Pengguna TikTok di Indonesia tak hanya didominasi konten kreator yang menyajikan video lipsync, challenge, atau dance saja. Konten-konten edukasi pun menjamur.
Bila pada awal pandemi global konten yang muncul berkaitan dengan gerakan cuci tangan dan penggunaan masker kini jenisnya lebih variatif. Ada konten kesehatan reproduksi hingga belajar berbagai bahasa asing. Masyarakat pun dapat mengakses konten edukasi secara cuma-cuma.
Namun nampaknya kontroversi mengenai TikTok tetap kencang berhembus. India yang tengah bergesekan dengan China akibat perebutan perbatasan memutuskan melarang penggunaan TikTok di negaranya. Kini isu pelarangan juga berhembus kencang di Amerika. Pertama sejak ramainya kampanye Black Lives Matter oleh TikTokers yang protesnya sendiri masih berjalan hingga hari ini.
Kedua ketika mereka berhasil melakukan sabotase pada kampanye Presiden Trump dengan membeli sebagian besar tiketnya tanpa bertujuan untuk hadir. Ketiga kini TikTok diduga melakukan mata-mata melalui aplikasinya. Presiden Trump beserta jajaran legislatif baik dari Partai Demokrat maupun Republik sama-sama menyatakan penolakan pada TikTok.
TikTok sendiri mengaku menjaga keamanan data penggunanya dan berencana membuka kantor perwakilan di Amerika yang akan menyerap 10 ribu tenaga kerja.
Kini, setelah Presiden Trump semakin menekan upaya untuk pengesahan pelarangan TikTok, Instagram memperkenalkan Reels. Reels akan menyerupai TikTok hanya saja berada di dalam aplikasi Instagram. Reels akan menyajikan video berdurasi 15 detik dengan backsound berbagai lagu-lagu yang bebas hak cipta sehingga pengguna dapat berkreasi. Reels dapat diakses melalui Instargram stories dan memiliki fitur yang serupa dengan TikTok.
Fitur ini termasuk memasukkan musik, mengatur kecepatan, waktu, dan lain-lain. Instagram memang sengaja membuat Reels untuk melawan dominasi TikTok. Reels tersedia serentak di 50 negara sebagai permulaan di awal Bulan Agustus. Sementara Reels sendiri telah muncul lebih dulu di India (sebagai pengganti TikTok) dan uji coba telah dilakukan di Brazil, Prancis, maupun Jerman.
Instagram juga berupaya melobi konten kreator dari tiap negara yang termasuk ke dalam 50 negara awal yang dapat menikmati Reels. Instagram menghubungi para konten kreator (terutama yang aktif menggunakan TikTok) untuk mencoba menggunakan Reels. Selain itu Instagram menyatakan bahwa Reels akan membantu para konten kreator untuk menjangkau publik lebih besar. Artinya eksposur yang lebih luas.
Reels mungkin akan mampu membuat TikTok goyah. Mengingat para pengguna Instagram sendiri juga banyak yang mengunggah konten TikTok ke dalam akunnya. TikTok juga terutama sangat populer di kalangan beauty enthusiast karena kemudahan dalam pengeditan video dan pemberian transisi. Apakah Reels akan mendapatkan kesuksesan seperti TikTok di Indonesia?