Selama berabad-abad, penyakit mental telah mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Orang yang memiliki penyakit mental seringkali dicap kerasukan atau sedang mendapatkan karma. Baru pada 5 abad sebelum masehi penyakit mental mulai diperlakukan sebagaimana mestinya dengan Hipocrates sebagai pionir. Sementara itu revolusi pada pelayanan penyakit mental di Amerika mulai terjadi sejak seorang aktivis bernama Dorothea Dix melobi pemerintah untuk membangun RSJ di 1840.
Tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Mental Health Awareness Day. Acara ini diperingati setiap tahunnya sejak 1992. Karena itu, Ubah Stigma, sebuah komunitas di bidang kesehatan mental, merayakannya melalui pameran seni dan sesi art therapy yang berlangsung pada 12-13 Oktober 2019. Acara bertajuk Senigma: Into Wanderland ini dilaksanakan di Cecemuwe Cafe and Space di Hang Jebat, Jakarta Selatan. Ubah Stigma sendiri awalnya didirikan oleh dua orang sahabat yang menempuh pendidikan psikologi yaitu Emily Jasmine dan Asaelia Aleeza.
Senigma merupakan gabungan dari kata seni dan enigma yang menggambarkan bahwa kesehatan mental serupa dengan teka-teki karena tak mudah dipahami. Tema Into Wanderland sendiri adalah simbolisasi dari kondisi mental seseorang yang membuatnya terhanyut di dalam pikiran. Berbagai karya seni yang ditampilkan tentunya mengangkat tema mengenai kesehatan mental baik dalam bentuk lukisan, puisi, prosa, hingga lagu.
Ini bukan tahun pertama Senigma diadakan. Tahun lalu, Senigma dilakukan secara virtual melalui ubahstigma.org. Acara tersebut diikuti oleh berbagai senigman dari berbagai latar belakang dan media seni. Pameran offline dipilih agar Ubah Stigma bisa lebih berinteraksi dengan publik. Misi utamanya adalah mendorong publik untuk memulai perbincangan mengenai kesehatan mental secara terbuka. Tahun ini, Senigma juga akan diikuti oleh beberapa figur publik yang ikut mengirimkan karyanya. Figur publik itu antara lain adalah Ray Shabir, Tatyana Akman, Hana Madness, dan Salwaa Chetizsa.
Harapannya, Senigma dapat menjadi wadah bagi orang-orang yang memiliki masalah kesehatan mental. Pada 2017 saja tercatat 970 juta orang di seluruh dunia yang mengalami gangguan mental. Angka ini tergolong tinggi tetapi sangat disayangkan perhatian publik masih minim. Tanpa dikampanyekan, kesehatan mental masih dipandang sebelah mata. Hal ini membuat para penyintasnya kesulitan untuk mengakses bantuan seperti psikolog atau terapis. Menurut Asaelia Aleeza BSc, MSc sebagai salah satu pendiri Ubah Stigma, banyak orang merasa lebih nyaman berkomunikasi melalui seni sebagai media.