Sutradara Alberto Mielgo kembali untuk “Love, Death + Robots” Season 3 dengan karya animasi terbarunya, ‘Jibaro’. The last but not the least, ‘Jibaro’ menjadi episode terakhir dalam Season 3, episode terbaik yang patut diberi apresiasi lebih. Banyak media juga mengakui kualitas dari animasi satu ini.
‘Jibaro’ merupakan episode animasi pendek tentang prajurit tuna rungu yang bertemu dengan makhluk dalam wujud wanita dibalut dengan emas dan perhiasan berharga lainnya. Bersemayam di perairan hutan, wanita tersebut menggunakan suara dan tarian sebagai senjata untuk membunuh penyusup di hutan. Ia pun jatuh cinta dengan sosok prajurit yang memberikan reaksi berbeda; prajurit tersebut kebal dengan suara mematikan yang selama ini Ia gunakan untuk membunuh manusia.
Tanpa dialog, tanpa narasi, Mielgo sepenuhnya mengandalkan animasi dan tarian balet pada karakter untuk menyampaikan naskah yang Ia tulis. Kisah prajurit tuna rungu dan wanita berbalut harta karun yang saling jatuh cinta dengan alasan yang salah.
Animasi Masterpiece Alberto Mielgo Terinspirasi dari Balet dan The Revenant
Melihat promotional trailer “Love, Death + Robots” terbaru, ‘Jibaro’ menjadi salah satu potongan adegan yang paling menarik. Dengan penampakan wanita emas yang upnormal, keluar secara perlahan dari permukan air, menawan sekaligus membuat kita yang melihat merinding. Dibandingkan dengan beberapa episode lainnya, judul ini memiliki eksekusi visual 3D yang nyaris mendekati nyata.
Dilansir dari Indiewire, sutradara Mielgo mengungkapkan bahwa Ia terinspirasi dengan sinematografi yang diterapkan dalam film survival “The Revenant”. Dimana kita akan melihat pergerakan kamera yang terasa kalut sebagai simbol situasi yang berbahaya.
Sementara untuk background panorama hutan, lukisan bergaya Renaissance menjadi ide yang diterapkan. Hendak memperlihatkan latar alam yang organik dan natural. Mielgo mengakui bahwa menciptakan background pada bagian perairan menjadi tantangan besar dalam proses produksi. Mielgo menyempatkan diri untuk menjelajahi California, Washington, dan Oregon untuk mendapatkan gambaran hutan yang asli sebagai referensi. Ia tau dirinya membutuhkan referensi air seperti rawa yang terlihat mistis dari pada menawan.
Tarian balet modern juga menjadi sumber inspirasi pertama Alberto Mielgo dalam mewujudkan si wanita emas. Ia ingin animasi pendeknya kali ini berbicara melalui tarian dan lekukan sang penari. Dengan bantuan koreografer, Sara Silkins bersama tim penarinya, Miguel mengambil beberapa foto para penari dengan berbagai gerakan, yang digunakan dalam proses produksi animasi ‘Jibaro’.
Legenda Percintaan antara Wanita Emas dan Prajurit Tuna Rungu
Kisah cinta antara dua insan yang bertemu dalam situasi tidak terduga sudah menjadi pola yang sering kita temukan dalam dongeng dan legenda. Salah satu contoh dongeng yang bisa kita sandingkan untuk memahami ‘Jibaro’ adalah kisah putri duyung yang kerap menarik perhatian para pelaut dengan senandungnya. Ada legenda yang memiliki akhir bahagia, namun tak sedikit pula yang memberikan horor.
‘Jibaro’ memiliki naskah yang bisa dibilang sangat sederhana, namun meninggalkan kesan mendalam karena kualitas animasinya, and that’s the point. Mielgo tidak mengharapkan penonton memahami plot atau mencari makna lebih dari kisah dua pasangan yang tragis ini. Memahami motivasi, hasrat, dan emosi dari kedua karakter saja sudah cukup dalam menonton animasi pendek ini.
Melalui gerakan wanita emas, kita akan melihat tarian dan lekukan yang tegas ketika motivasinya untuk menyakiti. Berbeda pula ketika Ia merasa penasaran dan ingin mengobservasi lebih dekat. Kemudian pertunjukan terakhir, kita akan menyaksikan tarian yang memadukan emosi patah hati, kecewa karena pengkhianatan, hingga akhirnya berbuah pada keinginan balas dendam yang mencabik-cabik.
‘Jibaro’ merupakan animasi dengan narasi visual yang sangat kuat. Mielgo patut bangga dengan masterpiece-nya kali ini, karena visinya untuk menyampaikan emosi melalui tarian sangat berhasil dalam setiap frame.
Apa Makna Judul ‘Jibaro’?
Melalui wawancara dengan CBR sendiri, sutradara Mielgo tidak mengetahui apa makna dari ‘jibaro’. Banyak yang mengidentifikasi kata tersebut sebagai nama karakter prajurit, namun hal tersebut juga tidak dikonfirmasi oleh sutradara. Ia hanya memiliki tujuan untuk penonton merasakan sensasi sebagai cameraman, menyaksikan kisah cinta wanita emas dan prajurit tuna rungu secara langsung. Mielgo ingin kita merasa tergugah dengan kualitas animasi yang dipresentasikan, namun tidak sebagai dongeng yang indah, melainkan sebagai legenda yang tragis dan mengerikan.
Kata tanpa makna seperti ‘Jibaro’ menjadi judul yang tak akan kita lupakan setelah terkesan dengan animasi pendek ini. Ketika mengingat judul tersebut, kita akan mengasosiasikannya pada hal yang mistis, menawan, sekaligus mengerikan dan tragedi yang kelam.