Film Ghaati (2025) karya sutradara Krish Jagarlamudi mencoba menyajikan kisah aksi-kriminal yang datang dari kawasan terpencil dan terpaut pada tema perdagangan ganja, pemberontakan komunitas, dan balas dendam. Namun, meskipun punya potensi besar—termasuk bintang utama Anushka Shetty—hasil akhirnya terasa agak setengah jadi dalam beberapa aspek utama.
Kisahnya dimulai dengan Sheelavathi (Anushka Shetty), seorang kondektur bus yang hidup sederhana bersama kekasih masa kecilnya Desi Raju (Vikram Prabhu), yang bekerja sebagai teknisi laboratorium di suatu daerah pegunungan yang dikuasai sindikat ganja. Mereka kemudian terpental ke dalam pusaran kriminalitas saat mencoba membela komunitas mereka dari ketidakadilan dan utang menjemukan. Cerita bergerak menuju transformasi Sheelavathi yang sebelumnya pasif menjadi protagonis yang agresif setelah tragedi menimpa kehidupannya.
Secara garis besar, premisnya menjanjikan—lingkungan terpencil dengan konflik keterasingan, perdagangan ilegal, dan perubahan karakter utama. Namun, naskah alias skripnya tersandung di beberapa titik: alur banyak terasa terbaca, beberapa motivasi karakter kurang dieksplorasi, dan momen-momen “kejutan” atau konflik puncak terkadang terasa dipaksakan. Kritik menyebutkan bahwa cerita berulang-ulang dan ada penggunaan elemen naratif yang terasa klise untuk genre aksi-balas dendam.

Secara visual, Ghaati punya keunggulan: latar kawasan pegunungan/gunung (Eastern Ghats) memberikan atmosfer sunyi, keras, dan primitif yang cocok untuk tema “terpinggirkan” dan “kelam”. Kritikus mencatat settingnya sebagai salah satu titik kuat film ini. Sinematografi membawa kamera ke sudut-sudut rugged yang mendukung mood.
Namun demikian, ada kekurangan yang tak bisa diabaikan: pengeditan narasi terasa terkadang lambat dan bagian tengah film relatif melebar tanpa momentum yang tajam. CGI dan efek “de-aging” pada Anushka Shetty juga disebut sebagai gangguan visual yang membuat beberapa adegan kehilangan kealamannya.
Anushka Shetty sebagai Sheelavathi menjadi daya tarik utama film ini: sebagai figur wanita yang kuat di ranah genre yang sering didominasi pria, ia tampil dengan komitmen yang jelas—menunjukkan transformasi dari perempuan yang tertindas menuju pengambil kendali. Banyak penonton memuji penampilannya sebagai bagian paling tersisa dari film yang bagus.
Vikram Prabhu sebagai Desi Raju cukup memadai sebagai pendamping, meskipun karakternya kurang mengejutkan dan sering menjadi figur pasif yang digerakkan oleh Sheelavathi. Karakter antagonis seperti Kaastala Naidu dan Kundhul Naidu (Chaitanya Rao Madadi) punya potensi tetapi kurang dikembangkan secara psikologis—akhirnya terasa tipikal kartun jahat yang hanya menunggu tumbang.

Screenplay film ini berjalan dengan susunan adegan yang berskala besar: konflik komunitas, pengkhianatan, dan aksi balas dendam. Sayangnya, distribusi tempo terasa kurang seimbang: babak awal bagus membangun dunia, babak tengah agak terhenti dengan banyak adegan ‘transisi’ tanpa klimaks kuat, dan babak akhir walaupun punya letupan aksi, terasa seperti mengejar checklist trope balas dendam lebih dari menggali emosi karakter. Evaluasi kritikus menunjukkan bahwa meski niatnya besar, eksekusi screenplay tak sepenuhnya berhasil membuat semua elemen menyatu dengan mulus.
Musik dan scoring oleh Nagavelli Vidya Sagar mendukung atmosfer film, terutama di adegan-adegan intens dan aksi. Tetapi judul-lagu atau tema musik tak benar-benar meninggalkan kesan yang akan terus diingat. Dari segi produksi, film mendapat perhatian karena setting dan skala, namun kabarnya perolehan box office kurang menggembirakan—hal yang mungkin menggambarkan bahwa walau punya elemen-elemen ‘besar’, film ini gagal menyentuh resonansi massal sesuai harapan.
“Ghaati” adalah film dengan ambisi: menyajikan narasi aksi bertingkat, karakter utama wanita yang kuat, dan latar yang jarang diangkat di sinema mainstream. Namun, naskah yang kurang tajam, screenplay yang kadang terbagi dan tempo yang tak selalu konsisten membuat film ini hanya cukup bagus—bukan luar biasa.
Jika kita menikmati film aksi dengan set-rural yang kasar dan tidak terlalu mempermasalahkan beberapa logika cerita atau pacing, maka film ini layak untuk ditonton. Namun jika mengharapkan plot yang benar-benar segar dan eksekusi yang mulus dari awal hingga akhir, Anda mungkin akan merasa sedikit kecewa.

