Setelah menuai kesuksesan yang disertai dengan berbagai ulasan positif untuk “The Big 4” (2022), Timo Tjahjanto kembali merilis film laga di Netflix, “The Shadow Strays”. Film ini dibintangi oleh Aurora Ribero, Hana Prinantina, Adipati Dolken, Agra Piliang, Andri Mashadi Trinugraha, dan Taskya Namya.
Film ini tayang perdana di Toronto International Film Festival (TIFF) 2024 dan menegaskan kembali reputasi Tjahjanto sebagai salah satu sutradara yang piawai dalam menciptakan aksi brutal dan dramatis.
Setelah mengarap film laga komedi, tampaknya Timo rindu menciptakan kembali film laga yang lebih gelap dan moody seperti “The Night Comes for Us” (2018), vibe serupa akan kembali kita rasakan pada “The Shadow Strays”.
Mengkisahkan 13, seorang gadis 17 tahun pembunuh bayaran yang tampaknya mengalami dilema antara misi dan moral dalam dirinya. Dilema tersebut semakin ditantang ketika ia bertemu dengan seorang bocah bernama Monji. Ia merasa harus melindungi Monji setelah ibunya meninggal dengan tragis, sekalipun harus menerobos aturan dari organisasi yang menaunginya sebagai pembunuh bayaran selama ini.
Penampilan Laga Aurora Robero yang Memikat
Aurora Robero sebagai Codename 13 merupakan aktris muda yang tidak memiliki pengalaman beladiri sebelum “The Shadow Strays”. Namun setelah melalui pelatihan selama beberapa bulan, Aurora tampil maksimal sebagai bintang utama.
Aurora Ribero berhasil memadukan aksi dan emosi dengan baik. Ia tidak hanya menunjukkan kemampuan fisik dalam adegan pertarungan, tetapi juga menghadirkan sisi empati yang membuat penonton peduli pada karakternya. Relasi antara 13 dan Monji menjadi elemen emosional penting, menambah kedalaman emosi pada film yang didominasi kekerasan ini.
Kesuksesan karakter ini memberikan angin segara dalam perfilman laga Indonesia yang sudah memiliki beberapa nama ikonik seperti Iko Uwais, Joe Taslim, Yayan Ruhian, dan nama-nama yang lebih familiar lainnya dalam genre ini.
Selain Aurora, jajaran cast “The Shadow Strays” juga memikat dalam memerankan setiap karakter laga unik ala Timo. Selalu menyenangkan melihat aksi karakter pendukung yang gila dan psikopat dalam film laga, kali ini ada Ariel yang diperankan oleh Andri Mashadi dan Soriah yang diperankan oleh Taskya Namya.
Hana Malasan sebagai Umbra juga tampil kuat sebagai mentor yang penuh misteri dan konflik, menciptakan dinamika kompleks antara guru dan murid. Para pemeran pendukung, meski kadang hanya sekadar pelengkap dalam adegan penuh darah, turut menambah intensitas film.
Kalau bicara tentang gaya dan desain karakter, sejauh ini memang Timo Tjahjanto yang paling keren dalam skenanya. Tak hanya enak dipandang berkat tata rias dan tata busana yang stylish, karakteristiknya juga sudah dapat.

Ariel (Andri Mashadi)
Film Laga yang Dinamis, Brutal, dan Sadis
Setiap kali menonton filmnya sendiri, Timo selalu berpikir sampai seberapa jauh ia bisa mendorong kebrutalan dalam filmnya. “The Shadow Strays” adalah film laga yang brutal dan sadis secara visual.
Visual film ini sangat memukau dengan atmosfer gelap dan gritty. Lokasi seperti gudang usang dan klub malam neon-lit menambah kesan dunia underground yang suram. Timo Tjahjanto menggunakan kombinasi efek praktikal dan CGI untuk menciptakan adegan aksi yang terasa nyata dan intens.
Banyak ada bertarung agresif ditampilkan dengan close-up dan diiringi dengan sound effect yang menambah kesadisan pembantaian. Seperti adegan menghujam pisau berkali-kali dengan cipratan darahnya. Koreografi yang intens memberikan bobot emosional dan fisik pada setiap pertempuran, menggambarkan kegigihan karakter utamanya hingga ke titik kelelahan.
Setiap karakter juga dibekali senjata serta gaya bertarung yang berbeda-beda sesuai karakter. Tak hanya mengeksploitasi kebrutalan, ada pesona dalam arahan koreografi di film ini. “The Shadow Strays” akan sangat menghibur buat penggemar film laga dengan sajian aksi bertarung dan kejar-kejaran yang tak ada habisnya, ini adalah film yang sangat dinamis.

Soriah (Taskya Namya)
Laga Maksimal dengan Motivasi Cerita Kurang Berkesan
Dengan segala kelebihan yang telah disebutkan, “The Shadow Strays” tak luput dari kekurangan yang cukup esensial, yaitu kedalaman motivasi dalam naskahnya. Formula film laga pengejaran dengan plot sederhana seperti “John Wick”, “The Equalizer”, hingga “Taken” memang terbukti paling ampuh. Karena mampu memberikan ruang lebih pada showcase laganya.
Namun, judul-judul besar tersebut tetap memiliki kedalaman motivasi pada protagonisnya. Motivasi yang tak hanya memberikan keyakinan pada protagonis, namun harus cukup kuat untuk meyakinkan penonton. Sayangnya elemen tersebut masih kurang dalam “The Shadow Strays”.
Film ini tampak berusaha membangun fondasi untuk sebuah waralaba, dengan banyak subplot dan petunjuk untuk sekuel. Hal ini membuat sebagian penonton merasa alur film sedikit berlebihan dan terlalu panjang.
Showcase laga spektakuler dan dinamis dari babak pertama hingga pertengahan sempat memacu adrenalin. Namun, ketika hal tersebut menjadi satu-satunya kekuatan film, penonton sudah kelelahan bahkan mulai bosan dan kurang tertarik lagi pada babak terakhir “The Shadow Strays”.
Namun, bagi penggemar aksi tanpa kompromi, film ini tetap memberikan hiburan berkualitas tinggi. Kekerasan yang intens dan sinematografi yang apik menjadikan ‘The Shadow Strays’ salah satu film aksi terbaik tahun ini. Selain itu juga menambah variasi genre film Indonesia yang masih didominasi dengan genre tertentu yang sangat laku di Indonesia.
Timo Tjahjanto memang punya ciri khas yang tak terelakan jika bicara gaya dan estetika dalam skena film laga Indonesia. Itu mengapa film laga komedi sebagai “The Big 4” sukses besar, karena sangat mengandalkan ‘the element of fun‘. Namun untuk mewujudkan kerinduannya menciptakan film laga yang gelap dan moody, cenderung ke arah neo-noir, masih menjadi pekerjaan rumah bagi sang sutradara untuk diperdalam.
