Pada hari-hari setelah kematian Kurt Cobain 5 April 1994, Jonatahan Freedland seorang jurnalis The Guardian sempat membuat laporan tentang situasi di Seattle waktu itu. Ia juga memetakan masalah dari Kurt Cobain. Freedland menerangkan adanya vas bunga tulip merah muda yang diletakkan di lantai, menandai tempat Cobain mengambil senapan dan meledakkan kepalanya.
Burung-burung yang bernyanyi di luar rumahnya seolah ikut berduka atas meninggalnya raja grunge dan pentolan Nirvana itu. Mungkin saat itu, Cobain sedang menghirup bau Nirwana. Sementara generasi X telah kehilangan salah satu mahkotanya. Kemudian kisah Cobain tampak begitu jelas dan akrab sehingga kalimat rock n’ roll suicide datang begitu mudah.
Meninggalnya Cobain memiliki semua elemen sekaligus kisah kehancuran dirinya dan grunge. Cobain adalah simbol generasi X dan Seattle. Memang kehidupan dan musiknya jauh lebih kompleks. Terbebani oleh ketegangan dibandingkan dengan eulogi yang sederhana dan teralienasi. Kematian di usia 27 tahun termasuk ironi yang tidak mudah masuk ke dalam generasi X.
Terwakililah Generasi X!
Pada 1991, ‘Smells Like Teen Spirit’ telah mengekspor suara dari Seattle ke seluruh dunia. Menyuntikan indie rock ke arus utama musik. Puisi Cobain dalam Teen Spirit berhasil membangkitkan kekecewaan dan fatalisme. Semua perasaan itu ada di sana, di dalam musik. Jika kita frustasi, ada kemarahan dalam teriakan dan nyanyian Cobain.
Pekikan suara gitar metalik dan lirik seperti menyuruh untuk mendapatkan jalan yang lebih baik. Ini memang sulit dipahami oleh orang-orang luar. Dimana melodi sering terkubur di bawah lapisan suara yang keras layaknya perpaduan antara punk dan metal. Telinga yang tidak terlatih, mungkin akan tegang untuk mendengar apa yang baru dalam semua itu. Cobain melihat hal ini sendiri, “Aku orang pertama yang mengakui bahwa kita adalah versi trik murah di tahun 90-an,” kata Cobain.
Tapi melalui itu musik dari Nirvana adalah soal rasa. Meskipun para kaum berpakaian hibrida punk-hippie berjanggut menganggap bahwa grunge telah mati jauh sebelum Cobain. Grunge mati ketika menjadi besar, saat industri mode berhasil mendapatkanya. Dalam kasus yang terjadi, kebanyakan remaja bekerja di pekerjaan yang berstatus dan bergaji rendah. Semua orang di sekelilingnya berada di posisi yang sama, tidak ada yang bisa menyatukan mereka sebelumnya. Tapi mereka tidak meremehkan peran Cobain sebagai suara satu generasi. Ketika inti pesannya adalah penolakan terhadap apa yang dilihat dari motif komersial yang secara kasar dari pelabelan kelompok umur.
Seperti Teen Spirit yang menyindir deodoran untuk para gadis-gadis muda. Fakta bahwa Nirvana menghasilkan jutaan dengan menarik pasar. Sebagian didefinisikan oleh kaum muda adalah ironi yang tidak hilang pada Cobain yang menulis kata-kata dan musik untuk semua lagu Nirvana. Serta bernyanyi dan memainkan gitar untuk mereka semua.
Pergerakan Tanpa Politik Koheren
Cobain melakukan lebih dari menyadarkan untuk mengulangi tema abadi pemberontakan remaja. Ia memiliki perasaan naluriah untuk membuat rasa sakit pendengarnya tumbuh berbeda. Seperti pada lirik pembuka In Utero dalam album terakhir band ini: “Teenage angst has paid off well, now I’m bored and old,”
Menurut Newsweek, “Grunge adalah apa yang terjadi kepada anak-anak (korban perceraian) mendapatkan gitar,” satu hal yang sulit dari demografi di tengah semua masalah generasi X. Lebih dari kelompok manapun dalam sejarah, mereka berasal dari keluarga yang hancur. Ibu dan ayah Cobain pun berpisah ketika ia berumur 10 tahun.
Sinisme itu tidak tanggung-tanggung. Terlepas dari idelisme flower-power, grunge adalah sebuah gerakan yang sepenuhnya tanpa politik koheren. Cobain jarang tersandung langsung dalam politik. Meski ia sesekali meminta para penggemarnya untuk mendukung hak-hak wanita dan gay.
Inilah yang membedakan Nirvana dan generasinya dan pemberontakan remaja yang telah terjadi sebelumnya. Dalam catatan untuk album Incesticide, Cobain mengeluarkan pernyataan “Jika ada di antara kalian yang membenci homoseksual, orang-orang dengan warna (kulit) berbeda atau wanita, tolong, tinggalkan kami semua!”