Premis mencari orang terdekat yang hilang memang sudah banyak digunakan oleh beberapa film misteri thriller. Kisah yang serupa juga dikembangkan oleh Sujoy Ghosh untuk film Kahaani.
Seorang perempuan yang sedang hamil terbang dari London ke Kolkata (India) untuk mencari suaminya yang menghilang tanpa kabar setelah ditugaskan dua bulan yang lalu ke kota tersebut. Vidya Bagchi, perempuan yang diperankan oleh Vidya Balan, terjerumus semakin dalam ke sebuah konspirasi yang melibatkan pemerintah dan kepolisian. Lambat laun, Vidya menyadari bahwa ia harus menyelidiki sebuah kejadian dua tahun lalu demi menemukan suaminya.
Vidya Balan memberikan performa terbaiknya dalam film ini sebagai karakter Vidya Bagchi. Bukan hanya memerankan seorang perempuan yang sedang hamil dan kebingungan mencari suaminya, karakternya juga memiliki intrik sendiri sebagai seseorang yang telaten dalam teknologi. Mungkin pada awal kisah, orang-orang akan melihat karakter Vidya sebagai damsel in distress yang harus dibantu oleh Rana sang polisi. Namun justru itu yang sengaja menjadi tujuan para penulis kisah ini.
Film thriller India ini tidak hanya bermodal kejutan dan plot twist yang tidak terduga, tapi juga menantang nilai-nilai patriarkal dalam pengisahan misteri yang biasanya ditemui. Bukan hanya itu saja, Kahaani (2012) juga tidak malu-malu untuk mempertanyakan kecacatan sistem keadilan yang tidak hanya berlaku di India namun juga hampir di seluruh dunia.
Tidak jarang kita menemukan kisah misteri yang mengandalkan kejelian dan ketekunan seorang laki-laki untuk menyelamatkan seseorang. Seringkali dalam kisah seperti itu, karakter perempuan hanya akan menjadi plot device atau faktor yang mendukung kemajuan karakter laki-laki. Hal ini terlihat sangat ditantang dalam film ini ketika terungkap bahwa ternyata Vidya yang selama ini menggunakan kepolisian, bukan sebaliknya. Justru dalam film ini, para karakter laki-laki yang menjadi pembantu plot untuk memajukan sang perempuan.
Bukan hanya hal ini saja yang menunjukkan sisi feminis film Kahaani. Karakter Vidya dibuat tepat seperti stereotip perempuan tak berdaya; seorang perempuan yang sedang hamil dan kehilangan suaminya. Namun justru dengan menggunakan stereotip ini yang membuat plot twist terakhir Kahaani semakin tak disangka karena tentu saja tidak ada yang mengira ada perempuan berdaya yang tidak hanya dapat menaklukan sistem korup, namun juga supremasi laki-laki dalam memimpin.
Jangan merasa malas terlebih dahulu ketika membaca bahwa film ini mungkin menjunjung nilai-nilai feminis. Secara keseluruhan, nilai feminis yang dibawa justru sangat implisit seperti yang dijelaskan sebelumnya. Justru hal yang secara eksplisit terlihat adalah penentangan terhadap sistem yang korup dan tidak sepenuhnya adil.
(Warning spoiler)
Dalam salah satu adegan, Rana sang polisi dan Jenderal Khan berdebat mengenai nyawa Vidya dan bayinya yang mungkin akan dikorbankan hanya untuk menangkap penjahatnya. Rana tidak setuju jika harus ada dua nyawa tak bersalah yang ditumbalkan dan merasa bahwa hal itu akan membuat mereka sama saja seperti sang penjahat. Merespon hal itu, Khan mengatakan bahwa mereka mengorbankan nyawa untuk menjunjung hukum, sedangkan penjahat mengorbankan nyawa untuk melanggar hukum.
Meski demikian, hal tersebut tetap rasanya salah karena tidak semua hal yang sesuai hukum berarti sesuai dengan moral atau dapat dianggap “baik”. Keras kepala Rana mengenai hal ini menjadi sebuah simbol pertentangan keras terhadap sistem yang korup dan tidak bermoral. Melihat kondisi politik dengan sisi demokrasi yang semakin terancam, rasanya pendirian tersebut cukup berani untuk diutarakan dengan jelas dalam sebuah film.
Bukan hanya nilai-nilai yang diusung dalam kisah film ini saja yang mengagumkan, namun juga penggambaran kota Kolkata. Sejak awal film diputar, penggambaran kota yang padat penduduk, dipenuhi oleh taksi kuning tanpa AC, bis terlihat tidak bersih, penumpang kereta yang berdesakan, hingga kavling sepanjang pinggir jalan yang terlihat penuh dengan penjual patung, barang antik, atau kesenian lainnya. Penggambaran kota Kolkata yang sangat tepat ini patut diapresiasi karena menambah sisi realis dalam pengambilan gambarnya.
Akan tetapi, bagi yang tidak terbiasa menonton film India, mungkin suntingan film Kahaani masih akan dianggap terlalu dramatis di beberapa bagian. Untuk film dengan format kisah 8 sekuens, durasi dua jam mungkin masih masuk akal.
Meski begitu, sekuens kelima tentang subplot yang ada terkesan terlalu bertele-tele dan hampir membosankan. Secara keseluruhan, penyuntingan film dan kecepatan alur film Kahaani masih sangat khas film India yang dapat mengganggu fokus penonton jika tidak mampu bertahan untuk plot keseluruhannya.
Pada akhirnya, Kahaani berhasil merangkum kisahnya melalui sisi budaya yang tak terduga. Dewi Durga yang menjadi sorotan sepintas di sepanjang film ternyata merupakan kunci dari akhir kisah ini.
Terkenal sebagai dewi peperangan, Dewi Durga sebenarnya memiliki sisi lain sebagai Dewi yang protektif dan mendukung kebebasan untuk mereka yang teropresi (seperti teropresi oleh sistem korup).
Dewi Durga juga membawa kehancuran demi ciptaan, kematian untuk sebuah kelahiran. Seperti sang Dewi, film Kahaani memberikan nilai berharga mengenai kekuatan tak terduga yang menghancurkan kejahatan. Kahaani dapat disaksikan di Netflix.