Setelah sukses dengan sejumlah karya sinematik yang kerap mengeksplorasi budaya, identitas, dan isu sosial, Garin Nugroho kembali menghadirkan film musikal bertajuk Siapa Dia (2025). Film ini menjadi salah satu karya paling ambisius dalam perfilman Indonesia tahun ini, memadukan narasi emosional dengan kekuatan musik, tarian, dan visual yang khas. Dengan gaya teatrikal yang sudah menjadi ciri khas Garin, ‘Siapa Dia’ menyuguhkan pengalaman sinematik yang bukan hanya ditonton, melainkan juga dirasakan.
Screenplay film ini ditulis dengan nuansa puitis, khas Garin yang sering menyelipkan lapisan simbolik di balik dialog sederhana. Alur cerita terasa linear, namun diwarnai metafora yang kuat melalui lagu-lagu yang dibawakan para karakter. Setiap nomor musikal bukan sekadar jeda hiburan, melainkan bagian dari narasi yang menggerakkan emosi penonton. Lagu-lagu dirancang untuk mencerminkan fase perjalanan batin tokoh utama: dari kebingungan, kehilangan, hingga kebangkitan.
Script dialog terasa padat dengan muatan reflektif. Beberapa kalimat kerap terdengar seperti puisi, yang menambah kedalaman artistik meski terkadang bisa terasa berat bagi sebagian penonton. Namun, kekuatan dialog justru terletak pada kemampuannya menghadirkan ruang kontemplasi, sebuah ciri khas film Garin yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mengajak berpikir.

Dari sisi sinematografi, ‘Siapa Dia’ tampil memukau. Kamera bekerja layaknya mata panggung, dengan framing yang menyerupai tata panggung teater. Tata cahaya dibuat dramatis: kontras antara gelap dan terang menegaskan konflik batin para tokoh. Adegan musikal di ruang terbuka, dengan lanskap urban bercampur nuansa tradisi lokal, menampilkan perpaduan unik antara modernitas dan akar budaya. Warna-warna hangat mendominasi adegan penuh harapan, sementara palet dingin menekankan kesendirian dan keraguan.
Koreografi menjadi elemen penting. Tarian kolektif tidak hanya berfungsi sebagai latar, melainkan juga representasi kondisi batin tokoh utama. Ada adegan di mana kerumunan penari berputar mengelilingi karakter utama, seolah menjadi simbol tekanan sosial yang membelenggu.
Akting para pemeran patut diapresiasi. Pemeran utama mampu menggabungkan kemampuan akting yang meyakinkan. Para aktor pendukung tampil solid dan penuh chemistry, memberikan kedalaman pada tema film dan memberi warna emosi tersendiri di tiap babak.
Namun, film ini tidak lepas dari kelemahan. Beberapa penonton mungkin merasa narasi terlalu lambat di bagian awal karena fokus yang besar pada atmosfer visual dan musikal. Beberapa nomor lagu yang puitis juga bisa terasa abstrak, membuat audiens awam kesulitan menangkap makna langsung. Meski begitu, kelemahan ini justru menjadi bagian dari gaya khas Garin yang memang tidak selalu mengikuti formula populer.

Pesan moral yang ingin disampaikan jelas: pencarian jati diri adalah perjalanan personal yang sering kali penuh luka, tetapi justru dari luka itu lahir kekuatan untuk mencintai dan dimengerti. Film ini mengajak penonton merenung tentang pentingnya keberanian menghadapi masa lalu, menerima diri apa adanya, dan merayakan identitas yang unik. Musik dan tari hadir sebagai bahasa universal yang menyatukan perasaan, bahkan ketika kata-kata tak lagi cukup.
Sebagai karya Garin Nugroho, ‘Siapa Dia’ bukan film yang mudah, tetapi justru kekuatan itulah yang membuatnya penting. Menuntut penonton untuk hadir secara aktif, membaca simbol, dan merenungkan makna di balik visual yang ditawarkan.
‘Siapa Dia’ bisa menjadi karya yang layak dikenang sebagai salah satu drama musikal terbaik dalam sejarah perfilman Indonesia modern. Sebuah film musikal yang puitis, menantang penonton untuk merenungkan kembali siapa dirinya di tengah perubahan zaman.

Film ini bukan hanya pertunjukan seni, tapi juga refleksi budaya Indonesia yang menghubungkan masa lalu dan masa kini lewat nyanyian, tarian, dan kisah yang menggetarkan hati. Meski ada risiko membingungkan, kekuatan utama film ini justru terletak pada keberanian naskahnya untuk tidak tunduk pada pakem drama linear.
Selain itu, terdapat sedikit pacing yang padat dan terkadang terasa lambat bagi sebagian penonton, tapi film ini tetap berhasil menggerakkan emosi dan menjadikan film bukan sekadar tontonan, melainkan bacaan visual yang menuntut tafsir.
Sebagai film musikal, Siapa Dia (2025) adalah pencapaian penting dalam perfilman Indonesia. Ia memadukan kekuatan seni pertunjukan dengan sinema, menghadirkan pengalaman yang jarang ditemui di layar lebar nasional. Meski tidak sempurna dan mungkin terasa “berat” bagi sebagian penonton, film ini tetap layak diapresiasi sebagai karya yang berani, autentik, dan penuh jiwa.
Kelebihan:
• Heavy cultural relevance: film menyusun sejarah budaya pop Indonesia dengan kuat
• Musikal sebagai medium narasi: unik, emosional, dan segar
• Visual memukau dan atmosferik, desain produksi yang detail dan musik orkestra berkelas: mewah dan memanjakan indera
• Transformasi Nicholas Saputra: performa luar biasa, plus para aktor pendukung yang tampil solid, memberikan kedalaman pada tema film dan memberi warna emosi tersendiri di tiap babak.
Kekurangan:
• Durasi panjang: beberapa momen terasa dipadatkan
• Pacing: transisi terlalu cepat terkadang mengurangi dampak emosional di beberapa babak
View this post on Instagram

