Kesuksesan Broker (2022) membawa arus perbincangan tentang karya-karya Hirokazu Kore-eda lainnya, salah satunya adalah “Like Father, Like Son” (2013) film yang pernah membawa nama Koreeda meraih penghargaan Jury Prize pada Cannes Film Festival 2013. Film ini mengangkat kisah dua keluarga yang terhubung karena peristiwa dua anak yang tertukar sejak lahir.
Mirip dengan film-film Hirokazu Kore-eda lainnya seperti “Shoplifter” (2018) atau “After the Storm’ (2016), “Like Father, Like Son” juga membawa kehidupan keluarga sebagai faktor penting kebahagiaan atau kesedihan bagi para tokoh-tokohnya. Film ini berupaya menembus emosi dan rasa dilematis paling dalam dari hati para orangtua.
Cerita Anak Tertukar yang Dikemas Lebih Emosional
“Like Father, Like Son” adalah drama keluarga yang konflik utamanya dipicu oleh tertukarnya dua orang anak laki-laki berumur enam tahun bernama Keita Nonomiya (Keita Ninomiya) dan Ryusei Saiki (Shogen Hwang).
Keduanya menjalani kehidupan yang berbeda satu sama lain, Keita besar di keluarga arsitek terpandang. Pasangan Ryota Nonomiya (Masaharu Fukuyama) dan Midori Nonomiya (Machiko Ono) mendidik Keita menjadi anak santun yang penurut dan sopan.
Namun karena kesibukan ayahnya, Keita tidak punya banyak waktu untuk dihabiskan bersama ayah yang selalu menjadi sosok favoritnya. Hal tersebut tidak menghalangi keluarga Nonomiya untuk bahagia dengan caranya sendiri.
Sementara Ryusei hidup sederhana dengan ayah dan ibu yang telah membesarkannya, Yudai Saiki (Riri Furanki) dan Yukari Saiki (Yoko Maki). Mereka keluarga pemilik toko elektronik biasa yang hidup pas-pasan dengan tiga orang anak.
Berkebalikan dengan perasaan sepi yang selalu dirasakan Keita, Ryusei hidup dikelilingi adik-adik dan dua orang tua berisik yang selalu menemaninya melakukan banyak hal, seperti bermain layang-layang dan mandi bersama.
Kebahagiaan dua keluarga ini kemudian terusik saat pihak rumah sakit tempat Keita dan Ryusei dilahirkan, mengabarkan berita tentang dua anak mereka yang saling tertukar. Kedua keluarga ini kemudian melakukan pertemuan rutin untuk menentukan bagaimana nasib Keita dan Ryusei pada masa depan.
Menyelami Perasaan Paling Dilematis Para Orangtua
Tidak hanya menebarkan perasaan kecewa dan kebingungan orang tua, karena harus menghadapi kenyataan bahwa anak yang dibesarkannya selama enam tahun ternyata bukan anak kandungnya sendiri.
Film dengan durasi dua jam ini mampu menyelami perasaan paling dilematis para orang tua tentang bagaimana seharusnya mereka mengambil keputusan besar. Apakah harus merelakan anak yang telah dirawatnya selama ini, atau malah membiarkan anak biologisnya berbahagia bersama keluarga lamanya.
Ryota Nonomiya, tokoh sentral seorang ayah penuh ambisi dan selalu mendapatkan apapun yang diinginkannya. Menampilkan banyak adegan frustasi dan kebingungan. Kesadaran tentang tidak selamanya dunia berputar pada dirinya, bisa menjadi titik terang bahwa perasaan sesak yang dialaminya pada masa kini, adalah salah satu buah kesalahannya pada sang ibu sambung di masa lalu.
Film ini mampu memadukan realitas yang dialami Ryota, Keita, dan Ryusei menjadi satu kesatuan yang saling sambung, yaitu hubungan antara seorang anak dan ayahnya.
Film Lambat yang Mengeksplorasi Keintiman Perasaan
Film yang ditulis langsung oleh Hirokazu Kore-eda ini berjalan dengan tempo lambat, menyajikan detail-detail tentang perasaan para tokohnya yang mengalami banyak kebingungan karena menghadapi situasi yang tidak terbayangkan sebelumnya.
“Like Father, Like Son” bukan hanya mengeksplorasi perasaan seorang ayah, namun film ini juga memberikan ruang paling sesak kepada dua karakter ibu yang seperti menanggung semua kesalahan.
Pada satu adegan, Midori Nonomiya bahkan sempat memberikan pernyataan yang sangat menyakitkan hati dimana saat ia mulai menyayangi anak kandungnya, Ryusei. Tetapi dalam hati kecilnya ia malah penuh dengan perasaan bersalah karena merasa menghianati Keita, anak yang sudah ia besarkan selama ini.
Kelambanan penceritaan yang dibawakan, mungkin memengaruhi naik turunnya emosi penonton sepanjang menyaksikan drama haru dari dua keluarga ini. Pada puncaknya, adegan terakhir bagaimana Ryota dan Keita saling membagi perasaannya menjadi bagian penutup yang pas. Kore-eda memilih ending terbuka agar penonton bisa merayakan kebimbangan hingga akhir cerita.
Pada akhirnya, “Like Father, Like Son” bukan hanya menceritakan tentang hubungan seorang ayah dan anak, tetapi lebih mengeksplorasi bagaimana sebuah keluarga bisa bahagia dengan cara kolektif, dimana kebahagiaan itu tidak bisa berdiri secara individualis tetapi butuh orang lain dalam lingkup terkecil, misalnya sebuah keluarga yang bisa berbagi kebahagiaan satu sama lain.