Connect with us
Techno Brothers
Cr. Foolish Piggies Films

Film

Techno Brothers Review: Komedi Ironi Unit Techno Bersaudara Eksentrik

Ironi terletak pada kesulitan Tehcno Brothers dalam membuat penonton memahami musik mereka.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“Techno Brothers” merupakan film drama komedi yang sedang tayang di JFF+ Independent Cinema 2023. Film Jepang karya sutradara Watanabe Hirobumi ini dibintangi oleh Yanagi Asuna sebagai manajer berhati dingin, Himuro dan unit techno bersaudara misterius bernama Techno Brothers.

Tak hanya sebagai sutradara, Hirobumi juga berperan sebagai salah satu member Techno Brothers bersama saudara kandungnya, Yuji serta satu lagi aktor, Kurosaki Takanori. Himuro percaya bahwa trio jenius musik di bawah naungannya setara dengan legenda musik seperti Bach, Mozart, Beethoven, The Beatles, Miles Davis, dan Bob Dylan. Namun, tampaknya tidak ada yang memahami musik trio techno ini di kampung halaman mereka, Otawara.

Dengan modal seadanya, Himuro bertekad untuk mengorbitkan trio techno-nya ke Tokyo. Mereka berempat, bersama seorang supir akhirnya melakukan roadtrip ke Tokyo, sambil menghadiri beberapa gigs di sepanjang perjalanan. Hirobumi menyatakan bahwa “Techno Brothers” terinspirasi dari film “The Blues Brothers” (1980),”Leningrad Cowboys Go America (1989), serta unit techno asal Jerman, Kraftwerk yang jelas terlihat dari gaya berbusana Techno Brothers dan Himuro.

Techno Brothers

Perjalanan Offbeat Techno Brothers dan Manajer Himuro Meninggalkan Otawara

“Techno Brothers” terangkai dari 13 chapter pendek sepanjang 97 menit durasi film. Mulai dari usaha pitching pertama, dengan berbagai pemberhentian, tragedi, dan penampilan musik techno dari unit titular.

Ketika orang-orang di kampung halaman tidak ada yang memahami musik mereka, Himuro mendapatkan saran untuk mengorbitkan unitnya di Tokyo. Semenjak itu, tekad sang manajer pun bulat; mengeksploitasi Techno Brother menuju kesuksesan di Tokyo. Namun tampaknya selalu ada halangan yang membuat Himuro dan unit techno-nya terjebak di Otawara. Mulai dari kesempatan lomba, panggilan tampil, hingga tragedi yang tidak direncanakan. Sebetulnya “Techno Brothers” memiliki plot yang repetitif; Techno Brothers tampil, penonton bosan, Himuro dapat bayaran, Himuro menikmati uangnya sementara member unit hanya minum air keran dan berbagi kamar hotel yang sesak.

Chapter pembuka dari film ini lucunya dapat, hingga akhirnya kita mulai memahami pola humor yang hendak diaplikasikan dari eksistensi Techno Brothers. Ide bahwa musik mereka mungkin terdengar catchy dan banger untuk kita pencinta techno, namun sama sekali tidak tersampaikan kepada penonton umum di Otawara.

Para penggemar techno yang menonton film ini mungkin tak bisa menolak untuk menganggukan kepala mengikuti irama, beberapa komposisi bahkan benar-benar mengundang. Namun hanya disambut dengan raut wajah bingung bahkan penolakan bagi penonton dalam film.

Meski repetitif, memasuki chapter pertengahan ada beberapa konflik dan pertanyaan-pertanyaan yang mulai kembali membuat kita tertarik dengan eksistensi unit techno ini. Beberapa adegan juga menampilan materi black comedy yang sureal. Menarik bagaimana Himuro bersama unit techno-nya sangat ‘fiktif’, kontras dengan latar film yang otentik dan realistis. Sesuai dengan tema film-film dalam JFF+ tahun ini, Otawara sebagai latar mendominasi pemandangan dengan panorama kota kecilnya yang tenang.

Techno Brothers

Kualitas Kamera ‘Seadanya’ dan Produksi yang Sangat Minimalis

“Techno Brothers” merupakan film arthouse, diproduksi oleh Foolish Piggies Films di Otawar, dimana Hirobumi menjadi co-founder-nya. Idealisme sutradara yang mentah sangat terpancar melalui film ini. Sinematografi film ini bahkan tak ambil pusing dengan menggunakan kamera yang tidak steady.

Beberapa adegan bahkan terlihat memiliki kualitas yang lebih rendah dari kamera yang seharusnya digunakan untuk syuting film dengan hasil jauh dari sinematik dan artistik. Namun, sebagai film yang hendak meng-highlight musik techno, kualitas sound, mixing, dan komposisi lagu original sesuai ekpektasi dan konsisten.

Ada cukup banyak adegan gigs dari Techno Brothers yang akan kita saksikan. Musik original dalam film ini dikomposisi sendiri oleh Yuji Watanabe. Komposisi Richard Strauss, “Sparch Zarathustra” diaplikasikan sebagai opening yang megah.

Kembali lagi intisari film ini, mungkin ada dari kita penggemar techno yang memahami musik unit ini, atau kita yang tidak paham dan memiliki reaksi yang datar bahkan bosan. Ini yang membuat “Techno Brothers” adalah film minimalis yang berani. Benar-benar mengandalkan musik techno sebagai jantung penampilannya. Baik penonton paham atau tidak, kedua situasi adalah kemenangan bagi film ini dalam menyampaikan poin yang ingin dibahas.

Komedi Ironi Kesulitan Musisi yang Subtil

Segala kesialan dan kepayahan yang dihadapi oleh Techno Brothers dalam film ini adalah komedi. Namun di dunia nyata, ini akan menjadi tragedi bagi musisi yang sedang merintis karir di luar sana. Mungkin bagi kita yang bukan musisi tidak mampu merasakan relasi dalam narasi yang disajikan.

Penonton yang sepi, penampilan tanpa tepuk tangan dan apresiasi, penolakan demi penolakan, semua itu pasti menyakitkan bagi musisi yang tampil, bukan? Tak hanya dihadapi oleh unit techno ini, selama perjalanan kita juga akan melihat beberapa musisi tidak terindentifikasi juga tampil. Sama seperti Techno Brothers, mereka juga menghadapi penonton yang tidak antusias bahkan venue yang kosong.

Bebeberapa adegan tersebut disajikan melalui kamera yang terlihat seperti footage. Seperti benar-benar dari dokumentasi dari festival di Otawara tanpa arahan. Selain itu kita juga akan melihat ketiga bersaudara dalam skenario ini diperlakukan tidak adil oleh manajernya, Himuro. Dimana sudah bukan rahasia lagi bahwa manajer-manajer tukang eksploitasi seperti ini benar-benar ada di industri musik.

Rasa penasaran kita akan mulai muncul ketika timbul pertanyaan; mengapa Himuro berpikir bahwa Techno Brothers memiliki potensi besar? Kontras dengan perlakuan dinginnya pada unit tersebut. Hingga misteri dari unit stoik ini, apa yang membuat mereka patuh dan seperti tidak bisa hidup tanpa Himuro. Ternyata Watanabe Hirobumi belum selesai dengan “Techno Brothers” dan berencana untuk meneruskan ke sekuel bahkan trilogi. Untuk sekarang, “Techno Brothers” bisa di-streaming di JFF+ Independent Cinema 2023 online sampai 31 Oktober mendatang!

Rosemary's Baby (1968) Rosemary's Baby (1968)

7 Film Horor Klasik Terbaik dan Terikonik

Cultura Lists

Bangkok Breaking: Heaven and Hell Bangkok Breaking: Heaven and Hell

Bangkok Breaking: Heaven and Hell Review

Film

Speak No Evil Speak No Evil

Speak No Evil Review

Film

Rekomendasi Film Misteri dengan Plot Twist Tak Terduga Rekomendasi Film Misteri dengan Plot Twist Tak Terduga

Rekomendasi Film Misteri dengan Plot Twist Tak Terduga

Cultura Lists

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect