Mei Lee adalah remaja keturunan Tionghoa yang telah menginjak usia 13 tahun. Ia memiliki tiga sahabat yang banyak tingkah, mulai memiliki ketertarikan dengan lawan jenis, dan sangat memuja boyband bernama 4-Town. Sebaliknya, di mata ibunya, Mei adalah anak perempuan berbakat dengan pencapaian akademik yang sempurna.
Suatu pagi, Mei bangun sebagai panda merah yang besar. Ia berubah menjadi panda merah ketika tidak bisa mengendalikan emosinya. Untuk kembali menjadi manusia seutuhnya, Mei harus belajar mengendalikan diri hingga ritual pelepasan roh pada malam dengan bulan merah.
“Turning Red” merupakan film animasi terbaru dari studio Pixar. Telah diumumkan perilisan sejak tahun lalu, film ini akhirnya diputuskan untuk langsung rilis di Disney+ pada 11 maret 2022. Masih segar ingatan kita dari “Encanto” (2021) oleh Disney, film dari studio sebelah kembali menyuguhkan kisah anak perempuan dalam keluarga dari kebudayaan tertentu, berusaha memenuhi ekspektasi orangtuanya.
Dilemma Mei Lee antara Menjadi Diri Sendiri atau Memenuhi Ekspektasi Ibunya
Mari berkenalan dengan Mei Lee, protagonis kita dalam “Turning Red”. Karakter remaja perempuan ini memiliki dua sisi kepribadian yang menarik; Mei ketika di depan orangtua dan Mei ketika di depan teman-temannya.
Mei bisa dikategorikan sebagai salah satu karakter dalam animasi Pixar yang memiliki dilemma kompleks dan dekat dengan kehidupan remaja di kala pubertas. Meski tidak diungkapkan secara langsung pada babak awal cerita, kita bisa melihat jati diri Mei yang kuat, namun masih terjebak dalam penyangkal karena rasa hormat yang tinggi pada orang tua.
Hubungan Mei dengan ibunya merupakan konflik utama yang berusaha ditonjolkan dalam naskah “Turning Red”. Dimana ada rasa cinta, rasa kesal, hingga ekspektasi yang selalu dimiliki oleh seorang ibu pada anak perempuannya. Hubungan ibu dan anak perempuan selalu memiliki kompleksitas cinta-benci dalam film yang menarik untuk disimak. Mengingatkan kita pada film seperti “Brave” (2012) hingga “Lady Bird” (2017).
Materi Komedi yang Menghibur Didukung Animasi Ekspresi Karakter yang Lucu
Mulai dari adegan pembuka, Mei Lee tampil sesuai ekspektasi kita dalam promotional trailer, ceria dan energetik. Kita kemudian akan diajak berkenalan dengan sahabat-sahabat dekat Mei; Priya, Ming Lee, dan Miriam. Karakter dengan keberagaman latar belakang budaya tak hanya tampil sebagai representasi masyarakat Amerika yang majemuk, namun juga mendukung desain visual yang warna-warni. Layaknya animasi Pixar pada umumnya, setiap karakter memiliki warna tema sebagai signature. Mempermudah penonton anak-anak untuk mengingat karakter.
Sebagai animasi produksi Pixar, “Turning Red” masih tidak kehilangan keajaiban animasi 3D-nya yang semakin fluid. Kita bisa melihat bahwa konsep keseluruhan dari animasi film ini adalah menampilkan efek physical jiggle yang membuat setiap karakter tampak chubby dan imut. Tak ketinggalan dengan Mei dalam wujud panda merah yang super fluffy agar penonton merasa gemas.
Satu lagi yang membuat setiap materi komedi dalam “turning Red” berhasil membuat kita tertawa adalah animasi perubahan ekspresi wajah karakter. Pixar mencoba teknik yang belum pernah kita sebelumnya dalam mengeksekusi transisi perubahan mood karakter. Terutama pada karakter-karakter remaja, ekspresi dieksekusi dengan animasi yang dramatis, nyaris serupa dengan gaya anime. Ekspresi tersebut berhasil menangkap perasaan remaja dengan segala luapan perasaan dan kebahagian yang tak terkontrol ketika melihat sesuatu yang membuat mereka bersemangat.
Perpaduan Antara Latar Belakang Tradisional dengan Kehidupan Remaja Masa Kini
Kebudayaan keluarga Tionghoa digunakan untuk menjadi dasar dari konsep fantasi yang hendak diadaptasi dalam “Turning Red”, terutama sebagai latar belakan protagonis. Di era media sosial yang penuh dengan orang mudah tersinggung dan kritikan, stereotip orangtua Asia yang disiplin dan ketat bisa memicu reaksi negatif bagi beberapa pihak.
Film ini juga dibuka dengan statement yang cukup kontroversial jika disebarkan tanpa konteks secara keseluruhan. Jangan terburu-buru menghakimi sebuah film sebelum nonton sampai selesai. “Turning Red” memiliki pesan penting yang hendak disampaikan menyinggung tabunya diskusi pubertas serta berbagai kesalahpahaman yang terjadi pada orangtua dan anaknya.
Untuk menyampaikan pesan tersebut, kebudayaan Timur, dalam skenario ini keluarga Asia merupakan pilihan paling tepat sebagai media. Cocok juga untuk mendapatkan referensi legenda sebagai plot fantasi agar lebih menghibur sebagai film animasi anak. Begitu juga setiap elemen gaya hidup remaja di bawah 17 tahun sebagai referensi yang lebih dekat realita.
Perpaduan antara kedua elemen budaya, fantasi, dan kehidupan remaja modern dalam “Turning Red’ akhirnya melahirkan film animasi yang menghibur sekaligus bermakna bagi penontonnya. “Turning Red’ kini sudah bisa kita streaming di Disney+ Hotstar.