebagian besar monolog hanya ada untuk memberikan penghubungan terkini antara Tesla (serta karakter-karakter lain) dengan sistem teknologi saat ini yang telah dipikirkan oleh Tesla sejak dulu. Sementara itu, pemeragaan ulangnya sendiri berfokus pada pertemuan Tesla dengan berbagai macam orang. Masalah utamanya adalah bahwa, meskipun transisi antara kedua gaya pengisahan tersebut cukup lancar, antara tiap pertemuan tidak terlihat kohesif dengan satu sama lain. Hal ini membuat penonton kesulitan dalam mengikuti perjalanan Tesla dan merasa terlibat dengannya.
Akan tetapi, selain dari seluruh kekurangan dalam pengisahan, muncul sebuah harapan dalam bentuk Ethan Hawke. Kekuatan aktingnya tidak perlu disepelekan lagi dengan daftar filmografinya yang panjang, dan jangan remehkan juga performanya di Tesla.
Ethan Hawke memerankan Nikola Tesla sebagai pria pemalu dan tidak banyak omong, sering kali tersesat dalam pikirannya dan ciptaan dunianya sendiri, Tesla tidak memberikan banyak kisah melalui komunikasi verbalnya. Tetapi cara Ethan Hawke dalam memerankannya menunjukkan kisah sang penemu tersebut dengan jelas, dia adalah seorang pria yang penuh dengan kepolosan dan kebodohan, di saat bersamaan sebagai pria yang sangat jenius. Dia adalah sebuah kontradiksi terhadap dirinya sendiri, dan dia menderita dalam diam karenanya.
Pada akhirnya, terlihat sangat jelas bahwa kisah Nikola Tesla hanyalah satu lagi kisah tragis tentang seorang penemu jenius. Namun gaya kreatif dalam transisi dan cara surealis dalam pengarahan serta performa luar biasa dari Ethan Hawke telah menyelamatkan film ini dari risiko kekacauan total. Karena seperti Tesla, risiko yang diambil oleh sang sutradara/produser/penulis Michael Almereyda dapat menjadi kontradiksi untuk filmnya sendiri.