Connect with us
v for vendetta
Warner Bros.

Film

V for Vendetta Review: Melawan Penguasa yang Bengis melalui Jalan Anarkis

Kisah pejuang kebebasan dalam latar distopia yang sarat akan isu-isu politis.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

‘V for Vendetta’ adalah film action/thriller yang rilis pada 17 Maret 2006. Film ini diadaptasi dari novel grafis dengan judul yang sama dari DC Vertigo Comics 1988 oleh Alan Moore dan David Lloyd. Film ini disutradarai oleh James McTeigue dengan Wachowski bersaudara sebagai penulis naskah dan didistribusikan oleh Warner Bros.

Beberapa bintang Hollywood terkenal menghiasi film ini seperti Hugo Weaving sebagai V, Natalie Portman sebagai Evey Hammond, Stephen Rea sebagai inspektur Eric Finch, Stephen Fry sebagai Gordon Deitrich, dan Sir John Vincent Hurt sebagai Adam Sutler.

Film ini berlatar di Inggris pada masa depan yang dikuasai oleh partai politik yang menganut paham fasisme. Di tengah penindasan yang dialami oleh rakyat, muncul seorang pahlawan tanpa identitas berkostum dengan topeng ala Guy Fawkes yang memercayai anarkisme sebagai jalan pembebasan. Di tengah usahanya melawan aparat partai politik dan pemerintah, muncul Evey Hammond yang terlibat dalam pergerakan V.

Terinsipirasi dari kisah nyata Guy Fawkes, V menggerakkan ribuan orang untuk memakai topeng Guy Fawkes dan mengacaukan kota pada tanggal 5 November setelah seorang polisi rahasia membunuh gadis kecil yang memakai topeng yang sama. V pun berhasil menumpas petinggi partai dan menghancurkan gedung parlemen.

v for vendetta

Akting yang Berdedikasi dalam Sinematografi yang Konsisten

V tampil sebagai vigilante yang tampil prima, baik dalam urusan laga maupun ideologi yang dipegangnya. Hugo Weaving menunjukkan akting yang maksimal tidak harus mengandalkan mimik wajah. Dengan memakai topeng di sepanjang film, gerakan tubuh dan intonasi dalam dialognya mampu menunjukkan ketika V sedang bercanda, sedih, hingga serius.

Hugo menyadari adanya tantangan sendiri dengan menggunakan topeng yang menutupi suaranya ketika sebagian besar pesan moral yang dikandung dalam film ini disampaikan melalui orasi dari V. Oleh karena itu, seluruh dialognya direkam kembali dalam proses pasca-production.

Di sisi lain, Natalie Portman kembali tampil berdedikasi dengan mencukur habis rambutnya untuk beberapa adegan. Perkembangan karakternya terlihat maksimal dari sosok perempuan yang tidak berdaya menjadi penerus ideologi V yang percaya akan kebebasan rakyat.

Film ini juga didukung kualitas sinematografi yang konsisten. Color tone didominasi warna grey dengan gaya retrofuturistik untuk memperlihatkan London di masa depan dalam suasana distopia. Permainan cahaya terlihat tidak dipaksakan dalam beberapa adegan yang lebih gelap, tetapi justru memanfaatkan bayangan untuk mendramatisasi muncul dan perginya V. Meskipun demikian, beberapa latar tidak sepenuhnya memanfaatkan nuansa futuristik.

Beberapa adegan V ditunjukkan di area yang kumuh untuk menunjukkan pergerakan bawah tanahnya. Beberapa teknik slow motion dan bantuan CGI terlihat jelas untuk menyajikan adegan laga dari V yang memukau, tetapi V tidak terlihat memanjakan diri dengan koreografi bela diri yang efektif dan memainkan pisau-pisaunya.

Scoring yang Intens dan Kontroversi Seputar Adaptasi

Untuk urusan scoring, film ini disusun oleh Dario Marianelli dan dirilis oleh Astralwerks Records. Iringan utama untuk lagu ini didominasi oleh ritme stabil untuk menunjukkan adegan yang intens layaknya scoring untuk film superhero. Beberapa lagu untuk soundtrack diambil dari lagu-lagu yang telah rilis dengan adaptasi lirik agar sesuai dengan tema V. Sementara beberapa soundtrack lainnya adalah lagu instrumen orkestra klasik seperti ‘Symphony No. 5‘ dari Beethoven dan ‘1812 Overture’ dari Tchaikovsky.

Sempat terjadi kontroversi seputar adaptasi ‘V for Vendetta’ yang dinilai kurang sesuai dari versi novel grafisnya. Cerita dalam film dinilai tidak lagi berpusat antara fasisme dan anarkisme, tetapi lebih berputar dalam konflik Amerika-sentris antara liberal dan neokonservatif. Beberapa tokoh juga mengalami penurunan peran yang signifikan untuk menyesuaikan kebutuhan film.

Meskipun demikian, film ini meraih kesuksesan dengan pendapatan sekitar 132,6 juta dolar AS dengan anggaran sebesar 54 juta dolar AS. Topeng Guy Fawkes yang digunakan oleh V menjadi salah satu ikon pop-culture hingga menginspirasi lahirnya kelompok hacker Anonymous.

Beberapa penghargaan juga diraih oleh film ini, seperti Best Actress untuk Natalie Portman dalam Saturn Awards (2007) dan nominasi Best Dramatic Presentation, Long Form dalam Hugo Awards (2007).

Look Back Review Look Back Review

Look Back Review: Nostalgia & Tragedi

Film

Conclave review Conclave review

Conclave Review – Drama Intrik di Balik Pemilihan Paus

Film

We Live in Time We Live in Time

We Live in Time Review: Perjuangan Pasangan Melawan Kanker & Waktu

Film

Auditorium ScreenX Terbesar Kedua di Dunia Hadir di CGV Cinemas Indonesia dengan Teknologi Dolby Atmos Auditorium ScreenX Terbesar Kedua di Dunia Hadir di CGV Cinemas Indonesia dengan Teknologi Dolby Atmos

Auditorium ScreenX Terbesar Kedua di Dunia Hadir di Indonesia

Entertainment

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect