Connect with us
Kandahar
Open Road Films/Briarcliff Entertainment

Film

Kandahar Review: Film Action Hollywood Berlatar Timur Tengah yang Generik

Gerard Butler tampil biasa, film ini hanya menambah daftar film action Hollywood generik.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“Kandahar” merupakan film action thriller terbaru yang disedang tayang di bioskop, disutradarai oleh Ric Roman Waugh, dibintangi oleh Gerard Butler sebagai Tom Harris, seorang agen CIA.

Ini bukan pertama kalinya Roman Waugh dan Gerard Butler tergabung dalam project film yang sama. Sebelumnya Roman Waugh menyutradarai dua film action yang dibintangi Butler juga, “Angel Has Fallen” (2019) dan “Greenland” (2020). “Kandahar” juga diisi oleh aktor-aktor internasional lainnya, Navid Negahban, Ali Fazal, dan Nina Toussaint-White.

Dalam “Kandahar”, kali ini Butler menjadi agen CIA yang sedang dalam misi penyamaran, yang kemudian terjebak di wilayah musuh di Afghanistan. Ketika penyamarannya terungkap, Tom Harris bersama penerjemahnya berusaha menyelamatkan diri dengan kabur ke suatu wilayah bernama Kandahar.

Kandahar

Film Action Hollywood Berlatar di Afghanistan yang Sudah Basi

“Kandahar” merupakan film action thriller dengan premis yang sebetulnya sangat generik, yaitu agen CIA yang menjalanan misi berbahaya di daerah konflik seperti Afghanistan.

Plot yang jenis aksi kejar-kejaran, bersembunyi, sesekali melakukan perlawanan, yang sudah biasa. Semuanya serba generik dan tidak terlalu menyuguhkan hal baru dalam skenanya. Hingga pada titik ini film action Hollywood dengan tema skenario seperti ini sepertinya sudah basi, serta mengangkat topik yang sensitif dan terlihat seperti propaganda. Sama halnya film-film bertema hijack presiden Amerika Serikat yang juga sudah terlalu sering diadaptasi oleh Hollywood.

Melalui dua karakter utama, Tom Harris dan penerjemahnya, Mohammad alias Mo, terlihat usaha untuk memberikan motivasi emosional pada keduanya. Motivasi Tom Harris masih terasa terlalu generik, mungkin sudah terlalu sering diaplikasikan dalam cerita serupa, eksekusinya tidak lagi terasa spesial bagi penonton. Namun, justru kehadiran Mo (Navid Negahban) yang sedikit menarik dan terasa baru. Motivasi dan kelanjutan dari tindakan karakter ini setidaknya memberikan momen emosional. Interaksinya dengan Tom Harris juga menjadi salah satu poin yang memberikan nilai plus.

Kandahar

Perkembangan Plot Standar dan Elemen Aksi yang Kurang Berkesan

“Kandahar” kurang lebih akan mengingatkan kita pada film “The Covenant” yang juga rilis tahun ini. Sayangnya film dengan Gerard Butler sebagai bintang utamanya ini masih kalah dengan film tersebut. Terutama karena kurangnya penokohan protagonis digodok, karena sudah banyak film seperti ini dengan protagonis yang akhirnya generik. Protagonis dalam film seperti ini harus memiliki sesuatu yang spesial selain ia adalah agen CIA sekaligus seorang ayah yang ingin kembali ke keluarganya.

Mau mengandalkan plot juga, film ini tidak memiliki plot yang menjadi wahana terbaik untuk perkembangan dua karakter utamanya. Berapa banyak film skenario misi agen CIA yang telah diproduski oleh Hollywood? Berapa banyak juga yang terlupakan? “Kandahar” hanya menambahkan daftar film yang akan penonton lupakan.

Sebagai film action thriller, adegan laga bisa jadi sesuatu yang secondary, sifatnya hanya hadir jika benar-benar penting dalam skenario, bukan atraksi utama. Namun, ketika karakter dan plot tidak menarik, mungkin akhirnya kita berharap pada adegan aksinya. Meski menghadirkan adegan ledakan dan adegan kekerasa yang memperlihatkan darah, tidak ada juga adegan aksi yang berkesan dalam film ini.

Panorama Timur Tengah yang Megah dan Epic

Sebagai film yang rilis di bioskop, “Kandahar” setidaknya memiliki sinematografi yang memang juara. Meskipun dikisahkan berlatar di Afghanistan, film ini melangsungkan proses syuting di Arab Saudi.

Ada banyak visual padang gurun menjadi latar aksi pengejaran dengan mobil yang terlihat epic. Kemudian didukung dengan aplikasi scorring yang cukup menggugah, meski bukan tipe scorring yang akan diingat oleh penonton.

Adegan ledakan skala besar juga terlihat ‘mahal’, namun kembali lagi, tanpa emosi yang berhasil dibangun dalam naskah secara keseluruhan, visual yang epic sekalipun hanya akan berlalu dalam ingatan penonton. Karena film dengan panorama gurun bertema misi agen rahasia maupun perang juga bukan visual yang asing dalam skena film action Hollywood.

Look Back Review Look Back Review

Look Back Review: Nostalgia & Tragedi

Film

Conclave review Conclave review

Conclave Review – Drama Intrik di Balik Pemilihan Paus

Film

We Live in Time We Live in Time

We Live in Time Review: Perjuangan Pasangan Melawan Kanker & Waktu

Film

Auditorium ScreenX Terbesar Kedua di Dunia Hadir di CGV Cinemas Indonesia dengan Teknologi Dolby Atmos Auditorium ScreenX Terbesar Kedua di Dunia Hadir di CGV Cinemas Indonesia dengan Teknologi Dolby Atmos

Auditorium ScreenX Terbesar Kedua di Dunia Hadir di Indonesia

Entertainment

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect