Connect with us
Ulasan film Sunyi
MD Pictures

Film

Sunyi Review: Film Horor Dengan Isu Pendidikan

Adaptasi film Korea Selatan yang berjudul Whispering Corridors.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Tema yang diangkat dalam berbagai film horor saat ini sangat bervariasi. Salah satunya yang cukup unik di Indonesia adalah film Sunyi yang membawa isu pendidikan. Sunyi adalah film horor produksi Pichouse Films yang tergabung dalam MD Pictures. Film ini disutradarai oleh Awi Suryadi yang terkenal melalui seri Danur yang Ia arahkan.

Sunyi dibintangi oleh berbagai bintang muda tanah air, seperti Angga Yunanda, Amanda Rawles, Naomi Paulinda, Arya Vasco dan Teuku Ryzki ex Coboy Junior. Selain itu, ada pula aktor dan aktris senior seperti Unique Priscilla dan Verdi Solaiman.

Film Sunyi sejatinya bersumber dari Whispering Corridors yang populer di Korea pada 1998 silam. Kisah film Sunyi berpusat pada Alex, seorang siswa yang baru memulai hidupnya sebagai SMA dan langsung berteman dengan Maggie, salah satu siswa baru.

Seperti halnya Whispering Corridors, Sunyi juga membawa isu mengenai pendidikan. Alih-alih menampilkan cerita yang sama persis seperti sumber aslinya, film ini justru hadir dengan bahasan yang berbeda namun lebih relate dengan apa yang terjadi di Indonesia, yakni mengenai senioritas yang berujung bullying di sekolah.

Walau mengambil isu senioritas dalam pendidikan di tahun 2000an, penonton milenial pun tetap akan mudah relate karena keresahan yang ingin ditampilkan oleh Awi Suryadi ini masih terjadi hingga saat ini. Oleh karenanya, Sunyi dapat menjadi pelajaran untuk lebih peduli terhadap kondisi pendidikan, terutama di Indonesia.

Demi menyokong isu tersebut, Sunyi akan membawa penonton melalui sudut pandang Alex, seorang siswa baru di SMA yang prestigious di masanya dan berteman dengan teman satu angkatannya. Alex menganggap masa SMA adalah tahapan paling indah dalam hidup, yang seketika diruntuhkan ketika ia harus berhadapan dengan senioritas yang sangat kental.

sunyi

Sunyi (2019)

Cerita yang ditampilkan dalam film ini berjalan dengan tempo yang tergolong lamban namun padat, hampir tak ada celah. Plotnya memberikan kesempatan bagi penonton untuk dapat mendalami ceritanya secara utuh, sekaligus memahami berbagai karakter.

Jika Whispering Corridors menjadikan guru sebagai antagonis, trio senior dalam Sunyi-lah yang menjadi tokoh jahat, menyesuaikan dengan grand theme yang ingin ditampilkan. Akan tetapi, alih-alih digambarkan sebagai karakter yang plain evil, mereka diberikan motif tersendiri sebagai pendorong segala tingkah lakunya. Itulah yang menjadikan karakter mereka terasa sangat manusiawi dan multi dimensi.

Belum lagi dengan kehadiran hantu-hantu yang didesain dengan cukup mengerikan. Hantu yang muncul pun bukan hanya berfungsi sebagai sarana untuk menakut-nakuti penonton, namun juga sebagai penggerak cerita yang membuat makhluk tersebut masih memiliki hati nurani.

Walau membawa isu yang dalam, Awi Suryadi tak melupakan esensi horor yang semestinya dibawa dalam Sunyi. Bila berbagai film horor masa kini kerap menggunakan gore dan jumpscare demi menghadirkan ketakutan bagi penontonnya, film ini membawa kengerian yang lebih low-profile dan klasik. Demi menghadirkan horor yang legit, Awi Suryadi menjadikan aspek teknis sebagai senjata utamanya. Melalui permainan kamera yang perlahan, pengambilan gambar yang penuh estetika serta dibarengi dengan scoring lirih nan mengganggu, menjadikan bulu kuduk penonton merinding seketika.

Kesetiaan Sunyi terhadap Whispering Corridors pun tidak berhenti sampai situ. Awi Suryadi sebagai sutradara juga menyelipkan ragam referensi mengenai film horor populer asal Korea tersebut. Di antaranya yang paling mencolok adalah kehadiran pernak-perniknya beserta karakter yang tampil seperti versi Korea-nya. Tidak hanya itu, segi teknis pun juga dibuat serupa dengan sumber aslinya, salah satunya melalui sinematografi dan set building-nya yang ditampilkan terbalik, sehingga tidak semata-mata menjiplak.

Walau membawa isu pendidikan di masa lampau yang masih menjadi keresahan saat ini, Sunyi pun tak lupa dengan jati dirinya sebagai adaptasi film horor. Selain tetap setia dengan sumber aslinya, film arahan Awi Suryadi ini juga menerapkan improvisasi di beberapa bagian sehingga menjadikannya terasa orisinil dan lebih membumi di Indonesia.

12.12: The Day 12.12: The Day

12.12: The Day Review – Kudeta Militer dan Periode Tergelap Korea Selatan

Film

Look Back Review Look Back Review

Look Back Review: Nostalgia & Tragedi

Film

Conclave review Conclave review

Conclave Review – Drama Intrik di Balik Pemilihan Paus

Film

We Live in Time We Live in Time

We Live in Time Review: Perjuangan Pasangan Melawan Kanker & Waktu

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect