Di antara banyaknya film yang mengangkat tema perjalanan ke alam liar, “Into The Wild” (2007) menjadi salah satu film yang mendapat banyak pujian. Film ini diangkat dari kisah nyata Christopher McCandless (Emile Hirsch) alias “Alexander Supertramp”, seorang pemuda yang berkelana melintasi Amerika Utara menuju Alaska pada tahun 1990.
Film ini disutradarai oleh Sean Penn yang mengadaptasi cerita dari buku biografi Christopher McCandless karya Jon Krakauer dengan judul yang sama.
Idealisme untuk Hidup Jauh dari Masyarakat
“Into The Wild” sendiri merupakan biopik perjalanan Christopher McCandless, seorang pemuda cerdas yang baru lulus dari Emory University pada tahun 1990. Setelah lulus, Ia membuat keputusan yang cukup radikal dalam hidupnya. Chris mulai memutus kontak dengan keluarganya, mendonasikan semua sisa tabungnnya, lalu memulai petualangannya menuju Alaska.
Alur film dibuat maju mundur antara kehidupan Chris saat sendirian di Alaska dan kisah perjalanannya saat menuju Alaska. Keputusan Sean Penn menetapkan alur semacam ini untuk “Into The Wild” merupakan keputusan yang tepat karena membuat film ini lebih menarik untuk diikuti dan terasa tidak membosankan.
Film ini juga sarat akan nilai-nilai kehidupan. Dalam film sendiri, digambarkan bahwa petualangan Chris dilandasi rasa muak terhadap kepura-puraan kedua orang tuanya dan kehidupan masyarakat modern yang semakin materialistik. Selain itu obsesi Chris akan alam liar turut mendorong keputusannya untuk berkelana meninggalkan kota.
Setelah mencapai Alaska, Chris tinggal di sebuah bus terbengkalai yang Ia namai sebagai “The Magic Bus”. Visualisasi lanskap alam Alaska dalam film ini dibuat dengan indah. Adegan panjang tanpa dialog yang hanya menampilkan pemandangan alam Alaska disertai kutipan-kutipan jurnal harian Chris terasa mengalir satu sama lain.
Film tentang Perjalanan, Bukan Tujuan
Dalam film ini Sean Penn sengaja lebih memfokuskan kisah perjalanan Christopher McCandless dari pada kehidupannya di alam liar Alaska. Durasi film ini memang didominasi oleh perjalanan Chris bertemu banyak orang, tinggal di beberapa tempat, hingga bekerja di ladang gandum. Ini sesuai dengan jurnal harian Christopher McCandless yang memang lebih banyak menulis tentang perjalanannya. Catatan ini yang coba visualisasikan Sean Penn ke dalam film.
Bagi Chris sendiri, perjalanan ke Alaska adalah hal yang membuatnya senang. Ketika Ia mencapai Alaska dan tinggal di alam liar sendirian, Ia akhirnya merasakan hampa. Butuh beberapa saat baginya untuk menyadari bahwa perjalanan spiritualnya dalam mencapai ketenangan tidak semudah yang Ia bayangkan.
Lalu salah satu kekuatan dalam film ini adalah narasinya. Narasi cerita tidak hanya disampaikan oleh Chris sendiri, namun adiknya Carine McCandless (Jena Malone) juga menyampaikan narasi menurut sudut pandangnya sebagai sang adik. Narasi sepanjang film disampaikan dengan kata-kata yang indah, poetic dengan kutipan-kutipan karya Jack London dan Leo Tolstoy.
Keberhasilan Akting Emile Hirsch
“Into The Wild” tidak akan berhasil bila Emile Hirsch tidak didapuk sebagai pemeran Christopher McCandless. Dalam film, Emile Hirsch memberikan performa yang sangat baik sebagai Christopher McCandless yang cerdas dan idealis. Sepanjang film, aktingnya mampu menciptakan atmosfir yang reflektif, penuh kegembiraan sekaligus penyesalan tentang seorang pemuda idealis yang terhanyut oleh pilihannya sendiri. Pada jajaran supporting actor, William Hurt dan Marcia Gay Harden juga memerankan kedua orang tua Chris dengan cukup baik.
Selain itu, nyawa lain “Into The Wild” juga berada pada scoring karya vokalis Pearl Jam, Eddie Vedder. Alunan vokal khas baritone, gitar, serta ukulele Eddie Vedder mampu mengiringi atmosfir perjalanan dalam film ini.
Kisah Biopik yang Memecah Dua Opini
Dengan rilisnya “Into The Wild” pada tahun 2007, kisah perjalanan Christopher McCandless semakin dikenal luas di masyarakat. Ini menyebabkan perpecahan opini di tengah masyarakat tentang tindakan sang petualang muda itu. Sebagian orang menganggap pemikiran dan tindakan Christopher McCandless untuk tinggal sendirian di Alaska merupakan gerakanan perlawanan terhadap masyarakat modern yang heorik.
Orang-orang ini setuju pendapat Chris tentang masyarakat perkotaan yang munafik dan semakin materalistis. Orang-orang yang sependapat dengan Chris menganggumi keputusannya untuk tinggal sendirian di alam liar hingga mengkultuskannya sebagai inspirator pengembara yang muak dengan gaya hidup masyarakat modern.
Namun sebagian orang juga menganggap apa yang dilakukan Chris merupakan tindakan yang impulsif, bodoh, dan berbahaya. Orang-orang ini menganggap Chris tidak bisa menggeneralisir pendapatnnya tentang masyarakat perkotaan yang materialistik, hal itu didorong background orangtuanya yang mengalami pertengkaran.
Tindakan Chris dianggap bodoh karena ia pergi ke alam tanpa persiapan apapun. Chris bahkan mencemooh peralatan dan pelatihan hiking konvensional hanya sebagai tambahan dari dunia materialism. Ia benar-benar ektrem dalam keputusannya untuk tinggal di alam liar tanpa alat maupun pengetahuan khusus tentang survival.
Pada akhirnya Christopher McCandless mati secara tragis di bus tempat tinggalnya di Alaska. Sebab kematiannya pun masih diperdebatkan oleh beberapa ahli. Ada yang mengatakan ia mati karena kelaparan, namun ada pula yang mengatakan ia mati karena keracunan buah berry yang dipetiknya.