The Sunlit Night merupakan film hasil adaptasi dari sebuah novel karya Rebecca Dinerstein dengan judul yang sama. Film yang dirilis bulan Juli lalu ini disutradarai oleh David Wnendt. Jenny Slate, Alex Sharp, aktris senior Gillian Anderson dan Jessica Hecht mengisi peran dalam film ini.
Jenny Slate berperan sebagai seorang pelukis muda bernama Frances. Ia baru saja mendapatkan kritik menyakitkan karena hasil karyanya yang dinilai malas dan membosankan. Selain itu, masalah asmara dan keluarga membuat dirinya semakin terpuruk. Frances akhirnya membuat sebuah keputusan impulsif, yaitu pindah ke Norwegia seorang diri.
Tempat Baru Memberikan Banyak Pelajaran Baru Bagi Frances
Seorang pelukis bernama Nils (Fridtjov Saheim) sedang mencari seorang rekan kerja untuk menyelesaikan project-nya di Norwegia. Tawaran pekerjaan tersebut muncul saat yang sangat tepat bagi Frances. Tanpa berpikir panjang, Frances langsung menerima tawaran pekerjaan itu.
Frances mengira dirinya akan bekerja di Oslo, namun ternyata ia akan bekerja di sebuah pulau terpencil di Norwegia bernama Lofoten Island. Pulau terpencil itu berada di daerah antartika dan selalu disinari mentari selama 24 jam penuh setiap harinya.
Pekerjaan yang berat, rekan kerja yang menyebalkan, dan jadwal tidur yang acak-acakan membuat minggu pertama Frances di Lofoten Island terasa sangat panjang. Namun, banyak sekali hal baru yang belum pernah Frances lihat sebelumnya.
Lofoten Island dikelilingi oleh bukit dan tebing yang indah. Pesona Desa Viking yang menghiasi pulau itupun memiliki daya tarik tersendiri. Lofoten Island sepertinya tidak begitu buruk bagi Frances, apalagi ketika seorang laki-laki misterius bernama Yasha (Alex Sharp) tiba-tiba muncul di pulau itu.
Premis yang Bagus, namun Tidak Dieksekusi dengan Baik
The Sunlit Night memiliki dua karakter utama yang memiliki permasalahan hidup yang mirip. Frances merupakan seorang pelukis yang sedang ditimpah banyak masalah dalam karir dan juga kehidupan pribadinya. Yasha sedang berduka karena ayahnya baru saja meninggal dunia. Keduanya memilih Norwegia sebagai tempat untuk melepas masa lalu dan memulai awal yang baru.
Film ini diawali dengan plot yang tersusun rapi, sehingga kita bisa mengerti kehidupan Frances serta masalah-masalah yang sedang ia lalui. Namun, plot semakin terasa berantakan dan melompat-lompat di tengah sampai akhir film. Kadang latar waktu berada di masa kini, namun tiba-tiba berubah ke masa lalu tanpa ada aba-aba, sehingga penonton dibuat bingung dengan latar waktu yang sedang berlangsung.
Akhir film juga terasa sangat kosong dan tidak memiliki makna yang kuat. Seakan-akan film dipaksa untuk selesai, walaupun permasalahan kedua karakter utama belum benar-benar terpecahkan. Premis film yang sudah bagus rasanya menjadi sia-sia ketika dieksekusi dengan cara yang tidak memuaskan.
Sisi lain The Sunlit Night tidak begitu mengecewakan. Sinematografi yang rapi sangat mendukung pemandangan indah Lofoten Island. Permainan warna juga digunakan dalam film ini, contohnya seperti karakter Frances yang selalu menggunakan pakaian berwarna merah. Warna merah terlihat sangat kontras jika dibandingkan dengan latar tempat Lofoten Island yang berwarna pucat karena tertutup salju dan kabut.
Selain sinematografinya, kualitas akting aktris dan aktor yang berperan dalam film ini juga memberikan nilai tambah. Jenny Slate berhasil memerankan karakter Frances yang bawel dan pantang menyerah walaupun selalu dihadapkan pada berbagai masalah. Karakter Yasha yang pendiam dan misterius juga sukses diperankan oleh Alex Sharp.
Walaupun memiliki akhir cerita yang kurang bermakna, namun The Sunlit Night tetap layak untuk dinikmati. Film ini mungkin sangat relata bagi para seniman dan pekerja yang memerlukan banyak kreatifitas dan inspirasi dalam pekerjaannya. Inspirasi sulit kita temukan jika sedang dalam keadaan terpuruk. Mungkin dengan pergi ke tempat baru, kita bisa mendapatkan banyak ide yang tidak terpikirkan sebelumnya.
https://www.youtube.com/watch?v=H_aA7g6JoM8