‘Terrifier 3’ hadir sebagai sekuel terbaru dalam franchise horor yang dipimpin Damien Leone. Film ini berhasil mempertahankan reputasinya sebagai salah satu film slasher paling sadis, dengan pendekatan tematik unik: latar Natal yang dipenuhi teror dan darah.
David Howard Thornton kembali memukau sebagai Art the Clown, menampilkan perpaduan sempurna antara humor gelap dan kebrutalan. Namun, di balik parade kekerasan yang mengesankan, beberapa kelemahan tetap mencolok dari segi plot dan narasi.
Terjebak dalam Formula Lama
Film ini melanjutkan kisah pasca peristiwa ‘Terrifier 2’ (2020), dengan fokus pada Sienna (diperankan oleh Lauren LaVera) dan Jonathan yang masih berjuang melawan teror Art. Namun, masalah terbesar di sini adalah pengembangan cerita yang terasa terbebani oleh mitologi rumit. Alih-alih menghadirkan teror murni, film mencoba membangun latar belakang dan hubungan antar karakter, tetapi justru membuatnya kehilangan fokus.
Penonton mungkin merasa kesulitan untuk benar-benar peduli pada nasib protagonis, terutama karena banyak adegan yang terlalu klise dan bertele-tele dalam durasi panjangnya (lebih dari dua jam).
David Howard Thornton kembali menunjukkan performa yang luar biasa sebagai Art. Ia mampu mengekspresikan berbagai emosi mulai dari keingintahuan polos hingga kemarahan sadis, membuat karakternya semakin ikonik.
Art bahkan terasa lebih menakutkan dengan keterlibatan Vicky, sosok sidekick baru yang sadis dan semakin memperdalam kekacauan dalam cerita. Namun, beberapa karakter sampingan seperti anak-anak dalam film ini terasa kurang efektif dan tidak berkontribusi banyak pada plot.
Dari segi visual, ‘Terrifier 3’ tampil memukau dengan produksi desain bertema Natal yang serba grotesk. Mulai dari organ tubuh yang dijadikan dekorasi pohon Natal hingga adegan pembunuhan brutal di dalam mal, film ini benar-benar memanfaatkan tema musim dingin dengan maksimal.
Efek praktis tetap menjadi kekuatan utama film ini, membuat setiap adegan pembunuhan terasa nyata dan mengganggu. Kreativitas Damien Leone dalam menciptakan kekerasan yang unik berhasil menjadi daya tarik utama bagi penggemar genre slasher ekstrem.
Leone mempertahankan ciri khasnya dengan memastikan setiap adegan penuh dengan kekerasan inovatif. Sayangnya, alur cerita terasa kurang konsisten dan sering melantur, seperti dalam pengembangan mitologi yang tidak perlu dan durasi yang terlalu panjang. Beberapa penonton mungkin akan merasa frustasi dengan repetisi konflik yang kurang berarti, meski eksekusi teknis dan estetika visual tetap menarik.
Secara keseluruhan, ‘Terrifier 3’ adalah sajian wajib bagi penggemar horor slasher yang mendambakan pengalaman sinematik tanpa kompromi. Meski memiliki kelemahan pada narasi dan tempo yang lambat, film ini tetap sukses menyajikan kekacauan berdarah dengan penuh kreativitas. Film ini lebih cocok sebagai tontonan bagi yang menikmati slasher tanpa sensor dan siap menghadapi kekerasan tanpa henti.
Film ini menunjukkan bahwa Damien Leone berani mempertahankan identitas uniknya tanpa terikat oleh standar studio besar. Dengan tema Natal yang serba aneh dan pembunuhan brutal, ‘Terrifier 3’ menghadirkan pengalaman horor yang intens dan mengguncang.
