Connect with us
Ziarah

Film

Ziarah Review: Perjalanan Panjang Menjemput Segenggam Duka yang Tertimbun

Pencarian makam suami dan pelajaran memaafkan orang terkasih.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Film “Ziarah” (2016) berhasil membawa nama BW Purba Negara sebagai seorang penulis skenario, produser, sekaligus sutradara yang mampu mengharumkan nama bangsa. Film yang menempatkan seorang nenek berusia 95 tahun sebagai pemeran utamanya ini, bisa membawa pulang piala di ajang ASEAN International Film Festival and Awards (AIFFA) 2017 di Malaysia untuk dua kategori, yaitu Best Screenplay dan Special Jury Award.

Film sepanjang 87 menit ini juga mendapatkan banyak apresiasi di rumahnya sendiri, seperti Nominasi Penulis Skenario di Festival Film Indonesia 2016, Nominasi Film Terbaik di Apresiasi Film Indonesia 2016 dan Kompetisi Film di Jogja Netpac Asian Film Festival 2016. Film ini menjadi sajian layak tonton jika dilihat dari bagaimana kisah perjalanan dan pencarian makam suami ini bisa memikat banyak penghargaan.

Mbah Sri dan Impian Sederhana di Ujung Usia Senja

Kisah pencarian di film “Ziarah” diawali dengan impian sederhana Mbah Sri (Ponco Sutiyem), seorang nenek berusia 95 tahun yang ingin dikubur bersebelahan dengan pusara suaminya saat ia meninggal nanti. Mbah Sri dengan tekad kuatnya, mampu mengalahkan rasa lelah untuk pergi dari kampung ke kampung untuk melakukan pencarian makam suaminya, Pawiro Sahid.

Perjuangan Mbah Sri menuntaskan mimpi terakhirnya ternyata penuh harapan yang terhampar di kotak kaca. Ia mampu pergi kemana saja, namun pada akhirnya ia harus menghadapi sebuah temuan yang tidak membahagiakan. Film ini membalut pencarian yang dilakukan oleh Mbah Sri sebagai sebuah perjalanan spiritual yang hilirnya menuju pada rasa ikhlas dan merelakan.

Misteri Tentang Siapa Sebenarnya Pawiro Sahid

Penelusuran Mbah Sri untuk berkunjung dan ziarah ke makam suaminya, memunculkan beragam narasi tentang sosok Pawiro Sahid, yang kehadirannya dalam film hanya tampil sebagai nama. Melalui penuturan Mbah Sri, suaminya adalah seorang tentara pejuang pada masa Agresi Militer Belanda II yang pamit pergi perang dan tidak kembali sampai berpuluh tahun kemudian.

Namun pada perjalanannya, baik Mbah Sri ataupun cucunya, Prapto (Rukman Rosadi) menemukan banyak versi cerita tentang Pawiro Sahid. Banyak cerita yang memang mengekalkan sosok kepahlawanannya, namun peran heroik Pawiro Sahid yang ada dalam benak Mbah Sri selalu mengalami fluktuasi seiring banyaknya versi yang diceritakan orang-orang dalam perjalanannya.

Mbah Sri hanya menerima semua cerita dan melanjutkan pencariannya. Walaupun pada akhirnya ia hanya dipaksa menerima kenyataan tentang sisi manusia Pawiro Sahid yang tentu saja pernah melakukan kesalahan.

Kisah Cinta dengan Balutan Sejarah dan Klenik Jawa

Kisah cinta Mbah Sri dan suaminya, Pawiro Sahid mungkin akan berakhir bahagia jika saja ia tidak memiliki mimpi bersebelahan liang kubur dengan suaminya. Hidupnya akan berakhir bahagia dengan sebuah kenangan masa lalu.

Pada film ini, baik Mbah Sri dan Prapto dipertemukan dengan banyak cerita-cerita sejarah yang pada faktanya masih amat sulit dicari tahu kebenarannya. BW Purba Negara menampilkan sajian semi dokumenter dari tokoh para saksi sejarah, yang bisa jadi pandangannya memang sudah sedikit kabur namun tetap terlihat meyakinkan karena penuturan jujurnya.

“Ziarah” juga menampilkan sisi magis mulai dari mitos seputar pulung gantung sampai keberadaan sebuah keris, yang dalam budaya Jawa memiliki nilai klenik dan terikat dengan para leluhur. Saat sudah menemui jalan buntu dengan pencariannya, Mbah Sri menggunakan kekuatan keris untuk menentukan arah kuburan Pawiro Sahid, unsur penggunaan benda-benda magis ini menambah kesan menarik cerita “Ziarah”.

Penampilan Cemerlang Mbah Ponco

Pemeran utama di film “Ziarah” adalah wanita sepuh asal Gunung Kidul, Yogyakarta yang bukan dari kalangan aktor. Dalam sebuah interview, Mbah Ponco mengaku menjalani proses syuting dengan hanya mengikuti arahan dari para kru film.

Karena keterbatasan tidak bisa membaca dan menulis, adegan dan dialog yang dituturkan oleh Mbah Ponco adalah hasil ucap ulang dari tim produksi film “Ziarah”, Mbah ponco hanya perlu mengikutinya. Namun, berkat pembawaannya yang sederhana, karakter Mbah Sri malah menjadi begitu nyata. Dan karena perannya ini, Mbah Ponco berhasil masuk nominasi aktris terbaik di ASEAN International Film Festival and Awards (AIFFA) 2017.

Sajian Visual Teduh mampu Menetralisir Plot Twist yang Ditakutkan Semua Orang

Perjalanan Mbah Sri mencari jegkal demi jengkal tanah kuburan untuk menemukan keberadaan makam suaminya disajikan dengan panoraman keindahan alam kampung yang begitu jernih. Penampakan hutan, danau, jembatan ditengah pepohonan, dan visualisasi makam tradisional yang memang banyak terdapat di wilayah Jawa.

Dengan warna yang tidak terlalu cemerlang dan cenderung pucat mampu memberikan kesan teduh untuk mengiringi perjalanan Mbah Sri melewati banyak kampung. Pewarnaan seperti ini setidaknya mampu menetralisir duka mendalam yang dihadapi Mbah Sri di ujung cerita karena menemukan dua nisan yang beriringan di perisirahatan terakhir suaminya.

Secara keseluruhan, “Ziarah” adalah sebuah tontonan yang mampu mengusik perasaan hingga beberapa hari selepas menikmati filmnya. Sebuah pelajaran tentang kisah cinta tak biasa, dan kenangan yang hilang arah dalam sejarah.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect