Nampaknya Soon Ggi, kreator dari salah satu manhwa fenomenal asal Korea yaitu Cheese in The Trap, telah mendulang kesuksesan besar. Tidak hanya manhwa-nya populer di Korea dan luar Korea bahkan kisah yang ia buat telah diproduksi dalam bentuk drama dan film layar lebar. Manhwa yang tamat pada season 4 dan episode ke 77 ini telah membuat banyak pembacanya jatuh hati dengan kisah cinta yang rumit sekaligus penokohan yang unik.
Awalnya banyak penggemar yang menyukai manhwa ini karena terpesona dengan jalinan benci tapi cinta antara Jung Yoo dan Hong Seol. Jung Yoo yang sempurna terganggu dengan Hong Seol yang nampaknya tidak terpengaruh dengan kharismanya. Ternyata, kepribadian Jung Yoo tidaklah sebagus yang orang kira. Ia berada pada wilayah abu-abu, bukan protagonis tapi bukan pula antagonis. Pembaca dibuat terpesona sekaligus kesal dengan tingkah laku Jung Yoo yang seakan ingin menyakiti Hong Seol. Tokoh Hong Seol sendiri digambarkan sebagai gadis mandiri dari keluarga sederhana yang rajin belajar serta mencari penghasilan tambahan.
Soon Ggi sungguh pintar dalam meramu formula sehingga manhwa ini terasa hidup. Meski diberi judul Cheese, plot yang dibangun tidaklah cheesy. Perlahan ia menjelaskan mengapa Jung Yoo memiliki kepribadian seperti bunglon dan bagaimana Hong Seol mencoba mencintai sang kekasih apa adanya terlepas dari masa lalu mereka. Ada banyak sekali rutinitas dan realita kehidupan sehari-hari yang dijadikan konflik oleh Soon Ggi sehingga pembaca dapat merasakan keterikatan dengan manhwa ini.
Namun Soon Ggi begitu kecewa ketika drama Cheese in The Trap diubah alurnya sehingga tidak persis sama dengan versi manhwa. Hong Seol yang diperankan mendekati sempurna oleh Kim Go Eun justru digambarkan lebih dekat dengan Baek In-Ho (Seo Kang Joon). Padahal, pakem manhwa maupun drama di Korea adalah lead female “berjodoh” dengan lead male, bukan second lead. Namun pemirsa nampaknya memberi sedikit pengecualian karena Kim Go Eun dan Seo Kan Joon berhasil menampilkan chemistry yang apik. Meski hal ini dicurigai karena kepiawaian Kim Go Eun dalam berakting. Karena bila dibandingkan dengan drama Kim Go Eun lainnya seperti Goblin, ia pun sangat sukses membangun chemistry dengan lead male-nya.
Park Hae Jin pun memerankan Jung Yoo dengan baik. Wajah yang sulit dibaca, kalimat-kalimat yang sarkas, dan pikiran yang licik membuat orang menjadi geregetan dengan kehadirannya. Uniknya lagi, Park Hae Jin juga memerankan Jung Yoo dalam versi layar lebarnya. Namun versi layar lebarnya gagal menyamai kesuksesan manhwa dan dramanya. Entah mana yang patut disalahkan, sutradara atau penulis naskahnya. Atau bahkan para pemainnya. Tidak terasa ada getaran cinta yang manis atau emosi yang meletup pada versi layar lebar Cheese in The Trap.
Dari segi casting maupun skenario—yang meskipun dikritik kreator manhwanya—bisa dibilang versi drama dari Cheese in The Trap jauh lebih unggul. Masing-masing aktor berperan sesuai kapasitas dan mampu menghidupkan setiap tokoh yang dimainkan. Chemistry tidak hanya terjalin melainkan setiap tokoh terasa terikat satu sama lain sehingga dramanya menjadi satu kesatuan. Sebaliknya pada versi layar lebar, film ini terasa “sepi”. Selain tidak adanya chemistry, plot pun berjalan membosankan. Bahkan akting Park Hae Jin dan Oh Yeon-seo tidak mampu menghidupkan love scene yang ada.
Sekalipun versi drama melenceng dari plot di manhwa, sepertinya tidak semua pemirsa memprotes perubahan itu. Sebaliknya, kita dapat menikmatinya. Walau demikian Park Hae Jin sendiri mengungkapkan kekesalannya karena beberapa scene berisi dirinya dihapus oleh sutradara. Di luar itu, para pemeran mendukung pun memiliki totalitas yang tak perlu diragukan. Apalagi Lee Sung Kyung yang benar-benar mendalami peran sebagai perempuan sinting. Justru ialah yang mencuri highlight menjelang episode akhir Cheese in The Trap. Kecantikan sekaligu kegilaannya telah menawan banyak hati pemirsa.
Jadi, sudah membaca dan menonton Cheese in The Trap?