Connect with us
Kilas Balik Industri Perfilman Indonesia di 2019
Image: Pexels

Entertainment

Kilas Balik Industri Perfilman Indonesia 2019

Bisa menebak genre yang paling laku tahun ini?

Di antara 15 film Indonesia dengan jumlah penonton tertinggi, ada lima film yang bergenre drama. Dari keempat film tersebut, dua di antaranya menempati ranking pertama dan kedua dalam daftar box office. Film pertama, sesuai prediksi, adalah Dilan 1991. Demam Dilan yang masih bertahan sejak 2018 yaitu ketika bagian pertamanya keluar cukup bisa dimaklumi. Selain karena diangkat dari novel yang tak kalah populer, seri film Dilan termasuk menonjol dibanding film drama remaja serupa. Kita bisa melihat dari sisi skenarionya yang kuat. Selain itu tak dapat dipungkiri duet Iqbaal dan Vanesha telah mampu membangun chemistry yang baik. Ditambah lagi dengan promosi harga tiket bioskop sebesar 10 ribu khusus di daerah Bandung jelas membuat film ini mampu menarik banyak penonton.

Peringkat kedua adalah Dua Garis Biru. Bila Dilan 1991 mampu memborong 5,2 juta penonton maka Dua Garis Biru meraup 2,5 juta penonton. Sebenarnya pencapaian Dua Garis Biru berada di peringkat kedua adalah topik yang diangkat cenderung berat dan tabu yaitu hamil di luar nikah. Memang bukan suatu hal yang asing di industri perfilman kita karena sudah ada sinetron Pernikahan Dini (2001-2002) yang meledak saat itu. Namun Dua Garis Biru membuat terobosan karena tidak sekadar menjadikan isu pernikahan dini sebagai jualan belaka. Dua Garis Biru justru menjadi ajang edukasi dan advokasi terutama bagi perempuan-perempuan yang masih bersekolah dan terpaksa menghadapi kenyataan yang pelik.

Dua Garis Biru

Dua Garis Biru | Starvision

Sebenarnya tak hanya Dua Garis Biru saja yang mengangat topik tabu di masyarakat kita. Tahun ini kita juga menikmati sajian serupa dari Bumi Manusia, Love for Sale 2, Susi Susanti: Love All, Ave Maryam, 27 Steps of May, Kucumbu Tubuh Indahku hingga Imperfect. Bumi Manusia menggambarkan bagaimana kisah cinta beda ras melahirkan problematika. Meski ini merupakan karya fiksi, ini adalah gambaran kondisi sosial di masa itu. Pada zaman penjajahan masyarakat pribumi menjadi warga negara kelas dua. Orang berlomba-lomba untuk mengangkat derajatnya dengan menikahi seorang Belanda atau terampil berbahasa Belanda. Kita terbiasa memandang diri kita lebih rendah dari bangsa lain. Hal tersebut sebenarnya masih terjadi sampai sekarang. Misalnya dilihat dari cara kita memanggil ras kaukasia sebagai bule.

Bumi Manusia sendiri memiliki 1,3 juta penonton dan berada di peringkat sembilan film Indonesia terlaris tahun ini. Imperfect yang tak kalah bagus dari ide ceritanya sejauh ini baru membukukan 127 ribu penonton di hari keempat penayangan. Sebenarnya sangat disayangkan bila pergerakan jumlah penonton Imperfect cukup lambat padahal inilah mungkin film pertama yang mengkritik stereotip mengenai kecantikan ideal di masyarakat kita. Imperfect tak hanya mengkritik tuntutan sosial terhadap perempuan tetapi juga bagaimana media justru memanipulasi sisi insecure kita soal fisik.

Begitu pula Love fo Sale 2 yang masih mengangkat topik mengenai pernikahan. Masyarakat kita masih menjadikan pernikahan sebagai salah satu tolok ukur kesuksesan hidup. Namun sayang jalan ceritanya tidak cukup solid dan kalah dengan Love for Sale 1. Kabarnya jumlah penontonnya pun tak mencapai 300 ribu orang. Angka 300 ribu adalah angka minimal yang dapat dicapai film dalam negeri untuk menutupi biaya produksi. Meski demikian kehadiran Love for Sale 2 cukup bagus untuk memberikan warna tersendiri pada industri perfilman kita tahun ini.

Film keempat yang bergenre drama dan meraih sukses tahun ini adalah Keluarga Cemara dengan perolehan 1,7 juta penonton. Jumlah ini sebenarnya tidak mengejutkan mengingat sinetronnya saja sudah dicintai banyak orang. Berikutnya dalam peringkat 15 besar film terlaris Indonesia adalah dominasi film horor. Ada empat film horor yang berjaya yaitu Danur 3: Sunyaruri, Perempuan Tanah Jahanam, Kuntilanak 2, dan Ratu Ilmu Hitam. Danur masih mengulang kesuksesan dari dua film sebelumnya. Danur 3: Sunyaruri berhasil mendapatkan 2,4 juta penonton meski kepopulerannya di media sosial masih kalah dibanding Perempuan Tanah Jahanam yang dielu-elukan. Popularitas Joko Anwar yang ada di atas angin telah membuat banyak orang berharap banyak pada Perempuan Tanah Jahanam sehingga banyak pandangan tertuju padanya. Film tersebut meraih 1,7 juta penonton. Sayangnya bagi sebagian kritikus, film ini tak sesuai ekspektasi.

Kekurangan dari Perempuan Tanah Jahanam bukan karena minim jumpscare atau keputusan Joko Anwar untuk membuat film ini lebih ke arah gore. Perempuan Tanah Jahanam sayangnya tak mampu menyajikan jalan cerita yang solid. Lagi-lagi masalahnya adalah skenario. Bisa dibilang inilah masalah yang dihadapi sebagian besar film-film produksi lokal. Kritikan ini bukan karena memandang film karya anak negeri sebelah mata melainkan karena itulah kenyataannya. Bisa dibilang film lokal dengan skenario paling solid hanya Dua Garis Biru. Begitu pula dengan Ratu Ilmu Hitam yang ditulis oleh Joko Anwar. Ada hal yang tidak masuk akal seperti rambut korban tabrakan yang menempel di kap mobil.

Terobosan berikutnya selain dari cerita-cerita yang mendobrak hal tabu adalah kehadiran film superhero. Memang puluhan tahun lalu sudah ada Si Buta dari Goa Hantu atau Gundala baik versi sinetron maupun layar lebar. Tetapi Gundala: Negeri Ini Butuh Patriot tampil berbeda dengan efek visual yang oke dan jalan cerita yang dikemas seusai kondisi saat ini. Masih ada kekurangan di sana sini tetapi kehadiran Gundala: Negeri Ini Butuh Patriot adalah sebuah pencapaian yang menarik. Ditambah lagi ternyata Indonesia sudah berani membuat jagat superheronya sendiri seperti MCU dan DC. Tiap tahunnya diperkirakan kita akan mendapatkan minimal satu film superhero di bioskop.

Gundala Review

Gundala

Sisanya, lima genre film yang bertenger di posisi 15 besar film terlaris adalah komedi. Tren ini justru menarik. Pasalnya bisa jadi ini adalah gambaran kebutuhan masyarakat yang haus hiburan. Kondisi politik yang gonjang-ganjing sepanjang tahun membuat masyarakat mencari pelarian dengan menonton film komedi. Perolehan penonton tertinggi didapat oleh My Stupid Boss 2 dengan 1,8 juta penonton. Sementara di peringkat terbawah adalah Yowis Ben 2 dengan penonton sejumlah 1 juta orang. Bisa dibilang film komedi kita pun berkembang dengan baik. Kini film komedi tak hanya sekadar lucu saja atau memasang deretan aktris dan aktor yang sudah biasa bermain komedi. Banyak film komedi yang keluar tahun ini mengangkat ide cerita tak biasa. Sineas kita telah berani mengambil risiko dan melakukan eksplorasi.

Sebut saja Preman Pensiun, Orang Kaya Baru, dan Ghost Writer yang juga masuk dalam posisi 15 besar film terlaris. Preman Pensiun diangkat dari sinetron fenomenal berjudul sama yang tayang dalam tiga season. Sesuai judulnya, sinetronnya sendiri mengangkat cerita seorang bos preman yang ingin bertobat. Plotnya sendiri tidak menjadi cringey dengan isi yang sok bijak atau agamis. Justru para preman ini digambarkan masing-masing dengan masalah hidupnya sendiri dan bagaimana mereka mencoba mencari nafkah yang lebih baik. Uniknya lagi karakter para preman digambarkan beragam dan tak selalu sesuai stereotip. Contohnya karakter preman berambut kriting panjang dengan perilaku kemayu yang sangar di depan orang tapi lemah lembut pada istri.

Tren lain yang patut kita lihat adalah film-film lokal yang mengangkat kebudayaan dari berbagai daerah. Sayangnya hampir semua film tersebut dibingkai dengan kisah romance yang kurang segar. Sebut saja ada Pariban Idola dari Tanah Jawa, Ambu, Martabak Bangka, Horas Amang: Tiga Bulan untuk Selamanya, dan Ati Raja. Namun perolehan penonton seluruh film ini masih jauh dari memuaskan. Sebenarnya dalam Love for Sale 2 pun sedikit banyak mengambil setting kebudayaan Minang. Tapi gambaran budaya yang ditampilkan dalam film seringkali hanya yang stereotip saja atau yang kontroversial. Sineas kita masih butuh riset yang dalam dan serius bila ingin mengangkat tema serupa di kemudian hari.

Terakhir adalah tren untuk membuat film hasil adaptasi dari Webtoon karya komikus dalam negeri. Ada dua yang rilis tahun ini yaitu Terlalu Tampan dan Eggnoid: Cinta & Portal Waktu. Sayangnya hasil adaptasinya tidak mampu membuat penonton puas. Dari segi pemilihan aktris dan aktor saja mengecewakan karena tidak sesuai gambaran karakter aslinya di dalam komik. Nampaknya sudah menjadi kebiasaan bagi beberapa sineas untuk memasang artis yang tengah naik daun sebagai pemeran utama tanpa mempertimbangkan apakah artis tersebut benar-benar cocok. Inilah mengapa Eggnoid yang telah tayang sejak tanggal 5 Desember bahkan tidak mampu meraih 100 ribu penonton. Bahkan trailernya saja memiliki jumlah penonton lebih banyak yakni 3 juta orang.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect