Masker paruh burung yang terbuat dari kulit hewan menjadi sebuah ciri khas untuk menggambarkan dokter di Eropa pada masa lampau. Ketika itu ilmu pengetahuan masih belum berkembang pesat seperti sekarang. Pada saat itu dunia medis masih belum dapat mengidentifikasi secara pasti sumber suatu wabah muncul. Misalnya ketika virus influenza mewabah di Hindia Belanda pada abad 19. Pemerintah Hindia Belanda ketika itu mengira orang-orang mengalami demam karena menghirup uap yang naik dari rawa-rawa.
Kostum ini yaitu jubah yang menutup seluruh tubuh si dokter beserta topi dan masker bentuk paruh burung yang mulai dikenal abad 17. Sebenarnya kostum ini identik dengan wabah penyakit pes yang populer dengan istilah The Black Death pada abad ke 14. Namun tidak ada bukti sejarah yang kuat untuk memastikan kostum yang menyerupai burung tersebut telah dikenal di abad ke 14. Wabahnya sendiri memang menjadi ganas di abad ke 14 meski masih berlanjut berabad-abad berikutnya dengan catatan tidak terjadi di musim dingin.
Penemu kostum plague doctor ini adalah Charles de l’Orme, seorang dokter kepala yang bertanggung jawab dalam merawat kesehatan Raja Prancisu Louis XIII. Ia menemukannya di tahun 1619. Wabah pes yang ketika itu tidak diketahui jenis bakterinya maupun penyebarannya yang melalui kutu dikira menular melalui udara. Para dokter dianggap perlu memakai masker yang menyerupai paruh burung tersebut untuk melindungi indera penciuman mereka. Di dalam masker yang menyerupai paruh diisi beragam zat dengan bau kuat seperti kelopak mawar, daun mint, hingga ambergris.
Ambergris seringkali disebut sebagai muntahan spesies paus sperma meskipun belum ada yang mampu membuktikan atau melihat sendiri seekor paus mengeluarkan muntahannya. Ambergris sendiri memiliki wujud padat dengan tekstur seperti lilin. Saking langkanya, hanya satu persen dari jumlah paus sperma yang mampu memproduksi ambergris. Harganya pun mahal. Ambergris ini mampu mengawetkan bau sehingga zat-zat lain yang diletakkan di dalam masker pun memiliki aroma yang awet.
Bagian dalam paruh burung ini memiliki panjang hingga enam inci. Ada lubang pada bagian mata dan tentunya lubang pada bagian hidung. Kadang, sebelum digunakan, seseorang akan membakar beragam jenis rempah dan bunga sebelum memasukkan ke dalam masker. Tujuannya agar wangi di dalam masker bertahan sedikit lebih lama. Orang-orang pada masa itu mengira dengan mencium aroma wangi, mereka akan terhindar dari penularan penyakit pes terutama dari mayat-mayat yang menumpuk.
Masker beserta kostum yang menyerupai burung ini umumnya digunakan oleh dokter kelas dua, dokter yang masih muda, hingga seseorang yang tidak memiliki latar belakang ilmu medis sama sekali. Mereka biasanya dibayar oleh pemerintah kota setempat. Pekerjaan mereka setelah menggunakan kostum khusus ini bukan untuk mengobati pasien penyakit pes melainkan hanya mendata kematian saja. Hal ini dilakukan karena penyakit pes dianggap berbahaya dan orang takut tertular. Sayangnya kehadiran dokter berkostum menyerupai burung ini sering disalahgunakan. Kadang mereka memanfaatkan keadaan dengan memeras pasien yang hidup berkecukupan. Ada beberapa kasus di mana harta korban justru dibawa lari ketika telah meninggal.