Connect with us
the great hack review
Netflix

Film

The Great Hack Review

Bagaimana bila data kita dicuri dan demokrasi kita dimanipulasi?

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Mungkin inilah contoh salah satu film dokumenter yang masuk kategori komersial. The Great Hack merupakan gambaran tepat mengenai kebangkitan film dokumenter dan popularitasnya di berbagai kalangan. Bahkan untuk orang yang tidak biasa menonton film dokumenter sekalipun, The Great Hack menjadi pilihan tayangan menarik sekaligus penting. Walau fokus utama film ini bukanlah negara-negara Asia, kita dapat belajar banyak darinya.

David Caroll adalah seorang profesor yang menggugat Cambridge Analytica untuk meminta data-datanya kembali. Cambridge Analytica adalah perusahaan konsultan politik asal Inggris. David Caroll sudah lama memiliki kepedulian terhadap penyalahgunaan data dan informasi. Bila saat ini seorang pengguna internet memiliki 5000 titik data, maka di saat putrinya berusia 18 tahun tiap orang akan memiliki 70 ribu titik data. Ini pelanggaran privasi yang sangat besar. Seseorang tanpa sadar diambil data pribadinya, direkam, dilacak, dan dipetakan cara hidupnya. Orang ini akan menjadi target manipulasi yang empuk.

the great hack review

The Great Hack (2019)

Ketakutan David Caroll seharusnya membangkitkan ketakutan dalam diri kita juga. Banyak dari kita yang melewatkan halaman terms and condition sebelum mencentang kata oke atau saya terima. Kita menggunakan berbagai aplikasi baik di PC mauapun ponsel tanpa memertimbangkan bagaimana agar privasi tetap aman. Apa yang dipikirkan David Caroll menjadi nyata ketika ia mengetahui jalannya kampanye pada pemilihan umum di Amerika tahun 2016 silam.

Donald Trump memiliki tim kampanye yang menciptakan Proyek Alamo. Demi memenangkan pemilu, Trump menghabiskan satu juta dolar per hari hanya untuk satu proyek ini. Uang tersebut digunakan terutama untuk kampanye di internet. Di dalam Proyek Alamo ada orang-orang dari Facebook, YouTube, Google, dan Cambridge Analytica. Taktik kampanye mereka adalah mengirimkan pesan yang dipersonalisasi. Artinya, materi kampanye yang diterima setiap orang disesuaikan dengan kepribadian orang tersebut.

Sebenarnya ini hal yang biasa kita temui sehari-hari. Ketika kita membuka laman explore di Instagram, rekomendasi konten yang kita terima akan berbeda dengan orang lain. Setiap likes, komentar, DM, dan follow yang kita lakukan menjadi pertimbangan dari algoritma untuk menyajikan rekomendasi konten tertentu. Namun, ini akan menjadi penyalahgunaan data bila tujuannya untuk manipulasi politik. Para calon pemilih yang dianggap masih bisa dibujuk akan dibombardir dengan konten tertentu sehingga mereka diyakinkan untuk memilih salah satu kandidat.

Kasus ini bukan yang pertama kalinya. Selain kampanye pemilihan Trump, ada pula Brexit dan pemilu di Trinidad & Tobago. Cambridge Analytica mengklaim mereka telah bekerja di banyak negara dan memengaruhi berbagai kebijakan politik yang ada. Kerja mereka tak sekadar kampanye memenangkan pemilu saja. Mereka bahkan menyebutkan terlibat di Indonesia, tepatnya penggulingan rezim Soeharto.

the great hack review

Pictured: David Carroll | Netflix

Isu yang diangkat tak lagi hanya sekadar dugaan kecurangan kampanye Trump maupun Brexit. Topik juga meluas mengenai apakah kita patut memandang demokrasi dengan cara yang sama. Belum tentu pemilu yang kita jalankan sudah benar tanpa ada manipulasi di dalamnya. Kita juga menjadi terdorong pada pertanyaan lain: sudah sebanyak apa data kita dicuri? Bisakah kita memilikinya kembali? Bukankah kepemilikan data pribadi adalah bagian dari hak asasi?

The Great Hack tak hanya sangat menarik untuk disimak karena membuka mata kita terhadap kasus yang relevan di dunia ini. Kesadaran kita terhadap perlindungan data pribadi dan mengkritisi pemilu pun menjadi terbentuk. Tanpa sadar mungkin kita adalah bagian dari pengguna internet yang menjadi target Cambridge Analytica karena mudah dibujuk. Meski Cambridge Analytica kini sudah tak ada, bukan tak mungkin akan ada penyedia layanan serupa yang muncul.

Hal yang patut dihargai dari pembuatan film ini adalah usaha dari Jehane Noujaim dan Karim Amer untuk tidak memihak siapapun yang ada di dalam The Great Hack. Mereka berusaha menampilkan investigasi yang berimbang dengan menyediakan ruang bagi berbagai pihak untuk menyuarakan versinya masing-masing. Termasuk di dalamnya kita akan melihat wawancara dari mantan COO Cambridge Analytica, Julian Whetland.

Format filmnya sendiri menarik. Kita tak akan dibuat bosan selama menikmati film yang berdurasi hampir dua jam ini. Dalam sebuah wawancara, Karim Amer dan Pedro Kos (penulis naskah The Great Hack) menyampaikan tujuan dari film ini bukan untuk menumpahkan semua kesalahan pada Cambridge Analytica. Kritikan terbesar seharusnya dialamatkan pada bagaimana cara kita menjalankan demokrasi ini.

Kitalah yang membuat demokrasi menjadi sebuah subyek yang komersial. Karena itulah ada layanan seperti yang ditawarkan Cambridge Analytica. Meski usia pendiriannya belum cukup tua, sebenarnya Cambridge Analytica adalah bentuk baru dari SCL Group. SCL Grouplah yang mengaku bertanggung jawab atas penggulingan Soeharto. Bila ternyata SCL Group mampu bermetamorfosis menjadi Cambridge Analytica, bukan tak mungkin nantinya akan ada bentuk baru dari perusahaan ini yang muncul di kemudian hari. Bijaklah menggunakan teknologi.

Bird Review Bird Review

Bird Review: Karya Emosional dan Realis Andrea Arnold

Film

Heretic Review Heretic Review

Heretic Review: Filsafat, Budaya Populer, Agama, Keyakinan dan Fanatisme

Film

Blink Twice Blink Twice

Blink Twice Review: Debut Berani Zoë Kravitz

Film

The Crow 2024 The Crow 2024

The Crow Review: Kebangkitan Baru dengan Sentuhan Gotik Modern

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect