“Bacurau” adalah salah satu film paling berani dan politis dari dekade 2010-an, lahir dari kolaborasi sutradara Kleber Mendonça Filho dan Juliano Dornelles. Menggabungkan elemen thriller, western, fiksi ilmiah, serta alegori politik, film ini menantang batas-batas genre dengan keberanian yang jarang ditemukan dalam sinema kontemporer. Berlatar di sebuah desa fiksi bernama Bacurau yang terletak di pedalaman Brasil, film ini bergerak dari drama komunitas menuju kekacauan penuh kekerasan, menyampaikan sebuah pernyataan kuat tentang kolonialisme modern, kekuasaan eksternal, dan solidaritas rakyat kecil.
Plot film dimulai dengan tempo perlahan, memperkenalkan masyarakat Bacurau sebagai komunitas kecil yang berwarna—penuh konflik internal, namun terikat oleh identitas kolektif yang kuat. Script bagian awal memanfaatkan dialog sehari-hari, interaksi warga, serta humor gelap untuk menggambarkan dinamika sosial desa.
Ketika air bersih terputus, obat-obatan habis, dan peta digital tiba-tiba menghapus desa mereka, perubahan tonenya terjadi secara perlahan namun efektif. Penonton merasakan sesuatu yang tidak wajar, tetapi film tidak terburu-buru mengungkap ancaman utamanya. Pendekatan ini menunjukkan kekuatan screenplay dalam membangun suspense dan atmosfer sebelum ledakan konflik.
Ketika ancaman sebenarnya terbuka—kelompok pemburu manusia internasional yang menjadikan Bacurau sebagai “arena permainan”—narasi film berubah menjadi konfrontasi brutal antara penjajah modern dan komunitas yang menolak untuk tunduk.

Script dan struktur plotnya sengaja memadukan tradisi western (penyerbu luar, desa terisolasi, bangunan publik sebagai simbol kedaulatan) dengan kritik kolonialisme. Namun di tangan Mendonça Filho dan Dornelles, standar western dibalik: yang tertindaslah yang menguasai ruang naratif, dan para penyerbu asing diposisikan sebagai kekuatan tidak manusiawi, arogan, dan buta terhadap budaya lokal.
Sinematografi memberikan daya pikat tersendiri. Penggunaan drone-shot untuk menunjukkan lanskap kering sertão menambah kontras antara kecantikan alam dan ancaman yang mendekat. Framing yang simetris dan warna-warna hangat memberikan identitas visual yang kuat, sementara shot-shot close-up pada warga Bacurau mempertegas bahwa komunitas, bukan individu, adalah pusat cerita. Cahaya natural serta penggunaan ruang nyata memperkuat kesan dokumenter pada bagian awal, sebelum sinematografi bergeser menjadi lebih intens dan bergaya grindhouse saat kekerasan meningkat.
Akting ensemble menjadi salah satu kekuatan utama film. Bárbara Colen sebagai Teresa menghadirkan karakter penuh kedalaman emosional, berfungsi sebagai penghubung antara penonton dan desa. Sônia Braga memberikan performa karismatik sebagai Domingas, dokter desa yang keras namun ikhlas, mencerminkan amarah dan luka sejarah Brasil.
Kelompok antagonis yang dipimpin oleh Udo Kier tampil dingin dan menjijikkan dalam cara yang terkalkulasi, memperkuat tema eksploitasi manusia oleh kekuasaan global. Namun justru akting kolektif warga Bacurau-lah yang meninggalkan kesan paling kuat—bahwa kekuatan mereka terletak pada kebersamaan.

Screenplay film ini tajam secara politik tanpa pernah menjadi khotbah. Kritik terhadap kebijakan pemerintah, militerisme, privatisasi sumber daya alam, rasisme, dan neokolonialisme global disampaikan melalui simbol-simbol kecil: air yang dimanipulasi, drone berbentuk UFO, museum desa berisi sejarah kekerasan, dan peta digital yang menghapus eksistensi Bacurau. Penyampaian pesan dilakukan dengan metafora, bukan ceramah, menjadikan film tetap menarik bagi penonton awam tanpa kehilangan kedalaman bagi penonton yang mencari analisis politik.
Musik melengkapi atmosfer film dengan perpaduan antara elektronik minimalis dan musik tradisional Brasil. Soundtrack ini menciptakan rasa hipnotik pada banyak adegan, terutama saat kamera menyusuri desa dan memperlihatkan kekuatan hubungan sosial antarwarganya.
Sebagai sebuah karya hibrida, “Bacurau” berani mengambil risiko estetika dan naratif. Pergeseran tone dari drama ke kekerasan eksplisit terasa mengejutkan, namun sepenuhnya terkontrol. Film ini menantang ekspektasi penonton dan mengajak mereka merenungkan bagaimana kekerasan struktural beroperasi, serta bagaimana komunitas termarginalkan belajar melawan dengan caranya sendiri.
Pesan Moral dan Dampak Budaya
“Bacurau” mengajarkan bahwa identitas kolektif dapat menjadi benteng terakhir melawan kekuasaan yang ingin menghapus keberadaan suatu komunitas. Film ini menyampaikan pesan tentang solidaritas, perlawanan, dan pentingnya ingatan sejarah.
Secara budaya, “Bacurau” menjadi fenomena global karena berhasil membawa isu-isu politik lokal Brasil ke panggung dunia dengan bahasa sinematik yang universal. Film ini sering dibaca sebagai alegori tentang kolonialisasi gaya baru, dominasi negara kuat terhadap negara berkembang, serta ancaman kapitalisme brutal terhadap komunitas kecil. Kehadirannya memperkuat posisi sinema Brasil kontemporer sebagai suara penting dalam diskusi global tentang ketidakadilan dan hak untuk hidup bermartabat.

