Connect with us
Stutz
Netflix

Film

Stutz Review: Terapi Psikologi Ala Philip Stutz dalam Menghadapi Kehidupan

Film dokumenter persembahan Jonah Hill untuk psikiater pribadinya dan masyarakat luas.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Phil Stutz adalah psikiater pribadi aktor Hollywood, Jonah Hill, selama beberapa tahun belakangan. “Stutz” merupakan film dokumenter dengan eksekusi ala wawancara dan candid moment antara Jonah Hill dan Phil Stutz.

Mereka berbincang-bincang seputar latar belakang kehidupan masing-masing, hubungan yang terjalin di antara keduanya, hingga menguak poin-poin penting dalam metode terapi visual yang dikembangkan oleh Stutz untuk pasien-pasiennya. Tak hanya memperkenalkan kita pada sosok sebijak Phil Stutz, kita juga bisa mengenal sisi lain dari Jonah Hill sebagai manusia dengan problematika kehidupan yang universal.

Psikiater pada umumnya dibayar untuk mendengarkan pasiennya mencurahkan keluh kesah dan problem kehidupan mereka. Trauma masa lalu yang masih melekat, hingga penyebab mereka kini mengalami depresi. Stutz tidak ingin menjadi psikiater yang pasif, Ia ingin memberikan solusi nyata dan memaksa pasiennya untuk mempraktekan metode terapi yang disampaikan. 

“Stutz” bisa dikategorikan sebagai film dokumenter yang memuat konten seputar wellness dan kesehatan mental sebagai dokumen studi psikologi. Phil Stutz tidak melabeli rentetan ‘alat’ psikologi yang disebutkan sebagai satu paket ilmu psikologi terbaru. Hingga dokumenter ini kini telah melabeli metodenya sebagai ‘metode Stutz’. Seperti membaca buku ilmu psikologi tertentu atau esai yang edukatif, “Stutz” bisa menjadi sajian ilmu psikologi yang informatif. Dikemas dalam produksi yang lebih tulus dengan sentuhan santai serta interaksi natural antara Jonah Hill bersama Phil Stutz.

Interaksi Jonah Hill bersama psikiaternya dalam dokumenter ini membuat kita memahami mengapa Hill ingin membuat film ini. Phil Stutz adalah psikiater yang berbeda dari psikiater pada umumnya. Keduanya juga tampak seperti sahabat daripada seorang pakar dengan pasiennya. Baik Hill dan Stutz berada posisi yang setara dalam dokumenter ini; orang yang pernah megalami trauma, masa terpuruk, dan masih berusaha melanjutkan hidup.

Bukan Psikiater yang memiliki posisi lebih tinggi dari pasiennya, atau sebaliknya. Kehangatan dan ketulusan inilah yang membuat “Stutz” memiliki daya tarik. Meski secara keseluruhan kita hanya akan melihat dua pria berbincang-bincang selama 1 setengah jam. Dalam latar monoton dan sinematografi hitam-putih. 

Phil Stutz akan menjabarkan sesuatu yang Ia sebut dengan Hill sebagai ‘alat’; semacam metode perspektif psikologi yang bisa kita gunakan untuk mengatasi berbagai problem internal. Setiap ‘alat’ dijelaskan secara bertahap dengan penyampaian dialog yang mudah dipahami serta ilustrasi visual yang sederhana. Berbagai ‘alat’ yang bisa kita hadapi untuk mengatasi trauma masa lalu, bangkit dari depresi, menghadapi masalah besar secara tiba-tiba, hingga menerima dan berdamai dengan diri sendiri. Dimana pada akhirnya semua adalah tentang melanjutkan kehidupan yang mau tidak mau menyakitkan.

Pada babak pertama “Stutz”, kita akan melihat bagaimana Jonah Hill berusaha untuk mencapai kesempurnaan untuk dokumenter ini. Hingga pada babak berikutnya, Hill mengejutkan kita dengan bagaimana Ia akhirnya meruntuhkan temboknya sendiri. Menunjukkan kelemahan dan kerapuhannya sebagai filmmaker pada kesempatan ini.

Menariknya keterbukaan tersebut justru membuat dokumenter ini masuk pada momen terbaiknya. Bagaimana bisa kita bicara tentang menerima diri dengan segala kekurangan dan kerapuhan, namun masih berusaha untuk tampil sempurna? Poin ini menjadi momen paling berkesan dalam “Stutz”. 

Pada akhirnya, dengan segala kerapuhan, keterbukaan, dan kejujuran yang dituangkan oleh Jonah Hill bersama Phil Stutz, film dokumenter bertema kesehatan mental ini menjadi sajian yang terasa tulus dan bisa bermanfaat bagi banyak orang. Hill juga memberikan statement penutup yang menunjukan optimisme untuk filmnya ini. Bahwa tidak penting bagaimana film ini akan berakhir (baik maupun buruk), yang penting adalah Ia telah melalui proses syuting dan menyelesaikannya. 

Bird Review Bird Review

Bird Review: Karya Emosional dan Realis Andrea Arnold

Film

Heretic Review Heretic Review

Heretic Review: Filsafat, Budaya Populer, Agama, Keyakinan dan Fanatisme

Film

Blink Twice Blink Twice

Blink Twice Review: Debut Berani Zoë Kravitz

Film

The Crow 2024 The Crow 2024

The Crow Review: Kebangkitan Baru dengan Sentuhan Gotik Modern

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect