“Home Alone” tak hanya populer di Amerika Serikat, stasiun televisi lokal kita pun sering memutar “Home Alone” setiap bulan Desember. Selalu memiliki premis yang sama; seorang anak yang sendirian di rumah di hari Natal, melawan pencuri yang berusaha menyusup ke properti mereka.
“Home Alone” pertama yang dibintangi oleh Macaulay Culkin masih menjadi judul klasik yang ikonik dalam skena budaya pop. Sementara “Home Alone 3” menjadi sekuel dengan bintang baru, Alex D. Linz, memiliki plot yang masih menyenangkan untuk disimak. Berlanjut ke “Home Alone 4”, dimana keseruan terbentuk melalui desain rumah mewah dengan teknologi canggih.
Jika “Home Alone: The Holiday Heist” (2012) menjadi sekuel yang terlupakan, “Home Sweet Home Alone” akan menjadi sekuel yang paling menyebalkan untuk diingat.
Dibintangi oleh Archie Yates sebagai Max, Ia harus menghabiskan Malam Natal sendirian setelah tertinggal dari perjalanan keluarga ke Tokyo, Jepang. Disaat yang bersamaan, sepasang suami istri hendak menyusup ke rumahnya untuk mengambil kembali boneka antik yang mereka yakini telah dicuri. “Home Sweet Home Alone” tersedia di Disney+ Hotstar untuk di-streaming.
Penyusup yang Lebih Kasihan Ketimbang Protagonisnya
Archie Yates telah menjadi aktor cilik terfavorit melalui penampilannya dalam “Jojo Rabbit” (2019). Ia berhasil memberikan kesan sebagai bocah laki-laki yang menggemaskan meski Ia karakter dari kubu Nazi, dalam film drama berlatar Perang Dunia II tersebut. Justru dalam “Home Sweet Home Alone”, dimana Ia berperan menjadi Max, naskah yang ditulis tidak berpihak pada protagonis. Film ini telah menghancurkan sendiri kesempatannya untuk bersinar dengan aktor cilik yang memiliki pesona natural sebagai bocah menggemaskan.
“Home Sweet Home Alone” akan membuat kita lebih simpati pada Pam dan Jeff McKenzie, pasangan suami istri yang hendak menyusup ke rumah Max. Bahkan sejak adegan pembuka, cerita secara tak langsung lebih banyak mengungkap kesulitan yang sedang dihadapi oleh keluarga McKenzie.
Max yang seharusnya menjadi protagonis malah tenggelam dalam naskah, Ia akhirnya hanya muncul sebagai bocah yang kita yakini sebagai anak nakal. Akhirnya, kesialan demi kesialan yang dialami oleh Pam dan Jeff malah bikin kita kesal dan prihatin.
Gagal Modifikasi Template “Home Alone” Klasik
Sekuel ‘Home Alone’ kali ini memiliki plot yang sangat mirip dengan versi pertamanya. Max tertinggal dari perjalanan ke Tokyo kemudian ibunya harus kembali ke Chicago sendirian. Seburuk apapun ibu Kevin pada “Home Alone” pertama, kita masih bisa merasakan hubungan ibu dan anak yang menyentuh setiap babak terakhir film. Namun, kita tidak akan merasakan keharuan yang sama antara Max dengan ibunya dalam “Home Sweet Home Alone”.
Sama sekali tidak ada adegan yang menyakinkan kita bahwa kedua orang ini memiliki hubungan benci-cinta yang wajar di antara ibu dan anak. Carol Mercer (Aisling Bea), ibu Max tak akan berhasil membuat kita yakin seberapa besar Ia mencintai anaknya. Kita tidak akan melihat urgensi dan kepanikan otentik darinya ketika Ia nekat kembali ke Chicago dari Tokyo sendirian. Tidak ada sekuen petualangan yang diperlihatkan seperti halnya ibu Kevin dalam “Home Alone” original.
Memberikan kejutan bahwa kali ini penyusup rumah bukan pencuri atau penjahat, mungkin dimaksudkan sebagai modifikasi, memberikan percikan baru. Akhirnya naskah lebih fokus pada Pam dan Jeff yang menjadi elemen baru, kemudian melupakan penokohan dan cerita yang seharusnya lebih fokus Max dan ibunya. Sedikit kritik tambahan, ada terlalu banyak CGI tanggung yang membuat sekuel ini turun level dibandingkan semua sekuel pendahulunya.
Sekuen Jebakan dan Komedi yang Tidak Lucu
“Home Sweet Home Alone” berusaha terlalu keras untuk menjadi lucu, namun berakhir garing. Sangat sulit untuk menertawakan setiap beat komedi maupun adegan yang seharusnya lucu. Pertama, kita akan dibikin kesal dengan betapa menyebalkan setiap karakter pendukung dalam film ini. Kedua, bagaimana kita bisa menertawakan Pam dan Jeff jika dari awal kita simpati pada mereka? Max juga tidak terlalu diberi banyak dialog yang mengundang tawa dalam film ini.
‘Home Alone’ terkenal dengan sekuen jebakan yang diciptakan oleh protagonisnya, dan sekuel ini mungkin memiliki perencanaan jebakan terburuk yang pernah ada. Bisa dianalogikan seperti sekotak mainan yang ditumpahkan dan membuat lantai berantakan. Tidak ada jebakan yang terasa ikonik, dijamin langsung terlupakan setelah film berakhir. Karena tidak dibentuk menjadi sekuen yang teragenda dengan eksekusi yang sabar.
Pada akhirnya, “Home Sweet Home Alone” memiliki template yang serupa dengan versi klasik, namun gagal dimodifikasi untuk menjadi tontonan nostalgia maupun materi baru.