Connect with us
Svaha: The Sixth Finger Review

Film

Svaha: The Sixth Finger Review

Film bergenre mystery thriller ini mengangkat tema tak biasa dengan tokoh utama seorang pastor yang mempertanyakan Tuhan.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Ada bayi kembar yang lahir di tahun 1999. Salah satunya berwujud tidak normal. Dokter meramalkan si abnormal takkan hidup lama. Tapi ternyata ia tetap hidup sampai 16 tahun kemudian seperti hewan. Tubuhnya berbulu dan tangannya punya cakar. Kembarannya yang hidup normal, Geum Hwa (Lee Jae In), hidup dengan kaki yang cacat. Scene ini digambarkan dengan abstrak, indah, sekaligus mengerikan. Scene dengan warna keemasan di awal film sungguh imajinatif sekaligus mengesankan.

Permulaan film ini akan membuat kita menebak ini adalah film horor yang melibatkan makhluk halus. Jawabannya ya dan tidak. Memang ada unsur spritiual di dalamnya dan ada hantu yang terang-terangan muncul. Namun bukan makhluk halus itulah yang menjadi tema besar Svaha: The Sixth Finger. Film ini berfokus pada kehadiran sekte sesat di tengah-tengah masyarakat Korea. Sekte sesat ini adalah cabang baru dari sebuah agama yang telah ada sebelumnya. Mereka membuat kitab sendiri, menciptakan ritual tak masuk akal, dan merekrut orang-orang baru.

Kenyataannya, hal semacam ini lazim di Korea. Ada banyak pemberitaan mengenai sekte sesat yang dibongkar aparat dan pemimpinnya dijatuhi hukuman. Ritualnya pun beragam mulai dari menuduh seseorang kerasukan, melakukan kekerasan fisik, sampai pemerkosaan. Tak hanya di film, tema mengenai sekte sesat juga muncul di webtoon contohnya Lookism mengenai sekte sesat di Kristiani. Sementara Svaha The Sixth Finger mengupas sekte sesat dari Buddha yang membentuk kelompok baru dengan simbol rusa gunung. Kelompok ini dipimping seorang perempuan, Moon Sook (Myeong Hui).

Tokoh utama film ini adalah pastor Nasrani, Park Wong Jae (Lee Jung Jae). Ia terutama mendapatkan banyak penghasilan dengan cara membongkar sekte-sekte sesat di Korea. Keberhasilannya membuatnya populer sampai masuk televisi. Namun Pastor Park pun dibenci oleh sebagian golongan relijius sampai-sampai ia dilempari telur. Saat ini, ia sangat curiga dengan sekte rusa gunung Moon Sook dan menyelundupkan mata-mata, Joseph (Lee David) untuk mengumpulkan bukti.

Svaha The Sixth Finger seperti sekumpulan kisah yang rumit dan membentuk puzzle. Sejak awal film kita akan sulit mencerna sebenarnya apa hubungan dari para tokoh di dalam film. Kita tak tahu siapa pemeran utamanya. Kita juga bingung untuk menebak alur kisahnya. Sutradara sekaligus penulis naskah Jang Jae Hyun nampaknya sengaja bermain-main dan membuat penonton penasaran. Kadang kita dibuat ngeri dengan scene-scene yang bahkan terjadi di siang hari. Namun ada pula scene yang sedikit menggelitik dan membuat kita tersenyum geli. Ia juga nampaknya senang menyutradarai film bergenre horor.

Svaha: The Sixth Finger Review indonesia

Image: Netflix

Tak hanya temanya yang unik tapi juga jalan cerita dan masing-masing karakternya. Meski Park adalah seorang pastor, ia cukup kritis terhadap Tuhan. Ia memertanyakan ke mana Tuhan ketika manusia ditimpa malang. Ocehannya bertolak belakang dengan profesinya. Pada beberapa scene kita mungkin bertanya-tanya kadar keimanan Pastor Park dan apakah ia mulai sangsi akan keberadaan Tuhan. Sikapnya sedikit menyebalkan dan terlihat mata duitan. Namun Jung Jae sangat bagus dalam menghidupkan tokoh Pastor Park. Ia mungkin penasaran dan sangat ingin menghancurkan sekte sesat rusa gunung demi uang tetapi rasa kemanusiaannya hadir mengetahui ada nyawa yang dipertaruhkan.

Ada pula kepala polisi Hwang (Jung Jin Young) yang tanpa sengaja membantu Pastor Park mengungkap benang merah dari sekte rusa gunung. Hwang dan timnya menemukan mayat seorang anak SMP yang dicor. Anak itu adalah salah satu korban dari sekte sesat tersebut. Sampai di sini kita masih akan kebingungan mengenai adanya korban yang dibunuh. Oleh siapa? Apa motifnya? Semua baru akan terjawab ketika Svaha The Sixth Finger hampir habis. Sungguh disayangkan tokoh polisi dalam film ini tak banyak dimanfaatkan. Tokoh polisi menjadi semacam hiasan saja.

Beberapa scene yang diambil di sekitar rumah Geum Hwa sebenarnya sangat atraktif. Warna langit keemasan yang cantik ini diolah menjadi simbol kengerian oleh sang sutradara. Tetapi ada pula elemen yang terasa tak perlu seperti sapi yang mati bergelimpangan. Lalu tak ada penjelasan mengapa ular menjadi hewan subjek dalam film ini. Ular disebut tak habis-habis sejak awal film tapi tak dijelaskan sebenarnya dari mana ular itu berasal. Svaha The Sixth Finger juga berhasil mengangkat kengerian dari lokasi yang tak umum kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti lukisan di dalam vihara.

Scene mengerikan sekaligus menyesatkan lainnya adalah ketika Chun Na Han (Park Jung Min) melihat hantu dari anak-anak yang ia bunuh merayap turun dari dinding vihara. Ini akan mengecoh kita untuk menganggap Svaha The Sixth Finger adalah mengenai pertempuran manusia dengan makhluk halus. Padahal hantu anak-anak itu adalah gambaran delusional dari Na Han karena merasa bersalah sekaligus takut telah menjadi pembunuh. Tetapi ia terus menolak kenyataan itu dan menganggap apa yang ia lakukan akan dapat menyelamatkan ayahnya dari kematian.

Selain elemen Tuhan dan agama, film ini juga menyoroti kematian dengan cara yang unik. Para anak lelaki yang menjadi tahanan di sebuah penjara dicuci otaknya agar tidak berpikir bahwa anak-anak perempuan yang mereka bunuh adalah tumbal. Mereka diyakinkan kalau anak-anak perempuan itu adalah 81 orang pendosa yang lahir ke bumi dan harus dibunuh sebelum mengalami haid pertama mereka. Anak-anak perempuan ini diperumpamakan sebagai ular dan tetesan darah pertama mereka diyakini akan membawa dunia pada kegelapan. Padahal sebenarnya pembunuhan ini dilakukan hanya agar siapa yang mereka panggil sebagai ayah tetap hidup abadi.

Ceritanya memang kompleks tapi sang sutradara mampu meramunya menjadi menarik dan tak membuat sesak penonton untuk mencerna. Walau disayangkan ada karakter yang kurang dikembangkan maupun scene yang tak perlu, plotnya menarik sekali sekaligus membuat penasaran. Kita akan dibuat terkecoh untuk terus menebak-nebak mau di bawa ke mana film ini. Sisi menarik lainnya adalah kita akan diajak untuk belajar agama Buddha. Ada penjelasan mengenai simbol-simbol agama, juga perbedaan budaya mengenai bagaimana kisah dalam Buddha didefinisikan di Korea dan India. Sungguh menarik seperti belajar sejarah sekaligus teologi. Tak banyak film misteri yang seserius ini dalam mengangkat suatu topik.

Twist yang diberikan di akhir film sebetulnya sangat bagus sekaligus buruk. Bagus karena akhirnya kita paham mengapa film ini berjudul Svaha The Sixth Finger. Kita juga menjadi tahu apa kaitan sekte rusa gunung dengan pembunuhan-pembunuhan terhadap anak perempuan yang lahir di tahun 1999. Dijelaskan pula alasan pembunuhan dilakukan juga perkembangan karakter Pastor Park dari si mata duitan menjadi si manusiawi. Tetapi masih tak dapat dijelaskan mengenai kenapa kembaran Geum Hwa menjadi “normal” atau mampu membalik keadaan.

Secara keseluruhan, film ini tak rugi untuk ditonton. Selain jalan cerita dan akting yang bagus, kita juga mendapat bonus untuk menyelami kehidupan beragama di Korea. Sebuah langkah yang berani dari sang sutradara untuk mengangkat tema semacam ini. Film ini dapat dinikmati di Netflix.

Bird Review Bird Review

Bird Review: Karya Emosional dan Realis Andrea Arnold

Film

Heretic Review Heretic Review

Heretic Review: Filsafat, Budaya Populer, Agama, Keyakinan dan Fanatisme

Film

Blink Twice Blink Twice

Blink Twice Review: Debut Berani Zoë Kravitz

Film

The Crow 2024 The Crow 2024

The Crow Review: Kebangkitan Baru dengan Sentuhan Gotik Modern

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect