“A Girl in My Room” merupakan film drama romantis komedi Jepang arahan Takahashi Natsuki, yang menulis naskah juga bersama Akiyama Mayu. Film ini diangkat dari manga karya Yamamoto Chugaku.
Dibintangi oleh Kubo Shiori (member grup idol Nogizaki46) sebagai hantu perempuan dan Hagiwari Riku sebagai Yohei, pria yang baru saja putus dengan kekasihnya. Sebelumnya ia tinggal bersama kekasihnya di apartemen tersebut, setelah kekasihnya pindah, hantu perempuan tiba-tiba muncul dan mulai menjadi bagian dalam rutinitas Yohei.
“A Girl in My Room” bukan film drama romantis yang dramatis, tidak akan mempermainkan hati penonton dengan konflik yang terlalu rumit. Film ini memiliki eksekusi drama ala Jepang yang sunyi. Ini adalah naskah yang lebih fokus pada komunikasi dan tema cerita ‘living in the moment’. Khususnya menyimak rutinitas Yohei yang bisa saja membosankan pasca putus tanpa kehadiran hantu di apartemennya.
Kisah Romantis Naif antara Pria Patah Hati dengan Hantu di Apartemennya
Dengan sedikit elemen komedi, serta presentasi hantu yang imut diperankan oleh Shiori, cukup untuk memahami mengapa Yohei tidak terlalu takut menetap di apartemen berhantunya. Ia kemudian malah berkenalan dan memberikan nama pada hantu tersebut, Aisuke, karena si hantu tak memiliki banyak ingatan penting dari kehidupannya. Namun secara garis besar, Aisuke adalah gadis yang naif dan mati terlalu muda sebelum mengekesplorasi kehidupannya sebagai wanita dewasa.
Sementara Yohei diperlihatkan telah menyelamai adulthood dan kehidupan percintaan cukup dalam. Ia sempat tinggal bersama kekasihnya, menganggap ciuman bukan hal yang tidak penting, pergi minum dengan rekan kantor, hingga mengajak kolega wanita mengunjungi apartemennya. Kekontrasan kepribadian antara Yohei dan Aisuke tidak memiliki alasan untuk menimbulkan romansa yang penuh nafsu dan kedekatan secara fisik, namun lebih tentang keintiman dalam menghargai kehadiran masing-masing.
Hubungan keduanya sepanjang film juga termasuk abu-abu. Interaksi mereka terlalu singkat untuk menjadi kekasih, namun cukup berkesan untuk menjadi kenangan yang tak terlupa dan memberikan pencerahan pada masing-masing karakter. Kalau bisa menarik initisari hubungan keduanya, sepertinya companionship adalah kata yang paling tepat.
Hendak Tonjolkan Pesona Tersembunyi di Kota Onomichi
Buat penggemar slice of life dan latar kehidupan sehari-hari di Jepang, “A Girl in My Room” akan memancarkan pesona hangat tersendiri. Inilah salah satu misi sutradara untuk meng-highlight pesona kota Onomichi sebagai lokasi syuting. Mulai dari area rural pemukiman warga yang senyap dan hangat, kedai okonomiyaki tersembunyi yang enak, puding khas Onomichi, hingga lokasi Cinema Onomichi.
Ada harapan setelah menonton film ini, penonton akan tertarik untuk mengunjungi Onomichi, kota yang dengan kesederhaannya, memiliki hal-hal kecil yang menjadi kenangan besar bagi Yohei dan Aisuke.
Meski dengan misi tersebut, easter egg dalam film ini mungkin sulit dipahami oleh kita penonton internasional. Kita baru bisa memahami poin ini setelah membaca press di halaman resmi JFF. Setiap lokasi di Jepang memang selalu menarik perhatian penggemar hal-hal seputar Jepang, bahkan kota sesederhana Onomichi. Namun film ini hanya menangkap pesona dalam gelembung kecil akan kota yang hendak dipresentasikan. Ini adalah kenangan yang sifatnya terlalu sentimental untuk menjadi universal.
Tidak Fokus pada Misteri Namun Kenangan yang Terjalin antara Karakternya
Kebanyakan dari kita pasti penasaran dengan kisah dari Aisuke, si gadis hantu. Sama halnya dengan Yohei yang juga sepanjang cerita berusaha mencari tahu latar belakang dari hantu di apartemen. Menariknya, diperlihatkan bahwa niat Yohei hanya sebatas penasaran, ia bahkan tak berpikir ingin membantu Aisuke yang terjebak di Bumi meski telah meninggal. Namun rasa penasaran memang sudah menjadi bagian alami dari sifat manusia, bukan?
Yang perlu diingat saja sebelum memutuskan menonton film ini, “A Girl in My Room” bukan film misteri, ini adalah film drama tentang companionship. Penulis naskah seakan lebih mengharapkan kita untuk menyimak interaksi ‘in the moment’ Yohei dan Aisuke. Daripada penasaran dengan masa lalu maupun masa depan dari kedua karakter. Film ini mengajak penontonnya kembali untuk menikmati waktu selagi ada melalui kisah kedua karakter ini.
Secara keseluruhan, “A Girl in My Room” mungkin akan sedikit mengecewakan di ending-nya. Hingga kita menyadari bahwa poin dari film ini bukan tentang misteri di balik sosok hantu perempuan di apartemen Yohei, namun kenangan antara keduanya di Onomichi yang hangat yang tak harus diratapi karena akan menemuai akhir, namun dikenang denga bahagia karena pernah terjadi. “A Girl in My Room” menjadi salah satu line up dalam JFF+ Independent Cinema 2023 yang bisa di-streaming hingga 31 Oktober mendatang.
