Pada periode tahun 2009 hingga 2012, belantika musik Indonesia diwarnai oleh kehadiran grup vokal pria maupun wanita yang lebih dikenal dengan sebutan boyband atau girlband. Hadirnya SM*SH, Dragon Boyz, Cowboy Jr (CJR), 7 icons, Cherry Belle, Hitz, Max 5, dan grup lainnya melahirkan alternatif baru untuk para pencinta musik Indonesia, khususnya bagi mereka yang memang penggemar musik K-pop. Sayangnya, kehadiran mereka tidak berlangsung lama dan bisa dibilang aji mumpung ditengah invasi para boyband dan girlband dari Korea Selatan menuju Asia Tenggara. Sehingga, label “kagetan” memang tidak dapat dihindarkan dari industri musik di Nusantara.
Ketika demam boyband dan girlband ini belangsung, hampir semua acara musik di stasiun televisi mengundang setidaknya satu boyband/girlband sebagai salah satu pengisi acara. Sampai-sampai beberapa acara musik di salah satu televisi swasta berani mengundang langsung boyband/grilband Korea Selatan yang akan ataupun sedang mengadakan konser di Indonesia sebagai bintang tamu. Namun, hingga saaat ini, hanya sedikit boyband/girlband yang bertahan dan aktif di industri musik Indonesia. Setidaknya ada 3 kemungkinan utama yang menjadikan trend ini kurang berkembang di industri musik Indonesia.
Trend yang tidak menjangkau semua lapisan usia masyarakat
Tidak seperti musisi-musisi Indonesia kebanyakan yang bisa meraup kepopuleran di segala rentang usia, trend ini memang hanya memiliki pengikut dari kalangan remaja dilihat dari persebaran usia para penggemarnya. Hal ini bisa jadi penyebab utama kurangnya gairah masyarakat untuk mengikuti trend boyband/girlband. Penggemar merupakan salah satu hal utama yang mempengaruhi perkembangan musik dan juga keberadaan para musisi di dunia musik. Seperti yang kita ketahui, musik atau artis yang bisa dibilang memiliki karya baik akan selalu merangkul tidak hanya satu komunitas tapi juga mengrangkul lingkaran masyarakat yang lebih besar.
Menempel kepopuleran dari Korea Selatan di awal kemunculannya
Trend ini bisa jadi tidak mungkin hadir di Indonesia jika demam K-pop tidak menyebar ke negara-negara Asia Tenggara. Hal ini bisa jadi diakibatkan oleh Invasi yang dilakukan oleh agensi-agensi besar Korea Selatan menuju berbagai negara di luar negeri menghasilkan demam K-pop di seluruh dunia. Khusus di Indonesia, para artis yang mencoba untuk mengikuti trend ini sangat tergantung kepada para artis K-pop di awal kemunculannya sehingga beberapa kalangan menilai bahwa trend ini tidak akan berkembang kedepannya dikarenakan tidak ada keseriusan dalam pengembangannya dan hanya terkesan ikut-ikutan saja.
Masih superiornya karya-karya para musisi di Indonesia
Hal lain yang bisa jadi memang menjadikan trend ini sulit berkembang di Indonesia adalah masih superiornya para musisi Indonesia di mata masyarakat luas. Trend boyband/girlband di Indonesia masih belum mendapatkan tempat tersendiri di hati masyarakat dibandingkan dengan para penyanyi solo maupun grup band yang memang sudah menguasai pasar musik Indonesia. Di tengah serangan trend dari Korea Selatan ini, kepopuleran dari para penyanyi dan band lokal kenamaan tidak goyah sedikitpun. Dengan musik yang lebih cocok di telinga para pendengar dan lirik yang lebih terasa dekat dengan para penikmatnya menjadikan musisi lokal tetap menjadi pilihan utama untuk masyarakat.
Ada hal yang bisa kita pelajari bersama dibalik kurang berkembang trend boyband dan girlband di Indonesia yaitu masyarakat kita lebih memilih musik yang memang lebih dekat dan mewakili kesehariannya masing-masing. Musik bagi sebagaian besar masyarakat Indonesia bukan hanya persoalan trend sesaat ataupun pengaruh dari luar negeri. Sehingga kita boleh saja untuk mengikuti apa yang sedang terjadi di luar negeri tapi akan lebih baik jika kita menghargai apa yang sudah kita punya.