Connect with us
Luther: The Fallen Sun Review
Netflix

Film

Luther: The Fallen Sun Review – Detektif Anti-Hero Memburu Pembunuh Sadis

Rip-off “Saw” dengan sentuhan drama kriminal minim kekerasan dan gore.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“Luther: The Fallen Sun” merupakan film drama kriminal terbaru di Netflix. Film yang dibintangi oleh Idris Elba ini sebelumnya sudah terkenal sebagai serial drama kriminal “Luther”, dengan protagonis seorang detektif bernama John Luther. Detektif Inggris yang kerap melakukan investigasi kasus pembunuhan berantai.

Ini bukan pertama kalinya serial mendapatkan film spesial. Sebelumnya, serial Inggris “Sherlock” yang dibintangi oleh Benedict Cumberbatch juga pernah merilis movie-like episode spesial, “Sherlock: The Abominable Bride” (2016). Dimana film dengan konsep demikian tetap bisa dinikmati oleh penonton yang tidak mengikuti serialnya.

Begitu pula dengan “Luther: The Fallen Sun”, film ini merupakan sajian kasus dan peristiwa spesial, dimana John Luther bertemu dengan sosok pembunuh berantai baru. Skenario Luther kali ini mirip dengan Ethan Hunt (Tom Cruise) dalam “Mission: Impossible – Ghost Protocol” (2011). Dimana reputasinya sedang tidak dalam posisi terbaik hingga akhirnya ia masuk penjara.

Dihantui rasa bersalah oleh kasus terakhir yang tidak berhasil ia selesaikan, Luther pun kabur dari penjara dan bertekad untuk menangkap kriminal dunia maya yang menjadi dalang dari kekacauan ini.

Luther: The Fallen Sun Review

Protagonis dan Antagonis dengan Prinsip yang Dipertanyakan

Sebagai sajian film, “Luther: The Fallen Sun” memiliki tugas untuk memperkenalkan kembali sosok John Luther sebagai protagonis. Bahkan sebelum kita mengenal John Luther sebagai detektif yang dijagokan di serialnya, reputasinya langsung dihancurkan oleh naskahnya sejak babak pertama.

John Luther versi film berubah menjadi protagonis anti-hero, namun kurang tegas dalam memberikan garis bawah akan sisi baik dan sisi buruk pada penokohannya. Khususnya dalam skenario film ini karena konflik utamanya adalah dilema moral dari setiap orang.

Andy Serkis menjadi lawan Luther dalam skenario kali ini. Sebagai pembunuh berantai dengan modus blackmailing di dunia maya, Serkis tampil sebagai villain yang menggangu dan tidak memikat. Siapa dia bicara tentang baik dan jahat, berusaha memutar balikan moral, namun penonton tidak diberi alasan mengapa ia lebih dari sekadar psikopat.

Villain juga harus memiliki penokohan yang menarik, apalagi skenario ini adalah fiksi kriminal. Seharusnya bisa leluasa dalam menampilkan romantisme mastermind kriminal seperti James Moriarty (rival Sherlock Holmes) dan Joker.

Pada akhirnya, baik karakter John Luther maupun villain-nya jadi tidak ada yang cukup menarik untuk dijagokan. Penonton akan terus mencari alasan untuk menjustifikasi salah satu dari karakter utama, namun tak kunjung ketemu hingga mendekati akhir kisah.

Rip-Off Saw Minim Kekerasan dan Gore

Plot “Luther: The Fallen Sun” tergolong cukup berbeda dengan kasus-kasus pembunuhan yang dihadapi Luther di serialnya. Film ini akan mengingatkan kita pada film seperti “Spiral: Saw” (2021), begitu pula konsep torture game seperti yang ada pada “Saw” dan “Hostel”. Namun film ini masih nanggung dalam memasukan elemen tersebut dalam film ini.

Sejak babak pertama, ada indikasi bahwa antagonis memiliki rencana besar, lebih dari sekadar pembuhan berantai yang sadis dan fenomenal. Namun antisipasi tidak dibangun dengan rapi hingga mencapai babak utama.

Pertama, sekuen agenda yang dirancang oleh antagonis sebagai “pertunjukan” tidak jelas. Kedua, tidak jelas timeline dan pas-pasannya dengan pihak kepolisian. Bicara tentang polisi juga, tingkah laku tim kepolisian dalam film kriminal ini dijamin hanya akan bikin penonton naik darah. Karena mereka banyak sekali momen yang dengan mudah dibodohi oleh situasi. Aksi mereka tidak terlihat profesional, cukup banyak kesalahan konyol yang diperbuat, seakan karakter paling penting hanya Luther dan villain-nya.

Sudah pusing lihat aksi polisi yang kacau sendiri, sambil kita terus mencari dasar dan prinsip dari dua karakter utama, “Luther: The Fallen Sun” tidak mengandung adegan kekerasan dan gore yang maksimal mengingat konsep utama yang hendak diaplikasikan dalam skenarionya. Adegan-adegan penyiksaan dan “pertunjukan” ditampilkan secara implisit, hanya melalui audio dan frame yang terpotong.

Kalau memang tidak niat bikin konsep pembunuh berantai yang sadis, seharusnya sekalian saja tidak usah mengangkat topik demikian. Konsep penculikan dan penyiksaan korban secara brutal dalam skenario ini hanya dihadirkan dalam bentuk deskripsi dan ide, tidak sampai pada babak eksekusi.

“Luther” mungkin salah satu serial drama kriminal terbaik dengan rating cukup tinggi di media utama, sayang sekali “Luther: The Fallen Sun” masih jauh dari standar film thriller kriminal yang sempurna. Ketika protagonis dan antagonis tidak mampu menyajikan apapun, kemudian plotnya berantakan dan tidak all out, film dengan durasi lebih 2 jam ini hanyalah film yang akan membuat penontonnya semakin bosan seiring berjalannya plot.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect