Connect with us
Offering to The Storm
Netflix

Film

Offering to the Storm Review: Investigasi Detektif Salazar Mengungkap Praktek Sekte

Investigasi yang awalnya menarik, namun berkembang menjadi film yang membosankan.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Offering to the Storm merupakan Netflix Original Movie karya sutradara Fernando González Molina. Film Spanyol-Jerman ini dibintangi oleh Marta Etura sebagai Detektif Amaia Salazar.

Masih belum bisa menerima kenyataan bahwa ibunya telah meninggal, Amaia menangani sebuah kasus pembunuhan bayi berantai yang janggal di Lembah Baztan. Diyakini bahwa ada praktek sekte mengorbankan bayi perempuan untuk mendapatkan kekayaan dan telah bertahun-tahun berlangsung di kampung halaman Amaia tersebut.

Merupakan sebuah premis yang menarik ketika genre misteri dan drama kriminal bersatu dengan pemeran utama seorang detektif. Setidaknya kita bisa berekspektasi akan film bernuansa supranatural namun dikemas dengan cerita yang masuk logika dan nalar. Apakah film Offering to The Storm berhasil memenuhi ekspektasi tersebut?

Offering to The Storm

Netflix

Premis dan Permulaan Investigasi yang Menjanjikan

Tak hanya premisnya yang menarik, babak pertama film ini juga menyajikan naskah yang cukup menjanjikan. Langsung dimulai dengan adegan yang intense, kita juga langsung diperkenalkan oleh Detektif Amaia Salazar sebagai pemeran utama dari film ini.

Sebagai penonton, kita akan diajak berdiri di “sepatu” yang sama dengan Amaia. Mulai dari keluarga kecilnya, kematian ibunya yang masih menjadi misteri, hingga interaksinya dengan beberapa karakter yang menjadi tersangka.

Salah satu adegan dengan penulisan dialog terbaik adalah ketika Amaia meminta keterangan dari seorang pendeta. Awalnya Amaia meragukan bahwa sekte tersebut bisa mewujudkan keinginan anggota yang rela memberikan korban. Masalahnya disini bukan masalah percaya atau tidak percaya; namun, praktek yang mereka lakukan jelas mengancam nyawa dan merugikan banyak pihak. Tokoh seperti pendeta dan warga sekitar yang menceritakan sejarah sekte pada Amaia pun juga terlihat menyakinkan dan tidak sekedar klise konten supranatural.

Produksi Film yang Suram dan Gelap

Offering to The Storm tampaknya berusaha keras untuk menimbulkan suasana misteri dan suspense. Sepanjang film, emosi dan suasana yang disuguhkan tegang dan menggelisahkan. Tak hanya dalam segi cerita, begitu juga dalam sinematografi, lokasi, dan pencahayaan. Baik malam atau siang hari, visual selalu didominasi dengan warna kelam kelabu, seperti tidak ada matahari di Lembah Baztan.

Offering to The Storm

Netflix

Rutinitas Amaia juga mengunjungi tempat-tempat yang suram; rumah sakit, penjara, dan ada banyak sekali lokasi pengambilan gambar di kuburan bergaya gothic. Ada beberapa adegan di jalanan yang juga ditampilkan dengan pencahayaan minim. Namun, lama-lama kelamaan kita akan terbiasa dan semakin kehilangan aura suspense yang cukup terasa pada awal film. Karena secara visual memang tidak ada kejutan, tidak ada jumpscare, dan adegan-adegan krusial yang mengandung gore juga dieksekusi dengan directing yang biasa-biasa saja.

Gimmick Drama yang Merusak Image Pemeran Utama

Amaia merupakan karakter yang cukup menarik untuk kita percaya sebagai pemeran utama. Tak hanya bekerja sebagai detektif, Ia juga memiliki suami dan bayi perempuan yang manis. Awalnya kita bisa melihat Ia setia pada keluarga kecilnya dan memiliki dedikasi tinggi dalam bekerja. Namun, karakter Amaia berkembang menjadi pribadi cukup mengecewakan kedepannya. Hal ini hanya karena penulis naskah memutuskan untuk menyisipkan drama romantis, bahkan bukan cerita cinta yang indah dan hangat. Hanya semakin menambah kegelisahan dan masalah dalam kehidupan Amaia.

Tak ada chemistry juga antara Amaia dan suaminya. Ditengah-tengah kasus pembunuhan bayi berantai, Amaia juga tampaknya sama sekali tidak khawatir dengan keadaan bayinya sendiri. Semakin berkembangnya cerita, kita justru semakin kesal dengan Amaia hanya karena masalah pribadi dalam kehidupannya, bukan hal yang berkaitan langsung dengan investigasinya.

Investigasi Terlalu Lama, Berkembang Menjadi Film yang Membosankan

Dengan durasi sekitar 2 jam 30 menit, Offering to The Storm memiliki proses investigasi yang terlalu diulur-ulur. Semakin banyak korban yang jatuh, kita sebagai penonton malah jadi bosan. Apalagi dengan mood suram dan sinematografi yang monoton dari awal hingga akhir film.

Film ini cukup menarik untuk diikuti pada 1 jam pertama, sisanya kita hanya akan berharap agar kasusnya segera terpecahkan. Dengan objektif pertama mengungkap praktek sekte, jawaban akhir dari investigasi Amaia selama ini pun memberikan jawaban yang lain. Mungkin maksudnya menciptakan plot twist, tapi jatuhnya justru tidak nyambung.

Secara keseluruhan, Offering to The Storm merupakan film yang memberikan harapan palsu pada penontonnya dalam segi cerita. Tidak ada salahnya menganut konsep visual dan sinematografi gelap, namun suspense dan naik turun mood juga harus tetap dijaga. Jangan sampai suasana misterius dan suram yang disajikan berakhir menjadi film yang hampa di hati penontonnya.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect