Dalam menjalin hubungan, umumnya terdapat consent yang hadir mewarnai pihak-pihak yang terlibat. Hal ini berpotensi menjadi sesuatu yang krusial, terutama bagi yang telah berada dalam hubungan bertahun-tahun lamanya. Namun, tentu akan ada masanya seseorang merasa jenuh, entah itu beralasan atau tidak. Singkatnya, itu yang ingin diangkat pada film ‘Ganjil Genap’ sebagai adaptasi novel berjudul sama dari Almira Bastari.
‘Ganjil Genap’ merupakan film produksi MD Pictures sekaligus menjadi film panjang ketiga dari sutradara Bene Dion Rajagukguk. Dibintangi Clara Bernadeth, Oka Antara, dan Baskara Mahendra, film ini berkisah tentang Gala dan Bara yang mengakhiri hubungan mereka setelah menjalaninya selama 8 tahun, membuat Gala patah hati. Akan tetapi, munculnya Aiman memberikan Gala harapan baru sekaligus menjadi kesempatan membuka lembar baru bagi ketiga orang tersebut.
Dalam narasinya, fokus ceritanya seakan ditaruh pada Gala. Melalui alur majunya, penonton akan dibawa dalam lika-liku Gala menghadapi kegalauannya, sembari sesekali melihat ke belakang terkait hubungannya dengan Bara sebagai pembanding untuk dirinya di masa kini. Bukan suatu langkah penceritaan yang merevolusi, namun tidak juga menjadi satu hal yang buruk karena membuat ceritanya tetap mudah dicerna seiring durasinya.
Seiring bergulirnya cerita, penonton akan dibawa dalam kisah mengenai tubrukan antara cinta dan komitmen. Dengan segudang dialog sebagai penggerak cerita, permasalahan umum yang tentunya kerap ditemui oleh berbagai muda-mudi dalam peliknya asmara. Tentu akan mudah menyetujui segala pendapat yang ingin diutarakan perkara cinta dan komitmen yang dianggap selalu beririsan, memberikan ruang yang luas dalam mendiskusikan kedua hal itu, baik di saat maupun setelah menonton ‘Ganjil Genap’.
Pada pemutaran ‘Ganjil Genap’, film memang seakan menampilkan lebih banyak screen time untuk Gala sebagai pengendali narasi utama. Akan tetapi, karakter Aiman yang diperankan oleh Oka Antara lah yang menghidupkan film drama romansa Bene Dion Rajagukguk ini, lengkap dengan persona serta backstory yang disajikan secara lengkap walau tak bergantung pada penggunaan flashback sebagai bentuk pengutaraannya. Namun, lain halnya dengan Bara yang dibawakan oleh Baskara Mahendra, yang justru menjadi karakter utama terlemah karena film tidak memberikan fokus lebih padanya, membuat sang karakter ini hanya tertampil one-sided dan sulit sekali untuk dipedulikan.
Di sisi lain, sisi teknis tampak digarap sebelah mata pada ‘Ganjil Genap’ ini. Satu hal yang terlihat baik adalah sinematografinya, di mana film drama romansa komedi ini tampil didominasi steady dan long shot, membuat representasi adegannya terlihat mulus. Selain itu, tak ada yang benar-benar menggugah pada teknisnya, terutama ketika film memutuskan untuk menggunakan ‘Kamulah Satu-Satunya’ versi Adrian Martadinata sebagai soundtrack pada sebagian besar adegannya, walau memang ada ‘Mencoba Pergi’ dari Tiara Effendy yang sebenarnya tak kalah menggugah.
Akhir kata, ‘Ganjil Genap’ adalah film adaptasi novel yang akan mencoba menubrukkan pendapat berbagai orang mengenai cinta dan komitmen yang kerap menjadi persoalan dalam menjalin hubungan. Walau bukanlah film drama romansa komedi yang sangat menggugah, setidaknya film ketiga Bene Dion Rajagukguk ini tetap asik untuk ditonton sebagai penyegar dengan film yag saat ini tampaknya didominasi horor.